Sabila. seorang menantu yang acap kali menerima kekerasan dan penghinaan dari keluarga suaminya.
Selalu dihina miskin dan kampungan. mereka tidak tau, selama ini Sabila menutupi jati dirinya.
Hingga Sabila menjadi korban pelecehan karena adik iparnya, bahkan suaminya pun menyalahkannya karena tidak bisa menjaga diri. Hingga keluar kara talak dari mulut Hendra suami sabila.
yuk,, simak lanjutan ceritanya.
dukungan kalian adalah pemacu semangat author dalam berkarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deanpanca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
"Berani kalian menyakiti Sabila, ku pastikan kalian tidak akan melihat matahari besok pagi." Katanya datar.
Preman kampung itu tidak ada yang berani menyerang, Sabila. Suara yang mereka dengar cukup membuat nyali menciut, bahkan Bu Wati dan Riska saling berpelukan.
"Kalian seperti b*nci, hanya berani melawan wanita sampai keroyokan. Kalian harus merasakan tinggal dibalik jeruji besi." Menatap preman-preman kampung itu.
"Ampun Tuan, kami hanya disuruh! Kami tidak bermaksud menyakiti, Mbak Sabila." Kata seorang preman yang sepertinya dia adalah pimpinan mereka."Awalnya kami hanya diminta untuk menggertak saja, tapi nyatanya Ibu ini meminta kami melukainya kalau tidak mereka tidak akan menyerahkan sisa uang pembayaran." Katanya menunjuk Bu Wati.
Bu Wati membulatkan matanya, tak percaya kalau kejahatannya cepat sekali terungkap. "Ja jangan fitnah kamu, saya cuma suruh kamu menakuti Sabila agar dia mau menandatangani surat cerai tidak lebih." Bu Wati berusaha membela diri, di depan lelaki itu dia merasakan takut dan tak berani melawan.
"Jadi anda mengakui, kalau mereka semua orang suruhan anda?" Tanya Ervan. Yah orang yang datang adalah Ervan dan dia tidak datang sendiri, Nico ikut serta bersama beberapa anggotanya.
Bu Wati merasa terpojok dengan aura Ervan, "I Iya!" Satu kata yang terucap membuat semua orang yang mendengar dan melihat kejadian itu syok.
Ervan menunjukkan seringai jahat. "Nico! Apa sudah kau rekam?" Kata Ervan datar.
"Sudah Tuan!"
"Laporkan kedua wanita ini ke polisi, jadikan semua preman ini saksi. Itu kalau mereka masih mau menghirup udara bebas. "Kata Ervan tanpa ampun.
"Siapa kamu? Beraninya melaporkan kami. Kami ini keluarga, Sabila. Aku ibu mertuanya dan ini Kakak iparnya, kamu yang orang luar tidak berhak ikut campur."
Ervan melirik Nico sekilas. Nico yang paham maju selangkah dan mulai menjelaskan. "Secara agama Nyo.. Nona Sabila sudah bercerai dari anak anda." Nico hampir salah ucap, yang membuat Ervan menatapnya dingin. "Mereka hanya menunggu proses sidang. Barusan anda meminta Nona Sabila menandatangani surat cerai. Apa itu belum cukup, menyatakan bahwa anda bukanlah keluarganya lagi." Jelas Nico menatap tajam kedua wanita siluman itu.
Bu Wati dan Riska tidak bisa berkutik, mereka tidak mengenal orang yang ada dihadapannya tapi seolah-olah mereka tahu semua kejahatannya.
Ervan yang tidak suka bersinggungan dengan hal-hal kecil seperti ini merasa bosan. "Nico, urus masalah disini, jangan lupa laporkan mereka berdua. Aku harus segera kembali ke kantor, hari ini ada rapat penting." Ervan menatap Sabila, rasa iba memenuhi hatinya. "Sabila! Segera kemasi barang-barang mu, Nico akan mengantarmu keluar dari neraka ini." Katanya dan tak ingin menunggu jawaban Sabila dia melengos pergi.
"Siapa laki-laki itu? Apa selingkuhan, Bila? Liat saja nanti, ternyata dia dengan senang hati meninggalkan Hendra karena dia sudah jadi simpanan lelaki kaya. Gumam Risma dalam hati, dengan tatapan benci yang dia layangkan pada Sabila.
"Nona! Apa perlu kami bantu mengemasi barang-barang anda?" Tanya Nico memecah keheningan.
Bila yang sudah pernah berinteraksi dengan Nico, tidak merasa canggung dalam berkomunikasi.
"Tidak perlu, Tuan. Saya sudah hampir selesai, Anda tunggulah sebentar." Kata Bila sembari menatap Bu Wati dan Riska yang terlihat takut dan kebingungan.
"Ibu sudah mengatai ku mandul tanpa bukti. Apa ibu tidak sadar, sedang menyinggung Mbak Riska? Sudah hampir 7 tahun dia menikah, tapi tidak memberikan seorang cucu pun ke Ibu." Katanya penuh penekanan.
"Ibu lihat antara Winda dan Risma, siapa yang akan memberi hadiah besar terlebih dahulu ke keluarga ibu. Harusnya sebelum kata-kata menyakitkan itu keluar dari mulut, lebih baik dipikir dua kali." Sabila berjalan meninggalkan Bu Wati dan Riska disana.
Sekitar 10 menit Sabila sudah mengepak semua barangnya. Saat dia keluar kamar bersama Bu Ratih, polisi juga tiba.
"Selamat pagi, Pak Nico." Ucap komandan polisi mengulurkan tangannya.
Nico menyambut tangan polisi itu sembari mengangguk, "Pagi, Pak! Mereka berdua orang yang saya laporkan barusan, saya tidak ingin ada jaminan untuk membebaskan mereka. Mereka harus menunggu hasil sidang." Tegas Nico membuat harapan terakhir Riska pupus. Dia ingin mengandalkan uang suaminya untuk membebaskan dirinya dan Bu Wati.
Riska terkulai lemah, dia terduduk dilantai dingin kontrakan Sabila. Apa dia menyesal? Yah dia menyesal tapi rasa bencinya kepada Sabila semakin besar.
Bu Wati tidak bisa berkata-kata, dia pasrah dibawa polisi. "Bila, kamu pasti akan menyesal." Gumamnya dalam hati.
Nico membantu Sabila membawa barang-barangnya, dia pikir Sabila akan membawa lebih dari 5 tas ternyata hanya 2 tas itupun tidak terlalu besar. "Apa hanya ini barang anda, Nona?" Nico meraih tas yang ada di lantai. "Ya, hanya itu barang ku." Kata Sabila kemudian dia pamit kepada Bu Ratih.
Semua orang menatap kagum pada Sabila yang dijemput dengan mobil mewah. Akhirnya dia pergi meninggalkan keluarga yang tak pernah menganggapnya.
"Aku akan bahagia, ku pastikan itu. Aku akan memulai jalan hidupku yang baru." Gumam Sabila dalam hati, dia menatap keluar jendela.
"Nona apakah anda punya rencana ke depannya?" Tanya Nico memecah keheningan diantara mereka.
Sabila terdiam sejenak, "Aku akan kembali bekerja. Apa Tuan punya rekomendasi perusahaan? Sebelumnya aku seorang sekretaris." Jawab Sabila antusias. "Tapi aku tidak mungkin melamar kembali di tempat kerjaku sebelumnya." Kata Sabila lirih yang masih bisa didengar Nico.
Nico tidak ingin bertanya lebih jauh, dia hanya akan menyarankan satu tempat. "Sepertinya ada, tapi aku akan bertanya terlebih dahulu disana membutuhkan bagian apa! Setelahnya aku akan menghubungi anda." Kata Nico yang mulai memasuki pekarangan rumah sederhana tapi terkesan mewah.
"Silahkan, Nona!" Nico membukakan pintu mobil untuk Sabila. "Mm ini rumah siapa, Tuan?" Tanya Sabila.
Nico berbalik melihat bangunan rumah kemudian kembali melihat Sabila, "Untuk sementara anda akan tinggal disini. Ini lebih aman daripada anda tinggal ditempat lain, kemungkinan mantan suami anda dan keluarganya akan mencari anda." Terang Nico.
"Tinggal disini! Apa aku mimpi? Sudah lah, hanya untuk sementara. "Gumam Sabila dalam hati.
"Baiklah! Terimakasih sekali lagi." Kata Sabila sedikit menundukkan kepalanya.
Saat Nico hendak berbalik, Sabila memanggilnya kembali.
"Tuan!" Ucapnya membuat Nico kembali menoleh padanya. "Sampaikan terimakasih ku pada teman anda tadi." Sabila menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Nico menjawabnya dengan senyuman dan anggukan. kemudian segera pergi dari sana.
semangat
dari awal baca sampai di bab ini aku perhatikan tulisannya tuh selalu rapih dan nikmat di baca.
nggak bikin bosan.
pertahankan thor
Hendra juga
kamunya aja yang nggak punya pendirian. cuma manut manuut aja.