NovelToon NovelToon
Menikah Dengan Dosen Killer

Menikah Dengan Dosen Killer

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Nikahmuda
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: santi puspita

Naya, gadis kaya raya yang terkenal dengan sikap bar-bar dan pembangkangnya, selalu berhasil membuat para dosen di kampus kewalahan. Hidupnya nyaris sempurna—dikelilingi kemewahan, teman-teman yang mendukung, dan kebebasan yang nyaris tak terbatas. Namun segalanya berubah ketika satu nama baru muncul di daftar dosennya: Alvan Pratama, M.Pd—dosen killer yang dikenal dingin, perfeksionis, dan anti kompromi.

Alvan baru beberapa minggu mengajar di kampus, namun reputasinya langsung menjulang: tidak bisa disogok nilai, galak, dan terkenal dengan prinsip ketat. Sayangnya, bagi Naya, Alvan lebih dari sekadar dosen killer. Ia adalah pria yang tiba-tiba dijodohkan dengannya oleh orang tua mereka karna sebuah kesepakatan masa lalu yang dibuat oleh kedua orang tua mereka.

Naya menolak. Alvan pun tak sudi. Tapi demi menjaga nama baik keluarga dan hutang budi masa lalu, keduanya dipaksa menikah dalam diam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16

Malam Hari – Rumah Dante

Sarah berdiri di depan pagar rumah sederhana dua lantai dengan tembok abu yang sudah mulai kusam. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu menekan bel rumah.

📢 Ting-tong.

Tak ada jawaban. Ia tekan lagi.

📢 Ting-tong.

Baru saja ia hendak mengirim pesan ke Dante, pintu rumah mendadak terbuka—dan suara bentakan keras terdengar dari dalam.

 “Kalau kamu tetap ingin keluar dari rumah ini seperti ibumu, jangan harap saya akui kamu sebagai anak!”

Suara pria dewasa, berat dan penuh emosi.

Sarah membeku. Langkahnya tertahan di gerbang.

Tak lama kemudian, Arya keluar dengan langkah cepat, mengenakan hoodie abu dan ransel besar di punggung, tapi yang membuat Sarah tercekat adalah wajah Arya — memar di pipi kanan dan sudut bibirnya sobek kecil.

“Arya...” gumam Sarah nyaris tak terdengar.

Arya kaget saat melihat Sarah. Ia langsung menunduk, berusaha menutupi wajahnya.

 “Ngapain kamu di sini?” tanyanya datar.

Sarah melangkah masuk perlahan.

“Aku niatnya mau ngajak kamu liburan bareng Naya besok... tapi—Arya, wajah kamu kenapa?!”

Arya tak menjawab. Hanya memalingkan wajah dan menelan ludah keras-keras.

Dari dalam rumah, suara pintu dibanting terdengar nyaring. Sarah menoleh sejenak, lalu kembali menatap Arya dengan mata berkaca.

“Itu... ayah kamu?”

“Bukan urusan kamu, Sarah.”

“Ohh oke, tapi kamu kalau ada masalah jangan sungkan”

Arya menarik napas, lalu mengangguk pelan.

"Terus ini tas besar kayak gini kamu mau kemana?"tanya Sarah dengan hati hati.

Arya menghela napas

“Aku cuma mau pergi. Sendirian. Tidak terus menerus terkurung dirumah yang tidak ada udara bebas, dan maaf aku gk bisa ikut"

Sarah menahan emosi. Ia menatap tajam, tapi tetap tenang.

“Dengar, ini bukan soal liburan doang. Kamu butuh tempat tenang. Butuh... jeda. Kalau kamu gak mau ikut, yaudah. Tapi jangan pergi sendirian malam-malam begini.”

“Aku seorang laki-laki Sarah tidak perlu khawatir".

Sarah menggeleng cepat. Matanya berkaca, tapi tidak cengeng.

“Tapi tetap aja kamu manusia, Arya. Kamu pasti lagi down sekarang. Dan manusia itu, bahkan yang paling kuat sekalipun, butuh tempat pulang.”

Arya terdiam. Matanya menajam.

“Mending kamu ikut aku dulu ke kosanku. Numpang istirahat, gak usah mikir panjang. Serius. Kosanku bersih, aman. Cuma ada aku di sana.”

Arya terlihat ragu.

“Sarah...”

“Ini bukan soal ‘cewek ngajak cowok ke kosan’, ini soal sahabat nolong sahabatnya yang lagi hancur.”

Akhirnya... Arya menarik napas panjang dan mengangguk pelan.

“Oke. Tapi cuma semalam.”

“Iya. Nanti kita bahas soal liburan.”

Sarah mengulas senyum kecil, lega akhirnya Arya tidak sendirian malam ini.

___

Cahaya lampu kamar menyala temaram. Arya duduk di ujung kasur dengan hoodie yang belum ia lepas, sementara Sarah duduk di lantai, menyandarkan punggung ke tembok dekat jendela yang terbuka sedikit.

Angin malam masuk pelan, menggerakkan tirai tipis yang berdesir.

Keheningan menyelimuti mereka beberapa saat, sebelum akhirnya Arya membuka suara, pelan… seakan takut kalimatnya akan mengguncang dunia.

“Aku gak pernah cerita ini ke siapa-siapa... bahkan ke Naya sekalipun.”

Sarah langsung menatap Arya serius.

“Dulu, waktu aku masih kecil, ibuku pergi ninggalin rumah. Kabarnya sih karena gak tahan sama sikap ayahku.”

Arya menghela napas. Jemarinya menggenggam lututnya sendiri.

“Dari kecil aku tinggal sama ayah. Tapi bukan tinggal... lebih tepatnya... bertahan.”

Sarah menahan napas. Air matanya sudah menggenang meski Arya belum selesai bercerita.

“Pagi – bertengkar. Siang – dimarahi. Malam – teriakan. Mau berangkat kuliah atau pulang, semua serba salah. Bahkan pas makan pun, cuma salah duduk bisa bikin aku kena banting piring…”

Ia tertawa pelan, getir.

“Lucu ya, aku bisa ngelawak di depan kalian. Ceria di kampus. Tapi tiap malam, aku cuma duduk di pojok kamar, nutup telinga, pura-pura tidur.”

Air mata Sarah jatuh. Ia tidak bisa menahan lagi.

“Arya…” gumamnya lirih.

Arya tersenyum—tapi bukan senyum bahagia. Itu senyum paling rapuh yang pernah Sarah lihat.

“Makanya aku gak pernah nongkrong kayak kalian. Aku gak bisa. Bukan karena gak mau... tapi karena setiap kali aku keluar rumah, aku harus siap disambut teriakan pas pulang.”

Ia memalingkan wajah, matanya sudah basah.

“Dan malam ini... aku capek, Sar. Capek banget. Jadi makasih… kamu nyelamatin aku malam ini.”

Sarah langsung bangkit, duduk di samping Arya dan memeluknya erat. Tak ada kata-kata, hanya pelukan hangat dari seorang sahabat yang benar-benar mengerti.

“Kamu nggak sendiri sekarang.” bisik Sarah sambil menahan isak.

“Mulai malam ini, kamu punya tempat pulang. Selalu ada tempat pulang.”

__

Keesokan paginya di Interior Rumah Keluarga Pak Firman

Bu Mita duduk di ruang tamu yang sepi, mengenakan daster sutra warna pastel, rambut disanggul rapi. Ponsel di telinganya, senyuman tipis menghiasi bibirnya—senyuman yang tak benar-benar hangat.

📞 "Oh, Bu Rina... ya, ya saya dengar kabarnya, alhamdulillah...”

Ia terkekeh pelan.

📞 “Benarkah? Mereka berdua berangkat jam 9 pagi? Wah, kabar yang sangat... menyenangkan.”

Matanya menatap cermin di dinding, memperbaiki posisi antingnya.

📞 “Tentu, tentu... saya dan Pak Firman sangat mendukung hal itu. Ya, siapa tahu...”

Suaranya ditekan sedikit, lalu tertawa ringan, hambar.

📞 “...pulang-pulang bawa kabar yang menggembirakan, ya kan?”

Ia menyilangkan kaki dan tersenyum lebar, tapi mata dan nadanya tetap terasa datar, penuh makna ganda.

> “Oh, saya yakin Naya akan berubah jadi lebih baik setelah jadi istri. Terutama... kalau ada hadiah kecil yang datang sembilan bulan lagi,” katanya menambahkan, lalu tertawa lepas seperti sedang membayangkan sesuatu.

Setelah menutup telepon, ekspresinya langsung berubah. Ia meletakkan ponsel ke meja dan berdiri sambil menghela napas lega.

> “Lebih cepat lebih baik. Kalau gadis itu sudah punya anak, dia tak akan punya waktu lagi buat melawan atau merebut perhatian Firman dariku.”

“Tinggal tunggu waktu... rumah ini akhirnya jadi milikku seutuhnya,” gumamnya sambil berjalan perlahan menuju dapur.

Bu Rina mengetuk pintu kamar dengan lembut, lalu masuk dengan senyum mengembang. Naya baru saja selesai bersiap dengan dress kasual dan rambut dikuncir simpel. Wajahnya terlihat segar, tapi matanya... menyimpan letih yang tak bisa disembunyikan.

"Naya, Ibu sudah memberi tahu ibumu soal bulan madu kalian."

Senyumnya makin lebar.

"Dia seperti senang sekali mendengar kabar ini."

Naya terdiam sejenak. Senyum kecil menghiasi wajahnya, namun hatinya mencelos.

"Tentu saja dia senang," batin Naya sinis.

"Aku yakin wanita ulat bulu itu sedang bersenang-senang dan minum layaknya ratu di rumah itu. Bebas tanpa aku di sana.”

"Ahh iya, Bu… tentu saja dia senang," jawab Naya datar, tapi masih menjaga sopan santun di depan ibu mertuanya.

Bu Rina menepuk pundak Naya dengan penuh kasih sayang.

"Ibu doakan semoga perjalanan kalian menyenangkan, ya. Jangan terlalu banyak berpikir. Anggap ini liburan juga. Kan setelah ini kamu fokus skripsi."

"Terima kasih, Bu," jawab Naya sambil menunduk sopan.

Bu Rina pun keluar dari kamar. Saat pintu tertutup…

Naya mendesah panjang.

Ia duduk di tepi ranjang, membuka ponselnya dan melihat grup pesan dari Sarah.

📲 Sarah: “Fix kita siap! Tiket udah aman. Sampai ketemu di bandara, pengantin baru!”

📲 Naya: “Ingat, ini misi menyelamatkan kewarasan, bukan ikut honeymoon romcom.”

🍒🍒🍒

1
Reni Anjarwani
bagus bgt ceritanya doubel up thor
sanpus: heheh iya
total 1 replies
Reni Anjarwani
buat naya jatuh cinta pak dosen dan buat dia bahagia
sanpus: copy 😀
total 1 replies
Reni Anjarwani
lanjut thor
sanpus: siap🙏😅
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!