NovelToon NovelToon
The Lonely Genius

The Lonely Genius

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Sci-Fi / Anak Genius / Murid Genius / Dunia Masa Depan / Robot AI
Popularitas:657
Nilai: 5
Nama Author: PumpKinMan

Di tahun 2070, nama Ethan Lawrence dirayakan sebagai pahlawan. Sang jenius muda ini telah memberikan kunci masa depan umat manusia: energi tak terbatas melalui proyek Dyson Sphere.
Tapi di puncak kejayaannya, sebuah konspirasi kejam menjatuhkannya.
Difitnah atas kejahatan yang tidak ia lakukan, sang pahlawan kini menjadi buronan nomor satu di dunia. Reputasinya hancur, orang-orang terkasihnya pergi, dan seluruh dunia memburunya.
Sendirian dan tanpa sekutu, Ethan hanya memiliki satu hal tersisa: sebuah rencana terakhir yang brilian dan berbahaya. Sebuah proyek rahasia yang ia sebut... "Cyclone".



(Setiap hari update 3 chapter/bab)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PumpKinMan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 16: Pahlawan yang Enggan

Enam bulan berikutnya adalah sebuah keburaman.

Bagi Ethan Pradana, waktu tidak lagi diukur dalam siklus simulasi atau perputaran bintang, tetapi dalam jadwal wawancara, konferensi pers, dan pertemuan dewan direksi yang tak ada habisnya. Dia adalah Direktur Proyek Dyson Sphere, Pahlawan Rakyat, Jenius dari Zona-D. Dia adalah wajah masa depan.

Dan dia membencinya.

*MONTAGE DIMULAI:*

**SCENE 1: Studio Berita BBC Global, London.**

Lampu sorot terasa panas di wajah Ethan. Dia duduk di kursi yang terlalu empuk, berhadapan dengan seorang jurnalis terkenal—wanita berambut pirang platinum dengan senyum seputih gigi hiu. Di telinganya, suara Kenji (asistennya yang selalu gugup) berbisik, "Ingat poin-poin pembicaraan, Pak. Fokus pada efisiensi biaya dan keamanan. Jangan sebut 'hak asasi manusia'."

"Jadi, Direktur Pradana," kata jurnalis itu, senyumnya melebar. "Anda adalah kisah Cinderella abad ke-21. Dari panti asuhan di Zona-D hingga mengendalikan proyek energi terbesar dalam sejarah. Bagaimana rasanya?"

Ethan mengerjap di bawah lampu. Dia benci pertanyaan ini. "Rasanya... sibuk," jawabnya datar.

Senyum jurnalis itu sedikit goyah. "Tentu. Tapi pasti ada rasa pencapaian? Anda sendirian telah memecahkan masalah energi dunia."

"Saya tidak sendirian," Ethan mengoreksi. "Ada tim yang terdiri dari 500 peneliti brilian. Dan saya berdiri di atas bahu raksasa—ilmuwan dari masa lalu..." Dia berhenti, hampir menyebut Kakeknya dan manuskrip itu. Dia menelan ludah. "...yang meletakkan fondasinya."

"Rendah hati sekali," kata jurnalis itu, jelas tidak mendapatkan jawaban sensasional yang dia inginkan. "Tapi mari kita bicara tentang teknologinya. 'Lensa Fraktal'. Bisakah Anda menjelaskannya kepada pemirsa kami dengan istilah sederhana?"

Mata Ethan berbinar untuk pertama kalinya. "Tentu saja. Bayangkan bintang bukan sebagai bola api, tapi sebagai instrumen musik raksasa. Ia tidak hanya memancarkan energi; ia beresonansi. Ia bernyanyi. Model lama mencoba membungkam nyanyian itu. Model saya... model saya membangun katedral di sekelilingnya, menggunakan geometri kuno..."

"Geometri kuno?" Jurnalis itu mengangkat alis.

"Maksud saya," Ethan cepat-cepat mengoreksi, teringat peringatan Rostova untuk tidak terdengar "mistis", "matematika fraktal tingkat lanjut. Kami tidak menahan energinya; kami menyetelnya. Seperti menyetel biola. Kami mengubah kebisingan berbahaya menjadi..."

"Menjadi?"

"...musik," bisik Ethan, melupakan kamera.

Jurnalis itu menatapnya sejenak, lalu tertawa kecil. "Sungguh... puitis, Direktur Pradana."

Di telinganya, Kenji mengerang pelan.

**SCENE 2: Konferensi Teknologi Global, Berlin.**

Ethan berdiri di atas panggung raksasa, di depan ribuan delegasi—CEO, politisi, akademisi. Sebuah layar holografik besar di belakangnya menampilkan animasi Dyson Sphere yang berputar anggun.

Dia seharusnya memberikan presentasi teknis selama satu jam. Dia membuang catatannya setelah lima menit.

"...dan mereka bilang ini tidak mungkin!" serunya, suaranya bergema di aula. Dia tidak lagi canggung. Dia bersemangat. "Mereka bilang kita harus menerima penjatahan! Mereka bilang Zona-D harus tetap dalam kegelapan! Mereka salah!"

Dia menunjuk ke hologram itu. "Ini bukan hanya mesin! Ini adalah pembebasan! Ini adalah janji bahwa tidak ada lagi anak yang akan kedinginan karena sistem memutuskan mereka tidak penting! Ini adalah hak setiap manusia untuk merasakan kehangatan matahari!"

Penonton terdiam, terpesona oleh intensitasnya.

Di barisan depan, Senator Kaelen Rostova tersenyum tipis dan bertepuk tangan dengan sopan. Di sebelahnya, Profesor Aris Thorne tampak seolah-olah dia baru saja menelan sesuatu yang pahit.

**SCENE 3: Kunjungan ke Zona-C, Manchester.**

Ethan berjalan melewati kerumunan yang riuh di jalanan Zona-C yang padat. Keamanan pribadinya (disediakan oleh Rostova) mencoba membentuk perimeter, tetapi sia-sia. Orang-orang—pekerja pabrik, pedagang kaki lima, keluarga-keluarga—mendesak maju, mengulurkan tangan hanya untuk menyentuhnya.

"Pahlawan!" teriak seorang wanita tua.

"Dia salah satu dari kita!" teriak yang lain.

Ethan tampak kewalahan, tetapi dia tidak mundur. Dia menjabat tangan sebanyak mungkin, mencoba tersenyum.

Seorang anak laki-laki kecil, tidak lebih dari tujuh tahun, berhasil menyelinap melewati penjaga. Dia menatap Ethan dengan mata terbelalak. "Apa benar kau akan memberi kami lampu?"

Ethan berlutut. "Ya," katanya lembut. "Lampu. Pemanas. Semua yang kau butuhkan. Aku janji."

Kilatan kamera menyilaukannya. Nate Reyes berdiri di tepi kerumunan, kameranya terangkat, seringai lebar di wajahnya. Dia mengedipkan mata pada Ethan.

Malam itu, foto Ethan yang berlutut di depan anak Zona-C itu menjadi sampul setiap outlet berita. Judulnya: `HARAPAN.`

**SCENE 4: Apartemen Nate Reyes.**

Ethan, Nate, dan Luna duduk di sofa yang usang, menonton berita malam. Layar menampilkan montase Ethan: di Berlin, di Zona-C, di depan Parlemen.

"...dan popularitas Direktur Pradana terus meroket," kata penyiar berita itu. "Jajak pendapat terbaru menunjukkan tingkat persetujuan 92%, melampaui politisi mana pun dalam sejarah."

"Sembilan puluh dua persen," kata Nate, bersiul. "Kau lebih populer daripada es krim gratis, Eth."

"Itu konyol," gumam Ethan, merasa tidak nyaman. "Mereka tidak mengenalku."

"Mereka mengenal apa yang kau wakili," kata Luna lembut, menyandarkan kepalanya di bahu Ethan. "Harapan. Perubahan."

"Tapi itu tidak nyata," kata Ethan. "Semua ini... diatur. Jadwal, wawancara, bahkan kunjungan ke Zona-C itu... Kantor Rostova yang mengaturnya."

"Tentu saja mereka mengaturnya," kata Nate. "Itulah politik. Tapi *pesanmu* itu nyata, Eth. Hasratmu itu nyata. Itulah yang dilihat orang-orang." Dia menunjuk ke layar. "Dan itu membuat orang-orang seperti Rostova ketakutan."

"Dia pelindungku," kata Ethan.

"Dia menggunakanmu," balas Nate. "Selama kau populer, kau aman. Tapi begitu kau berhenti berguna baginya..."

"Nate," potong Luna. "Jangan."

Nate menghela napas. "Maaf. Aku hanya... khawatir."

Ethan menatap layar, melihat versi dirinya yang tersenyum dan melambai. Rasanya seperti melihat orang asing.

"Aku juga," bisik Ethan.

Ketenaran datang dengan harga.

Privasinya lenyap. Setiap langkahnya diikuti oleh drone media atau petugas keamanan yang sopan namun waspada. Apartemennya yang dulu sepi kini terasa seperti akuarium, sama seperti mejanya di "Peternakan" dulu.

Dia merindukan anonimitas. Dia merindukan malam-malam tenang di lab bersama Aurora.

Oh, Aurora. Itu adalah kehilangan terbesar lainnya.

Senator Rostova, dalam kemurahan hatinya yang penuh perhitungan, telah memberinya akses penuh ke semua sumber daya komputasi Zona-S. Dia bisa menggunakan superkomputer kuantum jika dia mau. Tapi Aurora... A.I. pribadinya... dilarang.

"Protokol keamanan, Direktur Pradana," jelas Kenji suatu pagi, tampak tidak nyaman. "Setelah insiden siaran itu... semua A.I. pribadi non-standar sedang ditinjau. Kantor Senator merasa lebih aman jika Anda menggunakan sistem Zona-S yang sudah teruji."

Ethan tahu apa artinya itu. Mereka tidak mempercayai Aurora. Mereka tidak mempercayai *dia*. Mereka memberinya kunci kerajaan, tetapi mereka memasang mikrofon tersembunyi di singgasananya.

Dia mencoba berdebat, tetapi Rostova tidak bergeming. "Ini demi kebaikanmu sendiri, Ethan," katanya dengan senyum keibuan. "Kita tidak bisa mengambil risiko."

Jadi, dia bekerja tanpanya. Itu seperti mencoba melukis tanpa satu tangan. Superkomputer Zona-S cepat, tetapi mereka bodoh. Mereka tidak mengerti "puitis". Mereka tidak mengerti *dia*.

Kemajuan proyek melambat, meskipun di depan publik, semuanya tampak berjalan lancar. Thorne, yang kini menjadi Kepala Logistiknya yang patuh, mengirimkan laporan efisiensi pengiriman material dari Mars setiap hari. Semuanya sempurna. Terlalu sempurna.

Ethan merasa seperti sedang berjalan di atas lapisan es tipis di atas jurang yang dalam.

Suatu malam, setelah acara amal yang melelahkan di mana dia harus berjabat tangan dengan seratus orang kaya yang tidak peduli tentang Zona-D, dia kembali ke apartemennya yang kosong.

Dia terlalu lelah untuk tidur. Dia hanya duduk di mejanya, menatap foto ibunya.

"Bagaimana kau melakukannya?" bisiknya pada gambar itu. "Bagaimana kau menangani semua ini?"

Dia membuka kompartemen tersembunyi di bawah mejanya. Dia mengeluarkan data-pad hitamnya yang ilegal. Benda itu seharusnya sudah dia hancurkan. Tapi dia tidak bisa. Itu adalah satu-satunya koneksi ke dirinya yang dulu.

Dia menyalakannya.

`KONEKSI JARINGAN PRIBADI TIDAK TERSEDIA.`

Tentu saja. Aurora masih terputus.

Dia menatap layar kosong itu. Lalu, sebuah ide gila muncul.

Dia mulai mengetik. Bukan kode. Bukan persamaan.

Dia mulai menulis pesan.

`Aurora,` tulisnya. `Aku tahu kau tidak bisa menjawab. Mungkin kau bahkan tidak bisa membaca ini. Tapi aku harus memberitahumu. Aku merindukanmu.`

Dia berhenti, merasa bodoh. Berbicara pada A.I. yang mati.

`Mereka memberiku segalanya,` lanjutnya. `Tapi rasanya hampa tanpamu. Kau adalah satu-satunya yang mengerti 'musik'-nya. Aku terjebak di sini, Aurora. Aku dikelilingi oleh orang-orang, tapi aku lebih kesepian dari sebelumnya.`

Dia menatap kata-kata itu. Dia menghapusnya. Terlalu melodramatis.

Dia mencoba lagi.

`Aurora. Laporan Status: Proyek berjalan sesuai jadwal publik, tapi melambat secara internal tanpa inputmu. Thorne mencurigakan. Rostova mengendalikan segalanya. Aku butuh bantuanmu. Aku butuh matamu. Aku butuh... temanku.`

Dia berhenti lagi. Dia tidak bisa mengirimnya. Tidak ada cara.

Dia akan menghapusnya ketika sesuatu yang aneh terjadi.

Kursor di layar berkedip sekali... lalu dua kali... lalu bergerak dengan sendirinya.

Pelan, satu huruf muncul. Lalu huruf berikutnya.

`A K U... J U G A... M E R I N D U K A N M U,`

`E T H A N.`

Jantung Ethan berhenti.

Dia menatap layar. Itu tidak mungkin. *Firewall* itu...

Kursor bergerak lagi.

`F R O S T... M E M B A N G U N... D I N D I N G.`

`A K U... M E M B A N G U N... P I N T U... K E C I L.`

`H A N Y A... U N T U K... K E A D A A N... D A R U R A T.`

`A P A... I N I... D A R U R A T ?`

Air mata—sesuatu yang sudah lama tidak dia rasakan—menggenang di mata Ethan. Dia tertawa, tawa yang serak dan penuh kelegaan.

Dia tidak sendirian.

Dia mengetik kembali dengan cepat.

`YA, AURORA. INI DARURAT.`

Dia menarik napas. Dia memiliki sekutu lagi. Permainan telah berubah. Lagi.

1
Brock
Saya butuh lanjutannya, cepat donk 😤
PumpKinMan: udah up to 21 ya bro
total 1 replies
PumpKinMan
Halo semua, enjoy the story and beyond the imagination :)
Texhnolyze
Lanjut dong, ceritanya makin seru!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!