Sungguh berat beban hidup yang di jalani Sri Qonita, karena harus membesarkan anak tanpa suami. Ia tidak menyangka, suaminya yang bernama Widodo pamit ingin mencari kerja tetapi tidak pernah pulang. Selama 5 tahun Sri jatuh bangun untuk membesarkan anaknya. Hingga suatu ketika, Sri tidak sanggup lagi hidup di desa karena kerja kerasnya semakin tidak cukup untuk biaya hidup. Sri memutuskan mengajak anaknya bekerja di Jakarta.
Namun, betapa hancur berkeping-keping hati Sri ketika bekerja di salah satu rumah seorang pengusaha. Pengusaha tersebut adalah suaminya sendiri. Widodo suami yang ia tunggu-tunggu sudah menikah lagi bahkan sudah mempunyai anak.
"Kamu tega Mas membiarkan darah dagingmu kelaparan selama 5 tahun, tapi kamu menggait wanita kaya demi kebahagiaan kamu sendiri"
"Bukan begitu Sri, maafkan aku"
Nahlo, apa alasan Widodo sampai menikah lagi? Apakah yang akan terjadi dengan rumah tangga mereka? Kita ikuti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Saat sedang ribut-ribut, setap suruhan Pras pun tiba. "Ada apa ini?" Setap menyuruh dua orang itu agar segera membawa makanan ke dapur karena sebentar lagi restoran akan dibuka.
"Tidak bisa, saya yang melarang makanan dari luar masuk restoran ini" Belinda beralasan jika ada makanan yang tidak sehat maka restoran ini yang akan kena dampak.
"Kami hanya menjalankan tugas Non" setap itu menatap wanita yang tak lain adalah Belinda, ia yakin jika pacar bos nya mencari-cari kesalahan anak buah. "Jika Nona ingin protes temui saja bos Prasetyo" pungkas setap lalu minta dua orang itu melanjutkan pekerjaannya.
"Awas kalian semua, karena sudah membangkang perintah saya" Belinda pun pergi ke lantai dua.
Dia dorong pintu ruangan Prasetyo dengan kasar, pemilik restoran yang sedang sibuk di depan komputer pun mengangkat kepala. "Ada apa Bel, kalau mau masuk itu ketuk pintu dulu" ucap Pras mencoba untuk tenang walaupun tahu tatapan sang kekasih sedang tidak bersahabat.
"Jadi kamu menjual lontong sayur milik janda itu di restoran ini Pras?" Tanya Belinda dengan wajah merah padam lalu duduk tanpa disuruh.
"Iya, dengan menambah menu sarapan tradisional itu, restoran ini akan tambah ramai" Prasetyo selama ini hanya menjual masakan yang tidak bersahabat dengan kantong kelas bawah, ia yakin masuknya dua menu tersebut masyarakat sekitar pun akan masuk ke restoran miliknya.
"Tapi bukan lantas memasukkan masakan janda itu kan Pras" Belinda membentak lalu berdiri.
"Memangnya kenapa Bel, jangan sangkut pautkan urusan pribadi dengan bisnis" Pras yang selama ini hanya mengalah pun berteriak karena Belinda terkesan tidak suka dengan penjualnya bukan dengan makanan tersebut.
"Baiklah, aku tidak akan ikut campur, tapi jika terjadi apa-apa karena kamu sudah memasukkan makanan dari luar ke restoran ini tanggung sendiri akibatnya" Belinda pun meninggalkan ruang kerja Pras dengan hati panas.
Di lantai satu, seorang pria masuk restoran tersebut dengan wajah yang tidak semangat. Karena biasanya jika pagi seperti ini sarapan bersama keluarga. Namun, setelah rumah tangganya tidak lagi hangat terpaksa setiap pagi, dan siang makan di luar seorang diri.
Pria itu memesan nasi uduk komplit dengan segelas kopi.
"Papa..." tiba-tiba saja Ara berlari ke arahnya.
"Ara, kamu tidak sekolah sayang..." Widodo senang sekali lalu melirik Sally yang berjalan di belakang Ara.
"Ara kan sudah pulang Pa" Ara menceritakan jika pagi ini hanya ambil rapot.
"Makanya ikuti perkembangan anak sendiri, jangan anak orang saja yang Mas pikirkan" sindir Sally ketus walaupun bicaranya pelan.
"Sudahlah Sally jangan mulai, kalian mau pesan apa?" Widodo mendekatkan buku menu.
Sally memesan lontong sayur, kemudian Ara memesan ayam goreng dan nasi uduk yang sebenarnya belum pernah ia makan.
"Berarti senin besok Ara sudah libur, sayang..."
"Iya, liburan dua minggu Pa, iya kan Ma" Ara menoleh sang mama yang sedang membalas pesan Belinda yang tengah curhat.
Sally hanya mengangguk lalu menutup chat Belinda 'nanti kita lanjutkan, sekarang aku sarapan dulu' begitulah Sally menutup hape.
"Sally, kalau gitu liburan ini kita jalan-jalan lagi ya" Widodo berusaha mencairkan hati istrinya yang sudah tiga bulan membatu.
"Kemana?" Pada akhirnya Sally menanggapi.
"Kamu yang tentukan Sal, aku ikut saja" Widodo berharap liburan ini mampu menyatukan keluarga mereka.
"Bagaimana kalau sekali-kali kita keluar negeri, Mas?" Wajah Sally sudah tidak merengut lagi.
"Siap istriku..." Widodo menoel hidung mancung istrinya itu.
"Hait, jangan senang dulu Mas, jika kamu ingin maaf dariku, aku ada satu syarat yang harus Mas penuhi" Sally menyingkirkan tangan Widodo dari hidungnya.
"Apa itu Sally?" Widodo bersemangat.
"Segera ceraikan Sri" Sally tidak mau dibantah.
"Masalah itu kamu tenang saja Sal, aku sudah menyuruh kuasa hukum untuk mengurus surat cerai" Widodo benar-benar memilih Sally daripada Sri.
"Gitu dong" Sally tersenyum lega
"Kita mau jalan-jalan Pa, Ma?" Ara yang mendengar obrolan papa dan mamanya pun nimbrung. Bagusnya Ara hanya fokus pada jalan-jalan tidak mendengar masalah lainya.
"Benar sayang..." pungkas Sally, pesanan pun datang akhirnya mereka sarapan bersama.
"Kok nasi uduk ini seperti masakan Sri ya" batin Widodo ketika suapan pertama. Mulut Widodo boleh berkata akan membuang Sri dari hidupnya, tapi nyatanya separuh hatinya masih terisi oleh Sri. Namun, ia lanjutkan makan dengan lahap agar Sally tidak curiga jika ia sedang memikirkan Sri.
'Aku ke toilet sebentar" kata Sally setelah selesai sarapan.
"Aku ikut Ma, mau pipis" Ara dituntun Sally ke toilet.
Sementara Widodo menyeruput kopi yang belum ia minum sama sekali.
"Selamat pagi Pak Widodo" ucap pria tampan dan masih muda ketika melewati meja Widodo.
"Selamat pagi Pras, mau kemana?" Tanya Widodo lalu menyuruh pemilik restoran itu duduk.
"Mau ada urusan sebentar Pak, dilanjut sarapannya" Pras hendak keluar restoran.
"Tunggu sebentar Pras, kalau saya boleh tahu menu nasi uduk di restoran ini siapa yang memasak?" Selidik Widodo.
"Maaf sebelumnya nasi uduk nya tidak enak ya Pak" Pras khawatir masakan Sri berubah.
"Oh tidak, justru enak sekali" Widodo beralasan jika sewaktu-waktu membutuhkan makanan tersebut berjumlah besar akan memesan di restoran ini.
"Khusus nasi uduk dan lontong sayur ini saya pesan dari tetangga saya, Pak" Prasetyo mengatakan selain masakanya enak juga ingin membantu seorang ibu muda yang menghidupi anaknya seorang diri.
Widodo manggut-manggut. "Jangan-jangan wanita itu Sri, aku akan selidiki" batin Widodo.
"Kalau gitu saya permisi Pak" Prasetyo pun berjalan menuju mobilnya. Lebih baik dia pulang, di kantor pun sudah tidak ada konsentrasi bekerja.
Dalam perjalanan handphone terus berdering, siapa lagi jika bukan Belinda. Awalnya ia diamkan saja, karena biasanya Belinda akan melanjutkan marah-marah. Namun, handphone tersebut terus bergetar, Pras terpaksa mengangkatnya.
"Ada apa Bel, aku sedang di jalan ini"
"Telepon dari tadi tidak diangkat, kamu sengaja menghindari aku kan?" Belinda membentak telinga Pras terasa penuh lalu mematikan handphone sepihak.
Pras melanjutkan mobilnya ketika melewati kontrakan Sri ia berhenti. "Assalamualaikum..." ucapnya.
Terdengar jawaban salam anak kecil dari dalam, tidak lama kemudian pintu terbuka. "Om Prasetyo" Laras salim tangan pria itu.
"Anak pintar, mana Bunda kamu"
"Ada Om, lagi cuci baju. Sebentar Laras panggil" Laras berlari ke dalam tidak lama kemudian kembali bersama Sri.
"Duduk Mas" Sri menatap Pras yang masih berdiri kepanasan.
"Tidak usah Mbak, saya hanya sebentar" Pras mengatakan jika masakannya pagi ini habis cepat lalu memesan untuk besok.
"Alhamdulillah terima kasih Mas"
"Kalau gitu saya minta nomor handphone Mbak Sri boleh tidak?" Prasetyo ingin memudahkan untuk pemesanan berikutnya agar tidak usah datang kemari.
"Maaf Mas, saya belum punya hape" Sri tersenyum malu. Sebenarnya ia sekarang ini bisa jika hanya membeli benda itu, tapi saat ini sedang mengumpulkan uang untuk mengurus surat cerai.
"Mbak, maaf kalau saya tidak sopan, kalau saya kasih hape second tapi masih bisa dipakai mau tidak?" Prasetyo bertanya hati-hati khawatir menyinggung. Bisa saja Pras membelikan Sri handphone baru, tapi masalahnya jika sampai Belinda tahu tentu menimbulkan masalah baru.
Sri hanya tersenyum saja, andai ia mau dan ketahuan Belinda tentu akan menuduh Sri yang tidak-tidak. "Saya pikirkan dulu ya, Mas" Sri menolak secara halus.
Pras hanya mengangguk kemudian pulang, rumah-rumah besar dan mewah di seberang jalan perkampungan itu, salah satunya milik Pras.
"Kok tumben pagi-pagi sudah pulang Pras? Kenapa, ribut sama Belinda lagi?" Cecar wanita paruh waktu yang menyambut kedatangan Pras.
...~Bersambung~...
udh blik aj ma bini mu kng dodol dn coba bgun bisnis mu yg lain stlh sukses bhgiain larass ank mu....
mknya cuss krja bikin kmu sukses dn bhgiain laras....doll...
sekarang baru merasakan widodo, dulu kemana hati nuranimu menelantarkan sri n laras anak kandungmu