NovelToon NovelToon
TANGAN IBLIS HATI MALAIKAT

TANGAN IBLIS HATI MALAIKAT

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Balas Dendam / Raja Tentara/Dewa Perang / Ahli Bela Diri Kuno
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Dhamar Sewu

Jiang Hao adalah pendekar jenius yang memiliki tangan kanan beracun yang bisa menghancurkan lawan hanya dengan satu sentuhan. Setelah dihianati oleh sektenya sendiri, ia kehilangan segalanya dan dianggap sebagai iblis oleh dunia persilatan. Dalam kejatuhannya, ia bertemu seorang gadis buta yang melihat kebaikan dalam dirinya dan mengajarkan arti belas kasih. Namun, musuh-musuh lamanya tidak akan membiarkannya hidup damai. Jiang Hao pun harus memilih: apakah ia akan menjadi iblis yang menghancurkan dunia persilatan atau pahlawan yang menyelamatkannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhamar Sewu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Takhta Dunia yang Baru

Kabut tipis turun perlahan menyelimuti Gunung Langit Kelima yang kini hancur seperti reruntuhan peradaban purba. Sekte Langit Petir tinggal puing, namun bukan hanya karena pertempuran—melainkan karena perubahan besar yang mengguncang keseimbangan alam.

Di tengah reruntuhan itu, Jiang Hao berdiri tegak, tubuhnya masih memancarkan aura perak dan hitam. Ying’er di sisinya, meski lemah, kini telah kembali menjadi dirinya yang utuh—tidak lagi hanya seorang pewaris roh, tapi penjaga baru antara dua dunia.

Puluhan murid muda yang selamat berkerumun di kejauhan, wajah mereka penuh campuran takut dan harapan.

“Apakah… kita harus bersujud pada mereka?” bisik salah satu murid.

“Dia menghancurkan sekte ini… tapi dia juga menyelamatkan dunia jiwa dari kehancuran,” jawab yang lain lirih.

Jiang Hao mendengar bisikan mereka, tapi tidak menoleh. Ia menatap langit, lalu menatap reruntuhan aula utama sekte. Ingatannya melayang—tempat ini dulunya adalah rumah. Tempat dia berlatih, dihina, dipukul, tapi juga bertumbuh.

Kini tak ada lagi yang tersisa.

Kecuali Ying’er.

“Apa yang akan kita lakukan sekarang?” tanya Ying’er pelan.

Jiang Hao menatap lurus ke depan. “Kita membangun ulang. Tapi bukan sekte. Dunia ini butuh tempat baru. Tempat bagi mereka yang ditolak, dikhianati, diasingkan. Aku akan bangun sesuatu yang tak tunduk pada langit ataupun neraka.”

Ying’er tersenyum. “Kau ingin jadi dewa?”

Jiang Hao menggeleng. “Aku akan menjadi takhta itu sendiri.”

---

Berbulan-bulan berlalu.

Di atas reruntuhan Gunung Langit Kelima, terbentuk sebuah tempat baru yang disebut Sanctum Jiwa. Bukan sekte, bukan kerajaan, bukan kuil—melainkan tempat netral di mana para manusia dan roh bisa belajar bersama tanpa batasan darah atau asal.

Jiang Hao dikenal dengan banyak nama: Penjaga Dua Dunia, Pendosa Ilahi, bahkan Pemilik Takhta Baru.

Tapi dia hanya menyebut dirinya satu: Jiang Hao.

Ying’er, yang kini kekuatannya lebih stabil, menjadi penjaga gerbang antara dunia roh dan dunia manusia. Tak seorang pun bisa melewati dimensi itu tanpa seizin dia. Bahkan roh tua pun kini tunduk di hadapannya.

Namun kedamaian itu tidak bertahan lama.

Suatu malam, langit kembali bergemuruh. Bukan karena gerbang yang terbuka, tapi karena sesuatu yang jauh lebih tua… dan lebih jahat.

Di kejauhan, muncul sebuah meteor hitam yang menghantam Laut Roh. Darinya muncul sebuah istana hitam mengambang, dan di puncaknya berdiri sosok asing dengan jubah merah darah dan mata berwarna ungu menyala.

“Jiang Hao…” katanya lirih. “Aku telah mencarimu selama seribu tahun… akhirnya, kita akan menuntaskan perjanjian darah itu.”

Ying’er merasakan sesuatu menggerogoti jiwanya. Ia memegang dada dan mundur, wajahnya pucat.

“Aku mengenal kekuatan itu…”

Jiang Hao melangkah maju, menatap sosok di puncak istana langit.

“Itu bukan dari dunia ini,” katanya tegas. “Itu dari luar… dari dimensi yang bahkan roh pun tak kenal.”

Dan di sanalah, sebuah babak baru akan dimulai.

Bukan lagi tentang sekte, bukan tentang pembalasan dendam, tapi tentang dunia—dan kehendak jiwanya yang akan menentukan siapa yang layak duduk di atas Takhta Dunia yang Baru.

Langit di atas Sanctum Jiwa menjadi merah gelap. Awan berputar seperti pusaran raksasa, dan kilat ungu menyambar di antara kabut yang tebal. Semua penghuni tempat suci itu berhenti beraktivitas. Mereka menatap langit dengan ngeri.

Dari balik pusaran itu, istana hitam mengambang terus turun, diselimuti aura hitam kehijauan yang menggeliat seperti makhluk hidup. Di puncaknya berdiri seorang pria tinggi berjubah merah darah, rambutnya panjang dan keperakan, wajahnya tidak menunjukkan usia—bisa saja dia berusia seribu atau sepuluh ribu tahun. Tapi matanya… mata itu menyala dengan cahaya ungu seperti bara abadi.

“Dia bukan manusia,” gumam Ying’er pelan, tubuhnya gemetar. “Bahkan bukan roh…”

Jiang Hao melangkah maju. Aura tangan kanannya menyala. Tapi tidak seperti biasanya, cahaya hijau yang biasanya tenang kini bergerak liar, seperti ketakutan.

Pria berjubah merah itu tersenyum.

“Aku senang kau masih hidup, Jiang Hao. Artinya perjanjianku belum rusak. Dunia ini belum runtuh sebelum waktunya.”

Jiang Hao menyipitkan mata. “Siapa kau sebenarnya?”

“Namaku tidak penting,” jawabnya. “Tapi jika kau ingin nama, orang-orang dahulu memanggilku Mu Lei, Pengikat Darah Pertama. Aku berasal dari zaman sebelum roh terbentuk… sebelum hukum alam ditulis ulang. Dan aku… adalah pemilik tangan kananmu.”

Ying’er terkejut. “Apa?!”

Jiang Hao mengangkat tangan kanannya perlahan. Cahaya hijau itu meronta seperti berusaha kabur.

“Kau bohong. Tangan ini… kubentuk dari ajian terlarang. Dari pengorbanan.”

Mu Lei tertawa lirih. “Itulah yang mereka biarkan kau percayai. Tapi itu hanya bagian kecil dari perjanjian besar yang pernah kau buat… saat kau masih jiwa tak berbentuk, Jiang Hao.”

Tiba-tiba, langit berubah lagi. Ribuan simbol kuno muncul di langit, membentuk lingkaran sihir raksasa. Simbol-simbol itu bergetar, menciptakan suara-suara asing yang hanya bisa didengar oleh jiwa, bukan telinga.

Seketika, Jiang Hao merasakan sakit luar biasa. Lututnya bergetar. Tangan kanannya berdenyut hebat, seperti hendak meledak dari dalam.

Ying’er menahan tubuhnya. “Jiang Hao, apa yang dia maksud? Kau membuat perjanjian sebelum dilahirkan?”

Jiang Hao terengah. “Aku tidak tahu… aku bahkan tak ingat hidup sebelumnya…”

Mu Lei melangkah turun dari istana hitam itu, menginjak udara seperti tanah. Setiap langkahnya membuat alam bergidik.

“Karena perjanjian itu tidak dibuat oleh tubuhmu… tapi oleh jiwamu. Kau menandatangani kontrak untuk menjadi penjaga dunia ini, membayar dengan separuh jiwamu. Dan aku… adalah penagih utangnya.”

Jiang Hao berdiri lagi, meski tubuhnya terasa seperti terbakar dari dalam.

“Aku takkan menyerah hanya karena masa laluku berdarah,” desisnya. “Jika separuh jiwaku harus kubakar untuk menghentikanmu, maka biarlah begitu.”

Mu Lei tertawa kecil. “Itu yang kutunggu… kehancuranmu sendiri akan menjadi bahan bakar lahirnya dunia baru. Dunia yang kuatur. Dan Ying’er… dia akan menjadi pintu gerbangnya.”

Wajah Ying’er berubah pucat. “Aku? Mengapa aku?”

“Karena kau adalah penjaga batas dunia. Tapi jika kau dipaksa membuka gerbangnya dengan jiwamu, maka tak ada lagi yang bisa menghentikan arwah purba keluar masuk sesuka hati.”

Tiba-tiba, Mu Lei melemparkan sebutir kristal darah ke arah Ying’er.

Jiang Hao melompat, menangkis kristal itu dengan tangan kanannya. Tapi saat kristal itu pecah, ledakan suara terdengar dari langit. Sebuah gerbang berwarna ungu muncul di udara, perlahan membuka seperti kelopak bunga.

Dan dari dalam gerbang itu, satu per satu, arwah kuno mulai merayap keluar. Beberapa memiliki wajah manusia, tapi tubuh binatang. Beberapa tanpa wajah, hanya lubang kosong dengan tawa mengerikan.

“Aku harus menutup gerbang itu!” teriak Ying’er.

“Tunggu!” Jiang Hao menahan. “Kau bisa mati kalau pakai jiwamu paksa!”

“Aku tidak peduli! Aku bukan hanya penjaga gerbang—aku penjaga harapan mereka semua!”

Ying’er berdiri di bawah gerbang, lalu memetik kecapinya. Nada pertama mengalun, menyentuh dimensi terdalam. Roh-roh kuno terdiam, terhipnotis. Tapi Mu Lei tersenyum bangga.

“Kau bahkan tidak sadar… dengan memainkannya, kau justru menguatkan kontrak itu.”

Jiang Hao menyadari satu hal—untuk mengakhiri perjanjian, dia harus memutus hubungan dengan tangan kanan iblisnya, meskipun itu berarti kehilangan kekuatan utama yang selama ini menyelamatkannya.

Ia melihat Ying’er, tubuhnya bergetar karena kekuatan melodi yang dipaksa keluar.

Jiang Hao menggertakkan gigi… dan akhirnya berkata,

“Jika harus memilih… maka aku lebih rela kehilangan kekuatan… daripada kehilanganmu.”

Ia mengangkat pedangnya ke tangan kanan—dan bersiap menebasnya sendiri.

1
Daryus Effendi
pegunungan menjulang tinggi dan di tutupi kabut yg tebal
nyala lampu sedikit mmenerangi di dalam gua gunung berkabut.novel apa puisi.hhhhh
Dhamar Sewu: wkwk, 🙈. Maaf, bos. Untuk tambahan jumlah kata, masukan diterima 😁
total 1 replies
spooky836
sampai bila2 pun penulis dari cerita plagiat ni,tak mampu nak teruskan. cerita ini tamat di sini. kerana mc otak kosong. cerita hasil plagiat. benar2 bodoh dn sampah.
spooky836: baguslah. jangan sampai mampus di bab 26 tu. banyak dh karya lain terbengkalai macam tu je.
Dhamar Sewu: Plagiat di mana, kak? Karya siapa?
Cerita ini masih bersambung 😁oke.
total 2 replies
Abah'e Rama
lanjut 💪💪
Dhamar Sewu: Semoga suka, kak. Siap 💪🔥
total 1 replies
Zainal Tyre
coba simak dulu ya
Dhamar Sewu: Semoga suka, bos!
total 1 replies
Suki
Terinspirasi
Dhamar Sewu: Semangat, Kak 💪 hehe 😊
total 1 replies
PanGod
mantap bang. jangan lupa mampir juga ya bang🙏🏻
Dhamar Sewu: Siap, Kak. Terimakasih sudah berkunjung. Nanti setelah download aplikasinya, masih bingung ini 😁.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!