Di kenal seorang pendiam dan tidak banyak bergaul membuatnya minder , sejak di usia belia seorang gadis desa sangat aktif dan sudah mengenal yang namanya jatuh cinta , apakah sekedar jatuh cinta saja atau sudah mengenal lebih dari sekedar cinta monyet ?
Dibalik kisah asmara ada sekelumit masalah pada sikap saudaranya yang membuatnya risih dan menjadi tertutup . lambat laun ia tahu siapa dirinya yang sebenarnya .
Mampukah ia menjalani kehidupan di luar sana tanpa ia sadari sudah terjebak dalam arus kehidupan dunia luar yang penuh dengan drama dan masalah ?
Apakah gadis yang dulu pendiam akan menjadi pendiam atau akan menjadi sosok yang lain ?
Yuk baca pelan-pelan dan berurutan agar tidak salah paham .jangan lupa dukungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anyue, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter Sikap Ira
Ira masih tidak percaya dengan kabar meninggal bapaknya meskipun ia sendiri belum pernah melihat sosok seorang bapak dalam hidupnya ia masih bisa mengharapkan kepulangan bapaknya , Namun semuanya sudah tidak ada gunanya .
“Ibu , benarkah kalau bapak sudah meninggal ?“ tanya Ira duduk di dekat ibunya sambil belajar . Pikirannya tertuju pada sosok bapaknya yang belum pernah ia temui .
Haryati merasa sedih melihat wajah anaknya yang menanyakan bapaknya . Ira kini sudah remaja dan sudah semestinya tahu sosok bapaknya yang sebenarnya .
Selama ini Haryati belum pernah sekalipun membahas suaminya di hadapan Ira , ia tidak mau membuat anaknya sedih karena perpisahannya dengan suaminya .
Saatnya ia menceritakan masa kebersamaan dengan suaminya kepada Ira . Hanya Ira yang belum pernah tahu siapa bapaknya dan bagaimana riwayat selama masih hidup .
"Dengarkan ibu , apapun yang akan ibu ceritakan padamu jangan pernah membenci bapakmu karena beliau adalah bapak kandungmu ," kata Haryati berpesan kepada Ira .
Meskipun belum paham Ira mengangguk berarti ia harus siap atau tidak mendengarkan cerita ibunya tentang masa lalu kedua orang tuanya. Haryati menceritakan kisah masa lalunya sejak bertemu dengan Almarhum suaminya bernama Warsa bapak kandung Ira .
Awalnya Ira terlihat biasa saja namun begitu ibunya mengatakan bahwa ia adalah anak satu-satunya dari bapaknya ternyata ibunya sudah menikah dua kali yang pertama dikaruniai tiga orang anak yaitu kakak-kakaknya .
Hati Ira sangat syok mendengarnya , itu berarti ia bukan adik kandung dari kakak-kakaknya . Hati Ira sangat sedih kisah hidupnya sangat memprihatinkan .
Sejak lahir sudah di tinggal seorang bapak dan belum pernah merasakan kasih sayangnya . Airmata Ira tidak bisa di bendung lagi , ia biarkan saja airmatanya jatuh .
Haryati merasa bersalah terhadap Ira dipeluk anaknya dalam dekapan , ia juga menangis mengingat kisah masa kebersamaan dengan almarhum suaminya .
"Kenapa ibu tidak menikah lagi setelah almarhum bapakku meninggal ?" tanya Ira dengan polos . Haryati tertegun mendengar pertanyaan Ira . Ia merasa itu sangat konyol bagaimana mungkin ia menikah lagi di saat hatinya masih sakit dan belum bisa move on dari almarhum suaminya .
“Ibu sudah bertekad tidak mau menikah lagi karena bagi ibu , anak-anak ibu jauh lebih penting dan apapun ibu akan lakukan untuk membesarkan seorang diri ," jawab Haryati sambil mengusap airmatanya.
Hati Ira merasa terharu dan bangga mempunyai seorang ibu yang kuat dan berkorban apapun demi anak-anaknya. “Aku sayang sama ibu , maafkan Ira ya ,Bu . Ira belum bisa membahagiakan ibu ,“ kata Ira kembali menangis dan memeluk ibunya .
“Iya , Ibu tahu kamu sayang sama ibu , ibu juga sayang sama kamu dan kakak-kakak mu ," Haryati membalas pelukan Ira dan mencium keningnya .
Ira melepas pelukannya menatap wajah ibunya yang sudah ada garis keriput diwajahnya , ia membelai wajah cantik ibunya dengan lembut .
"Umur ibu sekarang berapa , kok ada keriputnya tapi masih terlihat sangat cantik ,“ puji Ira pada ibunya sambil tersenyum hatinya merasa ada sesuatu yang ibunya sembunyikan .
“Berapa ya kira-kira ... " Haryati menjeda kalimatnya mengingat umurnya sambil memainkan alisnya melihat wajah Ira yang lucu dan imut .
"Berapa ?" tanya Ira tidak sabar ingin tahu .
"Mungkin sekitar empat puluhan atau lebih ," jawab Haryati menghitung dengan jarinya .
" Umur segitu memangnya bisa dibilang masih muda soalnya ibu belum terlalu tua , ubannya saja masih sedikit ," sahut Ira melihat rambut ibunya yang sudah tumbuh uban .
"Uban itu tidak menentukan umur , umur masih muda saja ada yang sudah ada uban ," kata Haryati . "Iya juga sih ,“ sahut Ira mengangguk paham .Sejak mereka melupakan kisah sedih ganti dengan canda tawa .
"Sudah malam tidur sana ," kata Haryati melihat suasana malam sudah semakin larut .
"Aku belum puas mendengar cerita ibu , ayolah cerita yang lainnya ," rengek Ira meminta ibunya bercerita .
"Mau cerita apa , kancil mencuri timun atau pangeran bertopeng yang menyelamatkan tuan putri?' tanya Haryati bingung mau cerita apa .
"Tidak jadi deh , aku ngantuk ," jawab Ira beranjak dari tempat duduknya melangkah masuk ke dalam kamar .
Pagi harinya Ira sudah tiba di sekolah , Rea melihat Ira murung menghampiri dan duduk di sebelahnya .
"Kamu kenapa ?' tanya Rea menatap lekat wajah Ira . “Tidak apa-apa ,“ jawab Ira mengangkat wajahnya lalu tersenyum melihat Rea disampingnya.
“Jangan bohong , cerita sama aku kalau ada masalah jangan di pendam sendiri ," kata Rea Mecari sesuatu dalam diri Ira .
“Enggak kok , beneran tidak apa-apa," jawabnya lagi .
Ira tidak mau menceritakan masalah keluarganya kepada teman ataupun orang lain , ia tidak mau orang lain tahu siapa dirinya yang sebenarnya meskipun kabar itu sudah menyebar namun hanya dirinya saja yang tahu rasa sedih dalam dirinya .
Saat mengerjakan soal tes pikiran Ira tidak fokus hampir saja ia salah menjawab . Tiba-tiba airmatanya jatuh tanpa di suruh , langsung ia usap menggunakan tangannya .
Setelah selesai mengerjakan tes Ira keluar dengan perasaan sedih . Ia duduk di teras depan kelas sambil melihat lurus ke tengah lapangan sekolah .
"Bengong aja ,“ Fika datang langsung duduk di samping Ira yang sedang melamun sendirian . Ira tidak terkejut karena sudah tahu saat Fika berjalan keluar dari kelas . ia tersenyum tipis melihat Fika memperhatikannya .
"Kantin yuk ," ajak Fika berdiri menarik tangan Ira . "Aku sedang malas ke kantin ,“ jawab Ira dengan lemas . Tubuhnya seperti tidak ada tenaga pikirannya melayang entah kemana .
Fika melihat Ira merasa ada yang disembunyikan kembali duduk .
"Kamu ada masalah ?" tanya Fika menatap lekat wajah Ira . Ira menggelengkan kepalanya lalu pergi meninggalkan Fika dengan sejuta tanya dihatinya .
"Ira kenapa sih kok jadi pendiam gitu ," gumam Fika melihat kepergian Ira sampai tubuhnya menghilang di balik dinding.
"Memang dia anaknya pendiam , baru tahu ya ," celetuk Rea muncul dari dalam kelas berdiri di samping Fika dengan pandangannya mengikuti arah pandang temannya .
"Iya sih , tapi hari ini ia nampak aneh deh . Kamu pasti tahu dong kan satu kelas sama Ira ," Fika mencari tahu dari sorot mata Rea .
" Tahu sendiri anaknya juga seperti itu bukan berarti dia curhat sama aku yang satu kelas , satu meja juga ," jelas Rea duduk di teras .
“Aku rasa Ira ada masalah deh , tidak biasanya dia seperti ini kalaupun ada kasihan dia tidak ada tempat curhat ," Fika merasa kasihan pada Ira yang terlalu pendiam .
Selama berteman dengan mereka Ira sama sekali tidak pernah cerita tentang kehidupan atau masalah keluarganya . Ia terlihat sangat cuek dan tertutup , tidak ada yang tahu isi hatinya . Baginya menceritakan kehidupannya berarti menimbulkan masalah baru bagi dirinya .
Saat ini istirahat Ira duduk di belakang kelas seorang diri .