Zahra, seorang perempuan sederhana yang hidupnya penuh keterbatasan, terpaksa menerima pinangan seorang perwira tentara berpangkat Letnan Satu—Samudera Hasta Alvendra. Pernikahan itu bukan karena cinta, melainkan karena uang. Zahra dibayar untuk menjadi istri Samudera demi menyelamatkan keluarganya dari kehancuran ekonomi akibat kebangkrutan perusahaan orang tuanya.
Namun, tanpa Zahra sadari, pernikahan itu hanyalah awal dari permainan balas dendam yang kelam. Samudera bukan pria biasa—dia adalah mantan kekasih adik Zahra, Zera. Luka masa lalu yang ditinggalkan Zera karena pengkhianatannya, tak hanya melukai hati Samudera, tapi juga menghancurkan keluarga laki-laki itu.
Kini, Samudera ingin menuntut balas. Zahra menjadi pion dalam rencana dendamnya. Tapi di tengah badai kepalsuan dan rasa sakit, benih-benih cinta mulai tumbuh—membingungkan hati keduanya. Mampukah cinta menyembuhkan luka lama, atau justru semakin memperdalam jurang kehancuran?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fafacho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16.
Zahra dan Samudera sudah sampai di Jogja, mereka baru saja keluar dari mobil. Mereka berdua di jemput oleh Letda Yanuar, Zahra keluar belakangan karena Samudera sudah duluan keluar.
"kau masuk saja, biar aku dan Letda Yanuar yang mengeluarkan barang-barang nya" perintah Samudera pada Zahra.
"iya mas kalau begitu aku masuk dulu" balas Zahra menuruti ucapan Samudera. Baru setengah dia berjalan Yanuar sudah memanggilnya.
"mbak Zahra,. " panggil Letda Yanuar.
Zahra yang merasa terpanggil langsung melihat kearah Junior suaminya itu.
"iya bang kenapa? " tanya Zahra.
Samudera menatap Yanuar seakan bertanya juga kenapa memanggil Zahra.
Yanuar bergegas mendekat sambil mencari sesuatu di saku celananya.
"ini mbak kunci rumahnya, rumahnya saya kunci" ucap Yanuar sambil memberikan kunci rumah pada Zahra.
Rumah dinas Samudera memang di tempati Yanuar saat pria itu ke Jakarta.
Setelah memberikan kunci rumah itu pada Zahra, Yanuar langsung berjalan mendekat ke Samudera lagi.
"tadi pintunya saya kunci bang" ucap Yanuar berusaha menjelaskan.
"iya, cepat ambil tas istri saya" perintah Samudera pada Yanuar.
"siap bang, " Yanuar langsung membuka pintu belakang mobil menurunkan tas milik Samudera dan juga milik Zahra.
"kok cuman dua tas bang? "
"memang harus berapa tas. Barang-barang saya dan istri sudah di sini semua" tukas Samudera.
"oh iya deng, saya lupa bang" ucap Yanuar sambil menepuk jidatnya.
"Ayo bawa masuk" Samudera langsung berjalan lebih dulu, dia hanya membawa tasnya sendiri sedangkan tas milik Zahra di bawa oleh Yanuar.
"iya bang" Yanuar menutup kembali pintu mobil dan membawa tas milik Zahra.
Saat sudah di dalam rumah rupanya Zahra sudah sibuk di dapur membuatkan minuman untuk Samudera dan juga Yanuar. Samudera melihat itu tapi dia diam saja tapi tatapannya terus melihat kearah Zahra yang ada di dapur.
"bang, ini tas milik mbak Zahra taruh dimana? " tanya Yanuar.
Samudera langsung teralihkan dan menatap Yanuar.
"Mana, biar saya yang bawa ke kamar. Kamu duduk saja dulu di sofa" ucap Samudera dan berjalan pergi membawa dua tas di tangannya menuju kamar yang ada di ruang tengah tersebut.
Ruang tengah dan Dapur memang sedikit berdekatan jadi terlihat jelas dapur minimalis itu.
Ukuran rumah dinas Samudera memang tidak terlalu besar. Tapi dapur sudah bagus berbentuk minimalis dan rumah dinas itu ada dua kamar yang bersebelahan.
Yanuar duduk di sofa setelah menyerahkan tas Zahra kepada Samudera. . Tak lama, Zahra datang dengan nampan berisi dua gelas teh hangat.
"Ini bang tehnya," ucap Zahra ramah, meletakkan gelas di atas meja. "Yang ini buat mas Samudera," tambahnya sambil menyodorkan satu gelas ke arah suaminya yang baru saja kembali dari kamar.
Samudera menerimanya tanpa bicara, hanya mengangguk singkat. Tatapannya sempat kembali tertuju pada wajah istrinya, tetapi cepat-cepat ia alihkan.
"Terima kasih mbak Zahra," ujar Yanuar ikut mengambil gelas miliknya. Ia menyesap pelan teh itu, lalu bersandar santai di sofa. "Wah, ini teh bikinan mbak Zahra pasti, ya. Enak banget."
Zahra tersenyum kecil. "Iya bang, semoga cocok di lidah."
Suasana sejenak hening, hanya terdengar suara sendok kecil yang Zahra letakkan di cangkir terakhir. Samudera berdiri, meneguk tehnya sedikit, lalu berjalan ke jendela yang menghadap ke halaman kecil rumah itu.
Yanuar menatap dua pasangan itu bergantian. Ia merasa ada jarak tipis tapi nyata di antara mereka. "kayaknya suasana mereka lagi nggak bagus, apa aku pergi dulu ya. iya pergi dulu kayaknya lebih baik, nanti balik kesini" putus Yanuar dalam hatinya.
"Bang, kalau tidak ada tugas lagi, saya pamit dulu, ya. Mau mampir ke pos bentar," ucap Yanuar, memecah suasana. Dia akhirnya memutuskan untuk pergi sebentar karena menurutnya kecanggungan di antara Samudera dan Zahra harus di hilangkan.
Samudera mengangguk tanpa menoleh. "Iya, hati-hati di jalan."
Zahra pun mengantar Yanuar sampai ke pintu. "Makasih ya bang sudah jemput kami."
"Sama-sama mbak Zahra. Kalau butuh apa-apa, kabari saja ya," balas Yanuar ramah sebelum melangkah pergi.
Setelah pintu tertutup, Zahra kembali berdiri di ruang tamu. Samudera masih di dekat jendela, diam, memandangi luar seolah mencari jawaban dari kekusutan hatinya sendiri.
......................