Subgenre: Wanita Kuat · Second Chance · Love Healing
Tagline pendek: Kisah tentang aktris yang hidup lagi — dan menemukan cinta manis dengan CEO muda, si sponsor utama dalam karirnya
Sinopsis:
Cassia, adalah artis cantik A-class. Semua project film, drama,iklan bahkan reality show nya selalu sukses dan terkenal. Namun, menjadi terkenal tidak selalu menyenangkan. Cinta yang disembunyikan, jadwal padat tanpa jeda, dan skandal yang merenggut segalanya. Maka dari itu ketika mendapatkan kesempatan terlahir kembali, Cassia mulai menjauhi orang-orang toxic di sekitarnya dan pensiun jadi artis. Ia ingin menikmati hidup yang dulu tak sempat ia lewatkan, dengan caranya sendiri. Bonusnya, menemukan cinta yang menyembuhkan dari CEO tampan, si sponsor utama dalam karirnya.
Ayo klik dan baca sekarang. Ikuti terus kisah Cassia, si aktris kuat ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 🌻Shin Himawari 🌻, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30 - 30 Menit, Siapa yang Tiba Duluan?
...Enjoy the story...
...🌻🌻🌻...
Max yang awalnya bersandar di mobil tiba tiba menegakan tubuhnya, lalu mendekatkan diri ke kamera.
”Kamu sakit?”
Suara Max yang memang rendah itu turun drastis—menjadi lebih serius. Sedangkan Cassia refleks menelan ludah, kaget dengan perubahan ekspresi Max.
Aduh..... kenapa tatapannya malah jadi begitu? Aku jadi bingung harus jawab apa, batin Cassia panik.
Cassia berniat merespon Max dengan santai, tapi gagal. Karena tepat di detik itu ia malah batuk—batuk yang dari tadi ia coba tahan.
Bagus, sekarang dia pasti makin yakin aku sakit parah, lihat saja tatapannya itu, batin Cassia.
“Hanya sedikit demam. Bukan masalah besar.” Cassia dengan cepat keluar dari frame kamera untuk menyembunyikan wajahnya dari layar video call itu.
Max menghembuskan napas panjang, jelas terdengar agak frustasi. Ia sempat memijat pelipis lalu menatap layar lagi. Kali ini, tatapannya tidak terlalu tajam, melembut membuat Cassia terpaku.
“Aku sudah sadar wajahmu pucat dan napasmu terdengar berat. Tapi kenapa kamu tidak bilang dari tadi, butterfly?" tanya Max penuh perhatian.
Karena aku engga mau terlihat lemah dihadapanmu. Karena kalau kamu perhatian sedikit saja seperti sekarang, aku bakal...ah, aku tidak bisa bilang begini.
Cassia memilih diam lalu menjawab aman.
"Aku baik-baik saja..." lirih Cassia.
Ada jeda sebentar, lalu Max melanjutkan "Sudah makan? Minum obat? Kamu sendirian di rumah?”
Rentetan pertanyaan keluar sekaligus dari bibir Max—suaranya malah makin melembut berbalut kekhawatiran yang tidak bisa disembunyikan lagi.
Napas Cassia tercekat, ia jadi tidak bisa menjawab, hanya terus menghindari pandangan Max dari seberang panggilan video.
Karena tidak kunjung mendengar jawaban Cassia, Max kembali bicara lagi. Kali ini, nadanya lebih tegas, namun dengan suara baritonnya yang rendah dan hangat.
"Baiklah. Aku ke apartementmu sekarang. Aku bawakan makanan dan obat."
Cassia sontak menatap kamera lagi, “Max, tidak perlu! Aku cuma butuh istirahat. Aku akan meminta—” ucapnya terhenti, karena sebenarnya ia juga bingung harus minta tolong siapa lagi.
Felix dan Maura? Tidak mungkin. Lalu Cassia juga sungkan meminta tolong Silvia karena tahu asistennya itu ada agenda kerja lain.
Cassia bimbang, ia tidak ingin Max datang lalu melihat sisinya yang seperti ini. Namun satu sisi hatinya lagi sepertinya menyuruh jangan menolak.
Max menatap lama, seolah dapat menilai sendiri kondisi Cassia tiap detik wajahnya di layar, bukan dari kata-katanya.
“Cassia, aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja, sebentar saja.” tatapan Max semakin dalam, mengunci mata Cassia yang sudah goyah dari tadi.
”Kalau kamu tidak nyaman, aku tidak akan masuk sampai ke dalam rumah. Aku hanya ingin memastikan kamu makan dan minum obat dariku. Dengan begitu, aku baru bisa tenang.” Nada khawatirnya begitu nyata, membuat Cassia otomatis ikut melembut.
Max selalu bisa membuat pertahanannya goyah.
Max melanjutkan, dan kali ini lebih pelan— namun justru yang seperti ini yang sulit ditolak oleh Cassia.
“Kalau setelah melihatmu dan kamu tetap ingin sendiri, aku akan langsung pergi. Aku janji, butterfly. Boleh ya?” ucap Max dengan tatapan hangat—ada rasa protektif dan ketulusan di dalamnya.
Ya Tuhan...dia itu kenapa sih. Mana bisa aku bilang tidak kalau sudah begini.
Cassia menunduk menyembunyikan pipinya yang memerah karena demam dan juga rasa senang yang tiba tiba muncul.
Cassia akui ia sudah kalah, tidak lagi berpura pura kuat. Lalu ia mengangguk kecil, tersenyum manis untuk Max.
Senyum lega muncul di wajah Max, “Good girl. Tunggu aku 30 menit, ya.”
Bahaya. Sepertinya demamku bakal makin tinggi karena dia, batin Cassia pasrah.
Panggilan video pun berakhir.
Cassia jatuh berandar di sofa sambil memegang keningnya. Suara Max masih terngiang di telinganya—tenang, tapi terlalu mudah membuat pertahanannya runtuh.
Bukan hanya karena sakit. Cara Max menatapnya, cara pria itu meminta ijinnya, dan semua perhatian yang Cassia tidak minta tapi tetap pria itu berikan tanpa rasa sungkan. Cassia merasa seolah dirinya penting, dan dicintai begitu besar.
Dan perasaan ini sungguh menyenangkan.
Apa aku ini type yang luluh dengan pria soft spoken ya? Akh, sepertinya tidak. Hanya sama Max aku seperti ini, batin Cassia sambil menyentuh pipinya yang terasa semakin panas.
Dulu, saat sakit seperti ini, ia akan mengirim pesan pribadi ke Maura—atau sekadar menelpon Felix, pura-pura butuh sesuatu supaya mereka datang, Cassia tidak merasa sendirian. Meskipun dari luar Cassia sangat kuat, tapi di saat sakit ia menjadi orang yang lebih jujur.
Ironisnya, dua nama itu kini justru membuat dadanya sesak.
Pengkhianatan mereka meninggalkan bekas trauma, Cassia semakin sulit percaya apalagi sekedar meminta bantuan ke orang lain.
Max sepertinya tahu, makanya pria itu yang menawarkan bantuan terlebih dahulu.
Cassia menatap ke langit-langit, memejamkan mata sejenak.
Satu hal yang paling ia tidak bisa hindari dari dirinya sendiri saat ini adalah: Ia butuh seseorang. Saat ini, Cassia membutuhkan Max ada di sisinya.
Deg. Deg. Deg.
Detak jantung Cassia berdetak lebih cepat, ia tahu ini bukan karena sakitnya
“Pria itu bahaya.... tapi ternyata aku yang lebih bahaya. Bisa bisanya kamu engga nolak dia Cassia…” gumamnya pasrah.
Max memintanya menunggu tiga puluh menit sampai ia datang, seharusnya itu tidak lama, tapi entah kenapa Cassia merasa jam dindingnya yang begerak lebih lamban dari bisanya.
Dengan hati masih diselimuti sedikit gengsi, Cassia menunggu Max dengan tidak sabar.
...🌻🌻🌻...
Beralih ke kantor agency artis milik Felix.
Suasana hati Felix jauh lebih baik dari hari sebelumnya, Rencananya untuk 'merebut kembali' Cassia semakin kuat dan matang.
Kerena, Felix percaya diri Cassia juga masih mencintainya.
Pria itu melirik sekilas jam dinding di ruangannya, sudah hampir jam 11 siang, Felix berencana menjemput Cassia setelah acara 'after party' dan mengajak kekasihnya itu makan siang bersama. Felix masih menganggap Cassia kekasih, soalnya.
Awalnya ia ingin menelepon Maura, tapi jemarinya berhenti. Ia pun menelepon Silvia. Kenapa tidak telepon Cassia langsung? Jawabannya adalah sengaja. Felix ingin memberi kejutan, toh Cassia tidak akan menolaknya lagi.
"Silvia, after party acara tuan Zayne sudah selesai? Aku akan menjemput Cassia kalian stay di sana sampai aku datang." perintah Felix.
Namun sepertinya acara makan siang kejutan ini terancam gagal, karena informasi yang baru Felix dapatkan dari Silvia.
"Kak Cassia engga jadi datang, pak. Dia sedang sakit, ada di rumah." entah kenapa Felix merasa suara Silvia terdengar sedikit kesal.
"Jadi Cassia tidak datang after party dan sedang sakit di rumah?" ada sedikit kekhawatiran Felix terhadap Cassia.
Silvia hanya menjawab singkat dari seberang telepon, "Ya pak."
Setelah itu Felix menutup teleponnya dengan Silvia, masih memikirkan Cassia dengan khawatir. Namun sepersekian detik, kekhawatiran itu berubah menjadi rasa senang.
Cassia pasti habis menangis semalaman karena aku, sampai sampai dia sakit seperti ini. Tuh kan, harusnya dia tidak jual mahal dan menolakku. Kalau aku ke rumah dan merawatnya Cassia pasti makin luluh.
Entah darimana keyakinan itu datang, namun cukup membuat Felix semangat bergegas pergi menuju apartement Cassia.
"Tunggu aku Cassia sayang, tiga puluh menit lagi aku akan memelukmu dan membuat rasa sakitmu hilang." Felix tersenyum penuh percaya diri.
Bersambung.
...🌻🌻🌻...
...This is what I mean when I say, ‘I need space but don’t want to be alone'. Or shortly to say, I just need him. -Cassia...
🌻: Nah loh, dua pria menuju satu tujuan yang sama. Siapa yang datang duluan antara Max atau Felix?
Makasih buat yang udh kirim gift like dan comment. Semua feedback kalian berarti buat aku :)
Anyway, Thanks for staying with Cassia's story