Vira, terkejut ketika kartu undangan pernikahan kekasihnya Alby (rekan kerja) tersebar di kantor. Setelah 4 tahun hubungan, Alby akan menikahi wanita lain—membuatnya tertekan, apalagi dengan tuntutan kerja ketat dari William, Art Director yang dijuluki "Duda Killer".
Vira membawa surat pengunduran diri ke ruangan William, tapi bosnya malah merobeknya dan tiba-tiba melamar, "Kita menikah."
Bos-nya yang mendesaknya untuk menerima lamarannya dan Alby yang meminta hubungan mereka kembali setelah di khianati istrinya. Membuat Vira terjebak dalam dua obsesi pria yang menginginkannya.
Lalu apakah Vira mau menerima lamaran William pada akhirnya? Ataukah ia akan kembali dengan Alby?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Drezzlle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teriakan di Balik Ruangan Tertutup
Malam itu, ketegangan masih mencekam rumah besar keluarga Antonius Suryono. Aina menghubungi putrinya, memintanya segera pulang. Sementara itu, Ikmal—dibantu tiga rekannya yang tampak sangar—berencana menjemput Alby secara paksa.
Di ruang tengah, Antonius Suryono, pria berusia 59 tahun dengan potongan rambut butch cut yang mempertegas garis rahangnya, duduk tenang di sofa. Tangannya dengan telaten mengelap senapan angin—jenis uklik greyhound long. Kilau logam memantulkan cahaya lampu, menciptakan bayangan wajahnya yang keras. “Besok, kau akan bekerja keras,” bisiknya lirih, seolah berbicara pada sahabat karibnya.
Pagi itu sinar matahari yang memantul di kaca jendela mobil, membuat mata memicing. Siluet dua orang pria berdiri di belakang Alby yang hendak membuka handle pintu mobil.
“Alby,” panggil salah satu pria.
Alby menoleh, menyeringai dingin menatap dua pria asing dengan tubuh kekar yang dibalut kaos polos hitam.
“Siapa?” tanya Alby, tatapannya menyelidik.
“Kami mendapatkan perintah dari Pak Suryono untuk menjemput anda. Kami harap anda bisa ikut dengan kami tanpa harus melakukan kekerasan,” ucap salah satu pria.
“Sial!” desis Alby, menggigit bibirnya. Ia berusaha menelan salivanya dengan susah payah, ketika salah satu pria kiriman ayahnya Vira membuka pintu mobil.
“Cepat!” mata pria itu melebar, rahangnya mengeras menatap Alby.
Alby dengan langkah gontai akhirnya mengikuti mereka.
Suasana hening dan tegang memenuhi mobil Jeep hitam yang melaju membelah jalanan keluar dari wilayah ibu kota.
.
.
Sementara mobil Jeep lainnya berhenti di area parkir samping gedung pencakar langit, menghiraukan garis putih. Dua pria dengan postur tubuh yang hampir sama, dengan gerakan kasar keluar dari mobil.
“Vira…” panggil sebuah suara. Wanita yang mengenakan blouse magenta baru keluar dari BMW hitamnya itu menoleh. Seketika, tubuhnya menegang—terkejut.
“Kak.. Ikmal,” jawab Vira, suaranya bergetar.
“Masuk ke dalam mobil, pulang kerumah. Ayah menunggu,” hardik Ikmal, suaranya rendah tapi tegas.
Vira menggelengkan kepala, menggigit bibir bawahnya.
“Jangan sampai kakak memaksamu, mengerti!” suara Ikmal meninggi, ketika melihat adiknya hanya diam terpaku.
“Kak, aku ada kerjaan… besok aku pulang kerumah,” ujar Vira. Enggan melangkah, rasa takut menjalar pasti ayahnya akan memarahinya habis-habisan.
Sebelumnya, Vira memutuskan untuk bekerja di ibu kota didorong oleh keinginan untuk meninggalkan trauma mendalam. Lima tahun silam, hidupnya hancur ketika seorang stalking menyebarkan video intimnya yang diambil secara ilegal dari kamar kosnya. Video itu kemudian menjadi viral di berbagai media sosial, mengubahnya menjadi objek fantasi bagi banyak pria.
Hingga akhirnya Vira bertemu Alby. Keduanya sepakat menjalin hubungan serius untuk menikah. Keluarga Vira awalnya ragu, terutama karena masa lalu Vira. Namun, Alby berhasil meyakinkan mereka, terutama ayahnya, bahwa ia mencintai Vira apa adanya.
Sekarang, Vira bisa membayangkan betapa murkanya sang ayah jika tahu hubungannya dengan Alby hancur berantakan di detik-detik terakhir persiapan pernikahan.
“Cepat masuk!” Ikmal menarik pergelangan tangan adiknya dengan kasar.
Siluet lain muncul dari belakang, mendekat kearah Vira.
“Apa yang anda lakukan?” suara bariton William, memecah ketegangan di antara kakak beradik itu. Menyingkirkan tangan Ikmal yang menyentuh Vira.
Ikmal memicingkan matanya, menatap pria dengan stelan formal itu berdiri di depannya. “Siapa kamu, beraninya…” Ikmal siap melayangkan pukulan.
Dengan cepat Vira melangkah dan menghadang kakaknya. “Kak Ikmal!” suara Vira meninggi saat tangan kakaknya nyaris mendekat kearah wajah William.
“Vira, siapa mereka?” tanya William, tatapan menyelidik naik turun melihat penampilan Ikmal.
“Eum… kakak saya, Pak. Bapak sebaiknya segera pergi. Saya ijin dulu, Pak,” ujar Vira.
“Jangan ikut campur, memang siapa kamu?” Mata Ikmal membulat tajam.
“Perkenalkan saya William, atasan Vira sekaligus pria yang akan melamarnya,” ucap William dengan suara datar, mengulurkan tangannya.
“Apa?” Ikmal tersentak, matanya semakin melebar.
“Pa-pak… ikh, malah ngomong,” bisik Vira menatap William mengerjapkan salah satu matanya.
William mengangkat kedua bahunya, tak paham dengan isyarat Vira.
“Bawa dia sekalian!” ujar Ikmal, lalu membopong tubuh adiknya bak karung beras.
“Kakaaaak… lepaskan!” Vira terus meronta.
Sementara rekan Ikmal yang berdiri di belakangnya mendekat ke arah William.
“Cepat ikut masuk ke mobil!” titahnya, mendorong punggung William dari belakang hingga tubuh William terhuyung.
William yang penasaran dengan apa yang terjadi mengikut dan masuk kedalam mobil Jeep.
.
Di belahan bumi lainnya.
Kedatangan Alby di rumah Suryono sangat dinantikan. Begitu turun dari mobil, Suryono menyambutnya dengan tangan bersilang dada di depan pintu utama.
Alby terus menelan salivanya, ia tahu kengerian di balik tatapan tenang ayahnya Vira.
“Bawa dia masuk!” titah Suryono pada dua orang yang berdiri di belakang punggung Alby.
“Siap!” suara bariton keduanya serempak, mendorong punggung Alby—menuntutnya untuk masuk ke ruang kerja Suryono.
Masuk ke sebuah ruangan yang diisi Meja kerja yang besar terbuat dari kayu mahoni gelap, di atasnya, tertata rapi beberapa dokumen penting dan tampak sebuah lampu meja bergaya militer, serta bingkai foto keluarga yang menampilkan dirinya dalam seragam lengkap.
Suryono duduk di kursi kulit berwarna hitam. Sementara Alby berdiri di depan rak-rak buku menjulang tinggi yang dipenuhi dengan buku-buku hukum, strategi militer, dan biografi tokoh-tokoh penting.
Ceklek!
Pintu tertutup rapat. Hanya ada Alby dan Suryono di dalam ruangan.
“Ayah, sa… saya berniat me…”
Belum selesai kalimat itu meluncur dari mulut Alby.
BUGH!
Suara pukulan keras terdengar dari dalam ruangan. “Aaaaa!!!!” diiringi dengan suara histeris Alby.
BUGH!
Bersambung…
Eum.. kira-kira apa yang terjadi di balik ruangan tertutup itu, ya?
Dan bagaimana nasib William ketika akhirnya tahu, jika untuk mendapatkan Vira tak semudah itu. Apakah akan menyerah untuk melamar mbak Vira??? 🤔🤔🤔
Kuat nggak bang Will menghadapi Pak Suryono?
Info!! jabatan Pak Suryono kemarin di bab sebelumnya sudah aku revisi.
tapi di cintai sama bos gaskeun lah 😍