Aleena terpaksa harus menolak perjodohan karena dirinya sama sekali tidak menyukai laki-laki pilihan orang tuanya, justru malah tertarik dengan sekretaris Ayahnya.
Berbagai konflik harus dijalaninya karena sama sekali tidak mendapatkan restu dari orang tuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 16#Mencoba untuk mengingat
Dikediaman keluarga Hamuangka, Aleena yang tengah menikmati makan malamnya hanya dengan ibunya, suasana terasa sepi dan tidak seperti sebelumnya, yakni adanya sang ayah. Baru saja pulang beberapa waktu, namun harus berpisah untuk selama-lamanya. Meski ingatannya belum pulih, Aleena tetap dekat ayah dan ibunya, juga Bernio selaku kakaknya.
"Aleena, kok melamun, di makan, sayang. Nanti perut kamu sakit kalau gak makan, Nak. Oh iya, tadi gimana waktu dikantor, gak ada masalah 'kan?"
Aleena menggelengkan kepalanya, mukanya masih terlihat tidak bersemangat, juga dipandang seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Kamu kenapa, sayang? katanya gak ada masalah, kok kelihatannya sedih gitu. Cerita dong sama Mama, siapa tahu saja Mama bisa kasih solusi buat kamu."
"Tidak apa-apa, Ma. Cuma-"
"Cuma kenapa?"
"Ma, boleh gak, kalau Aleena tanya sesuatu sama Mama,"
"Boleh, sayang, tanya aja,"
"Ma, dirumah ini sebelum kejadian insiden kecelakaan, apakah Aleena punya orang terdekat? maksudnya orang yang selalu ada buat Aleena. Misalnya siapa gitu, Mbak Dila, atau siapa lah, gak ada ya, Ma?"
"Ada, sekarang sudah tidak bekerja lagi di rumah ini. Namanya Mbak Sisi, dia yang menyelamatkan mu, tapi dia jauh lebih menyedihkan nasibnya dari kamu. Mbak Sisi mengalami trauma berat, tapi sekarang kabarnya sudah lumayan membaik. Mama sama Papa selalu memberi perhatian dari segi materi, juga pengobatan. Mbak Sisi gak bisa jalan, dan sekarang tinggal di dekat rumah sakit Harapan Kasih. Kalau kamu ingin bertemu dengannya, biar Kak Nio yang menemani kamu."
'Mbak Sisi, apakah sangat dekat hubungan ku dengannya? kenapa mau menyelamatkan ku?' batin Aleena mencoba tengah berpikir.
"Aleena, kamu kenapa? ada apa kamu tiba-tiba mempertanyakannya? apakah kamu ingat sesuatu?"
Alena menggelengkan kepalanya.
"Tidak, Ma, Aleena belum bisa mengingat apa-apa,"
"Ya udah jangan dipaksakan. Kalau memang belum bisa, kamu tidak perlu berkecil hati. Oh iya, habisin dulu makanannya," kata ibunya yang tidak ingin putrinya memaksa diri untuk mengembalikan ingatannya.
"Iya, Ma," jawabnya berusaha tersenyum di hadapan ibunya.
Sedangkan di tempat lain, Tuan Bernio bersama sekretaris Devan, juga Fery, mereka tengah menikmati makan malamnya di sebuah restoran milik keluarga Hamuangka.
Lain lagi dengan Aleena, justru kini tengah sibuk mencari jati dirinya sebelum insiden kecelakaan. Isi dalam lemari ia obrak abrik dan mungkin saja ada sesuatu yang penting, pikirnya.
"Album foto?" batinnya yang mendadak mukanya sumringah.
Kemudian, Aleena segera membukanya. Satu persatu ia buka disetiap lembaran foto, ia amati wajah wajah dialbum tersebut.
"Ini foto Mama sama Papa dulu, ada Kak Nio, ada aku juga." Gumamnya dan melihat foto yang lainnya.
Beberapa lembar foto telah ia lihat-lihat dan sambil mengusapnya. Entah sudah beberapa lembar, isinya foto dirinya bersama ayah ibu juga kakaknya. Kemudian, ia membukanya kembali.
Deg!
Rupanya ada foto dirinya dengan foto laki-laki semasa kecilnya, tapi siapanya si Aleena sama sekali tidak mengenalinya.
Aleena terus membukanya, ternyata sangat banyak foto dengan orang yang ia lupa siapa namanya. Juga, sedekat apa dulunya.
"Aku tanya Mama saja kalau gitu," gumamnya dan bergegas keluar dari kamar, dan menemui ibunya untuk memberitahukan dirinya soal foto laki-laki yang menurutnya asing.
Sambil menuruni anak tangga, Aleena sambil mengingatnya, tapi tetap saja tidak bisa.
"Ma, Mama, buka pintunya," panggil Aleena sambil mengetuk pintu kamar ibunya.
Tidak berselang beberapa menit, pintu pun terbuka. Aleena buru-buru masuk ke kamar.
"Ada apa, Nak? kok jalannya buru-buru gitu. Apa yang kamu bawa itu?"
Aleena langsung duduk didekat ibunya.
"Ma, Aleena nemu album di lemari. Didalamnya ada foto, Aleena pingin tau siapa namanya, dan sedekat apa Aleena sama yang ada didalam foto ini, Ma?"
"Mana coba, Mama pingin lihat."
Fotonya langsung disodorkan kepada ibunya.
"Ini, Ma,"
Aleena menunjuk pada foto yang dimaksudkan. Ibunya tersenyum, dan menoleh pada putrinya.
"Ini juga, Ma, banyak banget, dari masih kecil sampai sekolah menengah atas."
Lagi-lagi ibunya tersenyum.
"Kamu penasaran ya? dia ini Zeno Arwiduna. Kamu sangat dekat dulunya, udah seperti adik kakak. Sayangnya dia tidak lagi tinggal di kota ini sejak kamu kecelakaan. Keluarga Arwiduna telah pindah di daerah lain, sangat jauh, bukan juga di luar negri. Sudah lama tidak pernah bertemu juga, jadinya kalian tidak bisa bertemu lagi. Dulu sebenarnya kamu mau dijodohkan sama Zeno, tapi ada sebuah amana dengan Veriando. Tapi ternyata kamu tidak menginginkan pernikahan itu. Sudahlah, Mama tidak akan melakukan kesalahan yang kedua kalinya. Mama hanya berharap kamu hidup bahagia dengan plihan mu. Soal Zeno, kakak kamu memang ada rencana, tapi hanya ingin membantumu agar kamu ingat sedikit-sedikit masa kecilmu lewat Zeno, karena kamu begitu dekat sama Zeno."
'Kenapa aku tambah penasaran ya, eh, gak gak gak. Kenapa rasanya males banget buat ketemu sama orang yang ada dialbum foto ini ya? tidak tidak. Aleena kamu harus yakin dan siap menerima segala resikonya untuk mengembalikan ingatan mu.' Batinnya bercampur aduk rasnya. Ada rasa cemas, juga waswas. Takutnya bukan orang terdekat, melainkan orang yang selalu bertengkar.
"Aleena, kok malah melamun? kenapa?"
"Enggak apa-apa, Ma. Ya udah ya, Ma, Aleena mau balik ke kamar."
Ibunya mengiyakan. Kemudian, Aleena segera kembali ke kamarnya. Saat didalam kamar, Aleena meletakkan album fotonya, lalu ia merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur, dan melihat langit-langit kamarnya.
"Siap gak ya buat ngembaliin ingatanku? Jangan-jangan aku benci sama yang ada dialbum foto ini. Apakah dia begitu dekat denganku? atau.. justru sangat menyebalkan."
Aleena sedari tadi terus bicara sendiri karena rasa penasarannya. Bukannya menemukan titik terang, justru kepalanya mendadak sakit dan pusing tidak karuan.