Setelah tau jika dia bukan putri kandung Varen Andreas, Lea Amara tidak merasa kecewa maupun sedih. Akan tetapi sebaliknya, dia justru bahagia karena dengan begitu tidak ada penghalang untuk dia bisa memilikinya lebih dari sekedar seorang ayah.
Perasaannya mungkin dianggap tak wajar karena mencintai sosok pria yang telah merawatnya dari bayi, dan membesarkan nya dengan segenap kasih sayang. Tapi itu lah kenyataan yang tak bisa dielak. Dia mencintainya tanpa syarat, tanpa mengenal usia, waktu, maupun statusnya sebagai seorang anak.
Mampukah Lea menaklukan hati Varen Andreas yang membeku dan menolak keras cintanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Annami Shavian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MCD 18
Selly geleng-geleng dengan wajah terkejut mendengar kata-kata Varen yang meminta dirinya untuk pulang begitu saja.
"Tunggu, Varen !" Selly segera menahan tangan Varen ketika pria itu hendak beranjak dari tempat.
"Please jangan pergi dulu. Banyak hal yang belum aku sampaikan pada mu. Aku mohon !!" pinta Selly dengan raut wajah memelas.
Varen melihat pada tangan yang dipegang Selly, lalu meminta Selly untuk melepasnya dengan intonasi pelan namun penuh penekanan." Tolong lepaskan tangan anda dari tangan saya, nyonya."
Deg
Mulut Selly menganga tanpa bisa berkata-kata akibat lidahnya mendadak kelu.
Ditengah kediaman Selly, Varen melepaskan tangannya dari genggaman Selly. Dia berkata," maaf. Tampaknya pertemuan ini sebuah kesalahan dan tidak semestinya terjadi. Tapi sepertinya ini kesalahan asisten saya sepenuhnya. Saya minta maaf atas nama asisten saya, karena bukan anda yang harusnya saya temui tapi wanita lain. Selamat tinggal nyonya." Selanjutnya, Varen bergegas pergi tanpa mempedulikan selly.
Selly mematung. Otaknya mencoba mencerna kata-kata Varen barusan. Apa katanya? pertemuan mereka sebuah kesalahan? dan mestinya bukan dia yang ditemuinya melainkan wanita lain. Bagaimana mungkin Rey salah. Tidak mungkin anak itu membohonginya. Ini pasti hanya alasan Varen saja untuk menghindar darinya. Tapi kenapa? Kenapa dia menghindar? bukan kah pertemuan ini dia yang menginginkan nya lebih dulu? karena kata Rey, Varen sedang mencari seorang kekasih yang tepat.
Selly sempat percaya diri jika Varen pasti masih mencintainya dan menginginkan nya. Buktinya, Varen meminta pertemuan ini di adakan meski pernah gagal dua kali dengan alasan waktu.
Tapi kenapa sikap Varen begitu dingin bahkan seperti tak mengenalnya. Bukan kah dulu dia pernah sangat mencintainya? Apakah Varen benar-benar sudah melupakan nya? Selly mengusap air matanya yang meluncur tanpa terasa.
Dia sungguh menyesal karena dulu pernah meninggalkan Varen. Andai dia bisa sedikit lebih bersabar, dia pasti akan menjadi wanita yang paling bahagia di dunia. Tanpa harus menjadi pelakor dalam rumah tangga orang lain, lalu menjadi janda dan menjual diri demi bertahan hidup di negara asing.
'Tidak. Aku tidak boleh menyerah. Aku yakin Varen pasti masih mencintai ku. Dia hanya sedang kecewa saja padaku. Bagaimana pun caranya aku harus bisa memiliki dia kembali' tekad selly dalam hati.
Lea tiba di kafe Victoria. Setelah membayar ongkos pada taxi online, dia bergegas masuk dan celingukan mencari keberadaan Varen.
Deg
Lea seketika membeku di tempat. Dadanya bergemuruh melihat pemandangan yang sangat tak diinginkan nya. Dari balik kaca, Lea melihat Varen sedang bersama dengan seorang wanita. Mereka duduk di meja paling pojok yang menghadap ke lautan.
Gaun merah? Ya tak salah lagi. Sesuai dengan isi chat Varen yang nyasar ke ponselnya. Dia berkencan dengan wanita bergaun merah yang tak terlihat bagaimana rupa wajahnya karena duduk dengan posisi memunggungi.
Cemburu? tentu saja Lea sangat cemburu. Bagaimana mungkin dia tak cemburu melihat pria yang dicintainya sedang bersama wanita lain.
Secantik apa sih wanita itu? sampai Varen pergi diam-diam demi bertemu dengannya. Ini tidak bisa dibiarkan. Dia harus segera mengacaukan acara kencan mereka pikir licik Lea.
Tapi saat hendak mendekati mereka, Lea tak sengaja menginjak kaki seorang pria muda yang sedang ngobrol bersama satu orang temannya.
"Aww.."
Lea sontak menyingkir mendengar jeritan kecil pria tersebut.
"Maaf. Saya tidak sengaja," sesal Lea pada pria yang saat ini membungkukkan setengah badan memeriksa kaki nya yang terinjak Lea.
Pria itu kembali duduk tegak dan diam menatap Lea tanpa kedip. Begitu pun dengan temannya. Entah apa yang mereka pikirkan tentangnya. Namun, Lea bisa mendengar gumaman lirih salah satunya mengatakan jika dirinya 'cantik sekali'.
Lea menunduk senyum. Tapi bukan karena tersipu malu atau senang di puji lelaki itu, melainkan dia senang karena merasa telah berhasil membuat penampilannya terlihat mengagumkan di mata lelaki. Jika dua pria ini saja mengangumi kecantikannya, berarti Varen juga akan mengaguminya seperti dua pria ini pikir Lea.
Tentu saja Lea tak ingin kalah dari teman kencang Varen yang dalam bayangannya pasti sangat se xi dengan gaun merah nya.
Dan benar saja dugaannya. Wanita itu tampak se xi meski hanya terlihat dari belakang.
Jika teman kencang Varen menggunakan dress panjang warna merah dengan belahan lebar hingga pa ha, Lea justru sebaliknya. Dia menggunakan dress pendek warna putih gading. Pa ha jenjang dan setengah dadanya terekspose sempurna.
Satu-satunya dress yang Lea miliki dan belum pernah dipakai sebelumnya. Setelah ini Lea berpikir, dia harus mengoleksi lebih banyak dress, dan mengurangi menggunakan pakaian yang membuatnya terlihat tomboy. Dan mulai saat ini, dia berjanji akan berpenampilan feminim seperti selera Varen.
"Tidak apa apa nona. Tidak sakit kok. Saya hanya terkejut saja," ujar pria itu dengan ramah.
Kemudian, kedua pria itu berdiri. Satu diantaranya menyodorkan tangannya pada Lea sambil berkata," boleh kenalan nona? saya Nino."
Lea diam melihat tangan yang di ulurkan padanya. Tak lama, dia membalas uluran tangannya," aku Lea." Lea pikir tak mengapa dia menerima perkenalan itu. Ya anggap saja sebagai permintaan maafnya karena telah menginjak kakinya.
"Nama yang cantik sekali. Secantik orangnya."
"Terima kasih."
"Ehem!!"
Lea dan kedua pria muda itu seketika tersentak mendengar suara deheman yang terdengar cukup keras tersebut. Ketiga orang itu menoleh serempak ke arah sumber suara.
"Daddy !!" lirih Lea dengan sedikit mata melebar.
Varen segera mendekati ketiga orang itu, lalu menarik tangan Lea dari tangan lelaki yang sedang berkenalan dengan Lea.
Varen menatap kedua pria itu dengan tatapan begitu tajam."Jangan berani kurang ajar kalian padanya jika tidak mau berurusan denganku."
Ekspresi dan ancaman Varen itu tentu membuat kedua pria muda tersebut ketakutan.
"Ka-kami tidak macam-macam, Om. Kami hanya ingin berkenalan dengan putri Om." Pria itu membela diri.
Varen tak menghiraukan. Dia bergegas menarik Lea dan membawanya ke luar kafe.
"Daddy lepasin. Sakit tau..." Lea menarik paksa tangannya dari genggaman kuat tangan Varen yang saat ini dalam keadaan marah. Dia menelisik pergelangan tangan nya dan bergumam kesal." Tuh kan merah."
Varen menyugar rambutnya dan tampak frustasi.
"Kenapa kamu ada di sini, Lea. Dan kenapa kamu memakai pakaian terbuka seperti ini?"
"Memangnya kenapa kalau aku ada di sini dan memakai pakaian seperti ini?" Lea bersedekap dada dengan wajah di tekuk karena kesal.
Varen terdiam. Bingung cara memberi penjelasan pada Lea. Di satu sisi, dia menyukai penampilan Lea yang berbeda. Lea tampak sangat cantik dan dewasa. Tapi di sisi lain, dia tak suka karena penampilan Lea ini mengundang kekaguman banyak laki-laki. Karena tadi, Varen sempat melihat tak hanya dua pria muda tadi saja yang mengagumi Lea tapi hampir semua laki-laki yang ada di kafe itu.
"Ayok kita pulang," ajak Varen.
"No. Aku mau di sini saja."
"Mau ngapain kamu disini."
"Mau makan lah, terus kenalan sama pria pria tampan. Memangnya Daddy saja yang bisa? Aku juga bisa. Sangat Bisa," sahut Lea dengan sikap sedikit arogan.
Varen membuang nafas kasar. Tanpa ba bi bu, dia segera menggendong Lea ala anak koala.
"Daaaad...."
"Diam lah jangan protes. Apa kamu pikir Daddy akan membiarkan tubuhmu menjadi santapan mata laki-laki di kafe."
Lea tak lagi bersuara. Dia meletakan wajahnya di dada Varen dan tersenyum karena memang momen ini lah yang dia inginkan.
Cup
Lea dapat merasakan debaran jantung Varen begitu dia mencium dada nya dengan nakal.
"Please jangan nakal, Lea."
Lea tersenyum lebar.
"Tapi daddy suka, kan?"
Tak ada jawaban. Lea hanya merasakan kedua tangan Varen semakin erat memegangnya hingga tubuhnya begitu sangat menempel dengan tubuh Varen.