"Jadilah kuat untuk segala hal yang membuat mu patah."
_Zia
"Aku mencintai segala kekurangan mu, kecuali kepergian mu."
_Darren
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @nyamm_113, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TIDUR BERDUA???
...RINTIK HUJAN
...
Zia menunggu Darren, beberapa waktu lalu sebelum pulang sekolah. Darren mengirimkan pesan agar dia menunggunya, tentu saja Zia merasa senang.
Tin
Tin
Mobil yang dikenalinya terparkir rapih didepannya. Zia segera membuka pintu mobil lalu masuk, saat melihat Darren Zia tak dapat menahan untuk tidak tersenyum.
“Assalamu’alaikum mas.” Salam Zia. Menggapai punggung tangan Darren, lalu menciumnya.
Darren menatap Zia, lalu tersenyum singkat mampu membuat Zia terpukau. Aduh suaminya ini benar-benar tampan.
“Wa’alaikum salam.” Jawab Darren. “Langsung pulang?” Lanjutnya bertanya. Lalu menjalankan mobilnya meninggalkan lingkungan sekolah.
“Iya mas.”
Tanpa mereka sadari, sepasang sosok mata menatap tajam Zia.
Zia tak henti-hentinya mencuri padangan pada suaminya, hatinya sangat senang.
“Mmm, mas. Umi tadi ngabarin aku, katanya malam nanti di ajak makan malam dirumah.” Tutur Zia. Menatap Darren dari samping.
Darren mengangguk. “Baiklah.”
Zia tentu saja senang, akhirnya penantian yang selama ini dia dambakan terwujud. Darren tak lagi seperti hari-hari kemarin walau sifat dingin dan cuek serta irit berbicara tak berubah dari dirinya itu tak masalah, yang terpenting suaminya perlahan berubah.
Setelah menempuh perjalan cukup lama karena macet, dua sepasang halal itu telah sampai dikediaman mereka.
Seperti biasa. Zia menyiapkan keperluan suaminya, rencananya mereka kerumah Zia setelah sholat Magrib.
“Mas, airnya udah siap.” Ujar Zia. Menatap Darren duduk di pinggir tempat tidur.
Darren mengangguk. “Terimakasih.” Setelah mengucapkan itu, dia segera mandi.
Zia terpukau mendengarnya, untuk pertama kalinya dia mendengar Darren mengucapkan kalimat ‘Terimakasih’ padanya.
“Sama-sama mas.”
Zia berlalu kekamarnya, dia juga harus mandi. Lalu sholat magrib, dia pasti mencoba mengajak Darren untuk sholat bersama. Perlahan mengajak Darren untuk berubah.
***
Zia berjalan kearah ruang keluarga. Disana Darren tanpak serius membaca satu buah buku dengan serius, tentu itu adalah buku tak jauh dari seputar bisnis. Di sebelah kiri Darren terdapat rak buku menjulang tinggi, semua buku di rak itu adalah buku tentang bisnis.
Zia pernah membacanya dan itu membuatnya pusing.
“Mas.” Panggil Zia. Duduk di sofa panjang sebelah kanan Darren.
Darren mengalihkan tatapannya, menatap istrinya yang sepertinya habis wudhu dan sudah mengenakan mukenah.
Cantik batinnya.
“Mas.” Panggilnya lagi. Karena suaminya tak menyautnya.
Darren tersadar. “Hm?”
Zia tersenyum, rupanya Darren sedang tidak fokus. “Mas ngak apa-apa? Kok bengong.”
“Saya? Saya ngak apa-apa.” Jawab Darren santai.
Zia mengangguk. “Mmm, mas. Aku mau ngomong.”
“Kenapa?”
“Ma-s uda-h salat?”
Darren diam, menatap dalam mata hitam Zia.
“Belum.”
“Ma-s m-mau salat berjama’ah bareng aku ngak?”
Lagi. Darren terdiam, bukan apa-apa. Hanya saja dia sudah terlalu jauh dari tuhannya, mengingat kapan dia terakhir kali sholat saja dia tak ingat. Lalu bacaan sholat? Bahkan mungkin dia lupa.
Darren menyimpan bukunya diatas meja kaca, lalu menatap Zia dengan ragu. “Kham, saya.”
“Ngak mau juga ngak apa-apa kok mas, aku ngak masak. Heheh.” Sela Zia dengan cepat. Takut dengan penolakan suaminya.
Darren menatap Zia. “Saya belum selesai berbicara Zia.”
“Maaf mas.”
“Saya, sudah lama sekali tidak salat.” Kata Darren.
“Bahkan tata carah wudhu pun saya bahkan lupa Zia, saya merasa malu padanya.” Lanjutnya. Bahkan saya lebih malu kepada mu sebagai suami Zia batinnya.
Zia mengangguk paham. “Mas. Setiap manusia tak lepas dari yang namanya dosa, kenapa mas Darren ninggalin salat?”
“Saya tidak tau.”
“Jawabannya pasti karena urusan dunia lebih penting ketimbang urusan akhirat, segala yang kita punya hanyalah titipan semata. Bahkan kita adalah milik Allah, kapanpun Allah mau ngambil kita. Kita harus siap.”
Darren menyimak Zia.
“Mas, orang yang dengan sengaja meninggalkan salat maka neraka baginya. Sedangkan satu hari dineraka itu sama dengan seribu hari di dunia.”
Zia tersenyum menatap suaminya yang jelas dari ekspresi wajahnya yang fokus mendengarkannya. Zia bersyukur untuk itu.
“Saya malu.” Ujar Darren. Setelah sekian lama diam.
Zia lagi-lagi tersenyum. “Kenapa malu? Mas malu ke siapa?” Tanya Zia.
“Pada mu, dan tentu saja tuhan.”
“Kenapa?”
“Saya kepala keluarga Zia, saya imam di kelurga ini. Namun lihat, suami yang seharusnya mengajak istrinya untuk meraih ridhonya bersama-sama.” Darren menjeda ucapannya.
“Harusnya saya yang mengajak kamu dalam meraih ridhonya, bukan kamu yang mengajak seorang kepala kelurga dan imam seperti saya Zia.”
“Mas, dengar. Tujuan menikah itu bukan hanya saling ingin memiliki keturunan, mau sukses bareng-bareng atau apapun itu. Kita hanya perlu saling melengkapi, aku menutupi kekurangan mas Darren dengan kelebihan yang aku punya. Dan mas Darren menutupi kekurangan aku dengan kelebihan mas sendiri.”
Darren terdiam, wanita didepannya ini sangatlah baik untuk dirinya yang jauh dari kata ahli ibadah.
“Zia.”
“Mas, jadi mau salat berjama’ah?”
Darren mengangguk, membuat Zia tersenyum lebar.
“Alhamdulillah.”
***
Setelah menuntun Darren berwudhu dan melaksanakan sholat secara berjama’ah. Darren tampak khusyuk dengan do’anya, lalu Zia mengaminkan do’a-do’a yang di panjatkan oleh suaminya.
Darren mengakhiri sesi do’a dan membalikkan tubuhnya menghadap sepenuhnya pada Zia, dia tersenyum saat melihat istrinya menatap dirinya.
“Mas.”
Zia mengambil punggung tangan Darren, menciumnya dengan takzim. Lalu Darren menggapai ubun-ubun Zia membuat Zia menutup matanya.
Zia kembali keposisi awal, tersenyum dan banyak bersyukur atas sikap suaminya yang perlahan bersikap baik.
“Mas, kita jadi kan kerumah umi?” Tanya Zia. Tangannya sibuk melipat sajadah san mukenahnya, lalu melipat sajadah yang Darren gunakan.
“Jadi, siap-siap lah.” Jawab Darren. Dia tidak melepaskan baju kokoh yang dia gunakan, hanya mengganti sarungnya saja.
Setelah beberapa menit, sepasang kekasih halal itu akhirnya berangkat ke rumah Abraham. Malam ini jalan ibukota sangat ramai, namun tidak sampai macet. Darren menatap Zia yang asik memainkan ponselnya.
“Zia.” Panggil Darren.
Zia menyimpan ponselnya lalu menatap Darren. “Iya mas?”
“Kapan ujian sekolah mu?” Tanyanya. Matanya fokus pada jalan.
“Aku sementara ujian sekolah mas, tinggal dua hari lagi udah selesai.” Jawab Zia.
Darren mengangguk. “Begitu ya.”
“Kenapa mas?”
“Tidak, saya hanya bertanya.”
***
Menempuh perjalan sekitar hampir dua jam. Mereka akhirnya sudah tiba di kediaman Abraham, dengan semangat Zia turun dari dalam mobil. Meninggalkan Darren yang hanya menggeleng melihat tingkah Zia.
Zia tak mengetuk pintu, menyelonong masuk setelah dia mengucapkan salaam.
“Abi.”
Zia berjalan pelan, disana abinya tengah duduk di kursi meja makan dengan uminya yang sibuk menata masakannya.
Abraham mencari sumber suara itu, melepaskan kaca matanya lalu menyimpan majalah yang di baca.
“Ma Sya Allah, anak abi.” Abraham menyambut Zia dengan dekapan hangat. “Abi rindu, kirain kamu udah lupa rumah sampai sebulan ini ngak mampir.” Lanjut Abraham.
“Zia juga kangen abi, umi. Zia kan sekolah Abi.” Tutur Zia.
Anggita muncul dari arah dapur. “Ngak kangen umi?”
Zia menoleh dengan cepat, lalu berjalan kedepan uminya.
“Kangen lah. Umi baik kan?”
“Alhamdulillah, kami baik nak.”
“Assalamu’alaikum Abi, umi.” Itu Darren. Menghampiri kelurga itu dengan pastel buah ditangannya.
“Wa’alaikum salam.”
“Ma Sya Allah, mantu umi.” Ujar Anggita. Menyambut uluran tangan menuntunnya, lalu diikuti oleh Abraham.
“Waduh, makin ganteng ajah pak Darren.” Sapa Abraham. Merangkul pundak menantunya, lalu menuntunnya ke meja makan.
“Ayok duduk nak.” Kata Abraham.
Darren menatap Zia yang duduk disebelahnya dengan senyum yang terus menghiasi wajah cantik istrinya, duduk perlahan lalu mengangkat alisnya sebelah.
“Why?” Tanya Darren.
Zia menggeleng. “Ha?”
“Kenapa?” Tanya Darren lagi. Menatap mertuanya yang tersenyum kearah kemerka.
“Kenapa mas?” Zia masih larut dalam kegantengan suaminya sendiri. Hingga tak menyadari tatapan semua yang ada dimeja makan.
Darren mengusap pelan ubun-ubun Zia, hingga Zia tersadar lalu terkekeh ringan menatap ketiganya. Mereka hanya menggeleng lalu tertawa bersama.
“Kau ini, ayok silahkan makan.” Tutur Abraham.
“Ayok nak Darren makan.” Kata Anggita. Tangannya sibuk mengambilkan makanan untuk suaminya Abraham.
“Iya Umi.” Jawab Darren.
Zia dengan sigap mengambilkan makanan untuk Darren.
“Segini cukup mas?”
“Cukup.”
Barulah Zia mengambil makanan untuk dirinya sendiri, mereka makan dalam keadaan hening. Setelah makan malam bersama dilanjutkan sholat isya berjama’ah, untung saja Abraham yang menjadi imam jadi Darren selamat.
Dalam kamar. Zia tak henti-hentinya menatap hijabnya, merapikan tempat tidurnya. Malam ini untuk sekian lamanya dia dan Darren tidur dalam satu ruangan.
“Aduh, kok aku jadi panic yah. Takut juga.” Cicit Zia pelan. Duduk di pinggir tempat tidur.
Darren keluar dari kamar mandi, dia baru saja menggati pakaiannya dengan baju tidur yang dia siapkan Zia dari rumah mereka. Istri siagakan?
“Belum tidur?” Tanya Darren. Merangkak naik ke tempat tidur, tepat disebelah Zia.
Zia menggeleng. “Belum ngantuk mas.” Jawab Zia.
Darren sudah membaringkan tubuhnya, menatap langit-langit kamar istrinya. Untuk pertama kalinya setelah menikah, dirinya tidur dalam satu ruangan dengan Zia.
Sedikit merasakan aura yang berbedah serta perasaan yang Darren bahkan tak tau artinya.
“Tidurlah.” Ujar Darren.
“Ha?”
Zia tentu semakin panic, tapi tak urung mengikuti ucapan suaminya. Perlahan membaringkan tubuhnya.
Darren menatap Zia dari samping. Jika dilihat-lihat istrinya memang cantik, dilihat dari segi mana pun tetap terlihat cantik. Cantiknya natural.
Ciptaan tuhan yang hampir mendekati kata sempurna, walau belum ada rasa kepada Zia. Darren pasti berusaha dan belajar menerima Zia dan mencoba membuka hati untuk istrinya.
“Zia, sudah tidur?” Tanya Darren pelan. Entah sejak kapan Zia tertidur, mendengar suara nafas teratur Zia pasti sudah tertidur.
“Selamat malam.”
Mengusap sekali kepala Zia, lalu ikut menyusul Zia tidur.
di lanjut Thor,,, penasaran 🤔
moga Darren cepat menyadari nya🤔🤭🤲
lanjut Thor. ku ingin si Darren hancur,, udah menyia yia kan berlian
yakinlah Lo bakalan nyesel Darren,,,
bikin tuan arogan bertekuk lutut 💪👍🏻😍
🤭🤔🙄😍