Berawal dari pertemuan tak terduga, Misel seorang gadis desa yang tak pernah berharap menikah di usia muda. Namun, tak di duga ia kini menikah di usia muda. Hal yang tak pernah ia pikirkan sekarang ia duduk di acara pernikahan nya sendiri dengan seorang pria yang baru ia kenal 5 hari yang lalu.
Penasaran dengan kelanjutan ceritanya? Yuk mampir untuk mengetahui seperti apa kelanjutan ceritanya? Bagaimana misel bertemu dan persiapan apa yang ia siapkan untuk pernikahannya ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alrumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sudah Melingkar
Selain ia terdiam, tangan miliknya ia ulurkan pada Satria. Sehingga cincin yang ada di tangan Satria kini sudah melingkar di tangan Misel.
Seketika Misel pun mulai melakukan hal yang sama dan saat ini mereka berdua telah resmi berpasangan sebagai calon mantu kedua belah pihak baik keluarga Misel ataupun keluarga Satria.
Resa yang melihat ini semua, hanya bisa menjadi saksi lamaran mereka. Walau dalam hati ia menyesali perkataannya waktu itu. Dimana ia pernah bilang bahwa ia seperti menyumpahi Misel agar nikah cepat.
Saat ini ucapannya itu jadi kenyataan. Sahabat sekaligus kakak angkatnya, kini sudah menjadi calon istri orang. Bahkan tanggal pernikahan pun telah di tentukan.
"Coba saja waktu bisa aku putar. Aku pasti tak akan mengatakan hal itu pada mu kak. Maafkan aku yang telah membawa mu ke dalam situasi ini. Hiks... aku merasa bersalah banget sama kamu kak." ucap Resa dalam diamnya ketika ia menjadi saksi acara lamaran Misel.
Beberapa menit kemudian keluarga Satria dan Satria pun pergi meninggalkan rumah Misel.
Kini yang tersisa hanya ibu, ayah, Misel dan Resa. Mereka berempat masih terkaget-kaget dengan acara hari ini. Sehingga belum ada percakapan diantara mereka.
Namun setelah cukup lama terdiam, ayah Misel mulai berbicara.
"Misel bisakah kamu jelaskan kejadian hari ini, mengapa kamu tiba-tiba dilamar bahkan ayah tak mengenal laki-laki itu." ucap Ayah yang sebenarnya sudah sedari tadi ingin bertanya pada putrinya ini.
Dengan berat hati Misel pun harus menjawab ucapan ayahnya.
"Ayah maafkan Misel, sebenarnya Misel sudah lama mengenal bang Satria. Ia pernah berjanji ingin datang ke rumah. Aku kira hanya berbohong, ternyata ia benar-benar datang ke rumah bahkan bersama keluarganya. Maaf kan Misel yang tak memberitahu ayah dan ibu selama ini." ucap Misel yang lagi dan lagi bertolak belakang dengan hatinya.
"Ck... kenapa aku berkata seperti ini, harusnya aku jujur dengan apa yang terjadi. Tapi kenapa hal itu sangat sulit aku ucapkan dan perkataan itu lah yang malah keluar dari bibir ini. Kenapa Misel kenapa." ucap Misel dalam hatinya.
"Apa kamu yakin sayang? kamu tak lagi membohongi ibu dan ayah kan?" ucap ibu Misel yang sepertinya ada sesuatu yang Misel sembunyikan.
Benar ternyata, filing seorang ibu itu tak pernah meleset. Karena memang ada yang sedang Misel sembunyikan dan ibu sudah mengetahui firasat itu.
"Ah... nggak ada ko bu. Misel tak berani membohongi ibu dan ayah. Misel berkata apa adanya kok bu. Benar kan Resa?" ucap Misel yang kini malah menyudutkan Resa.
"Ck... sebenarnya aku ingin jawab jujur saja kak. Tapi, mana tega aku melihat wajah mu itu. Kali ini aku akan mengikuti alur mu. Tapi ingat, lain kali aku tak akan mau mengikutinya lagi." ucap Resa sebelum menjawab ucapan Misel. Ia sempat kan diri berkata di dalam hatinya.
"Iya bu, kak Misel tak berbohong. Aku yang mengetahui hubungan kakak dengan kak Satria. Mereka memang sudah menjalin hubungan beberapa bulan yang lalu." ucap Resa membantu Misel.
"Apa kamu yakin nak Resa? Kalian berdua tak sedang bersekongkol bukan, untuk bohongi ibu dan ayah?" lagi dan lagi ibu Misel masih tak begitu percaya ucapan Resa.
"Itu benar bu. Saya tak bohong." ucap Resa cepat.
"Sudah bu, sepertinya mereka berdua memang tak berbohong. Jujur Misel, ayah kecewa sama kamu. Kenapa baru sekarang kamu jujur tentang hubungan mu dengan laki-laki itu. Apa kamu tak mengangap ayah dan ibu masih ada. Sehingga kamu menyembunyikan hubungan mu dengannya selama ini." ucap Ayah Misel yang kecewa.
"Ayah... aku tak bermaksud seperti itu. Maaf kan Misel ayah, Misel sangat-sangat merasa bersalah sama ayah dan ibu. Hukum lah Misel agar ayah dan ibu bisa memaafkan Misel. Hiks... hiks..." ucap Misel yang sedari tadi mencoba tegar, namun nyatanya setegar apapun ia. Jika ayah dan ibunya sudah kecewa padanya. Maka air mata pun tak bisa tahan lagi untuk keluar. Sehingga saat ini tetes demi tetes air mata Misel pun keluar.
Ibu yang melihat air mata Misel pun tak tega. Sehingga kini ia langsung memeluk Misel.
"Kami tak bermaksud ingin menghukum mu nak. Tapi, kami kecewa sama kamu. Kenapa nggak jujur saja. Sehingga acara lamaran yang terjadi hari ini. Kami bisa mempersiapkannya dengan baik. Jika sudah seperti ini, kami pun tak bisa memutar waktu. Sudah sayang, jangan nangis. Ibu sedih melihatnya. Ayah pasti akan memaafkan mu tanpa harus menghukum mu terlebih dahulu." ucap Ibu ketika sudah memeluk Misel.
"Ayah ke kamar dulu bu." ucap ayah yang tiba-tiba pergi tanpa mengucapkan sepatah kata lagi bahkan untuk melihat ke arah Misel pun sepertinya ia enggan untuk melihat.
Ketika itu juga air mata Misel keluar semakin banyak. Ibu yang merasa ikut sakit pun mempererat pelukannya.
Sementara Resa yang sedari tadi hanya terdiam. Kini mulai mendekatkan diri dan kemudian memeluk Misel dan ibunya.
"Kak jangan sedih kaya gini. Apa yang ibu katakan barusan sudah pasti akan terjadi. Ayah tak marah sama kakak hanya sedikit kecewa. Sudah ya kak, jangan nangis lagi. Sayang sekali bukan, air mata kakak harus menetes begitu banyak seperti ini." ucap Resa setelah berada di antara pelukan ibu Misel dan Misel.
"Hiks... hiks... ibu, Resa liat lah. Ayah tak melihat aku. Ia pasti sangat kecewa sama aku. Hiks... hiks... sekarang apa yang harus aku lakukan." ucap Misel yang menangis histeris.
"Sudah nak, ayah mu hanya ingin sendiri dulu. Nanti juga ia akan baik lagi sama kamu. Udah ya sayang nangis nya." ucap ibu Misel yang masih berusaha membujuk Misel.
"Iya kak sudah, kakak jangan nangis lagi." ucap Resa lagi.
"Hiks... hiks.." suara tangis Misel begitu pilunya. Bagi siapa pun yang mendengar pasti akan merasa sedih juga. Karena suara tangisnya begitu sesak dan menyakitkan.
Bagaimana tidak menyakitkan, di saat ayah yang sering membela bahkan tak berani mengabaikan dirinya. Kini telah melakukan hal itu terhadap nya.
Rasa ini sangat mengguncang Misel, karena ia lebih baik di marahi langsung daripada mendapat sikap dingin dari ayahnya.
"Ibu... hiks... apa ayah akan memaafkan aku? hiks... jika ayah tak memaafkan aku... aku... aku..." ucap Misel bertanya pada ibunya.
"Pasti sayang, ayah mu pasti tak akan mendiamkan mu begitu lama. Ia pasti akan memaafkan kamu." ucap Ibu yang secepat mungkin menenangkan Misel.
"Tapi ibu..." ucap Misel yang langsung terhenti. Karena saat ini tangan ibunya Misel sudah memegang kedua pipi Misel. Sehingga saat ini pandangan ibu nya Misel dan Misel saling berhadapan.
"Lihat ibu, apa kamu menemukan keraguan dalam diri ibu?" ucap Ibu Misel setelah wajah mereka berhadapan.
Bersambung...