Dina, Syifa dan Juned mereka bertiga adalah anak Sania dari Sofwan. setelah mengalami pahit dan manisnya kehidupan, hidup mereka kembali diuji.
Setelah Sofwan bapak mereka meninggal dunia, menyusul lagi ibunda tercinta pergi menghadap yang kuasa. Dina sebagai anak sulung harus berjuang untuk adik-adiknya.
Mampukah mereka bertiga melewati semua cobaan yang kelak akan dilewati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senajudifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 Teman Baru
"Oalah...maafkan kami ya jika begitu!!" Kata Juwita lagi.
Mereka bertiga menikmati hidangan dalam diam seolah larut dalam pikiran masing-masing.
Sementara Syifa yang tadi berwajah sangat manis saat sudah berada di dapur, wajahnya jadi tegang dan mengeras.
"Kalian....sudah bebas rupanya kalian berdua!! Wajah-wajah kalian akan tetap selalu kuingat sampai aku mati sekalipun." Kata Syifa dengan bahu bergetar.
"Karena kalian orang yang paling berharga dan berarti dalam hidupku meninggalkan kami semua untuk selamanya, karena kalian kami bertiga tidak punya bapak lagi sejak kecil!!" Gumam Syifa geram.
"Syifa kenapa??" Kata Hans yang sedang melihat Syifa termenung di dapur.
"Nggak apa-apa bang!!" Jawab Syifa pelan.
Sementara ketiganya masih memikirkan tentang gadia cilik yang wajahnya mirip dengan Sofwan tadi.
"Tapi mengapa sepintas kulihat ada kilatan kebencian di mata gadis cilik itu saat memandang kami? Tapi dengan cepat dia bisa menguasai dirinya lagi!!" Batin Juwita yang memang lebih peka dibandingkan dengan dua saudaranya yang lain.
"Syifa, kamu sakit?" Tanya Juned pada adiknya karena tak biasanya adik bungsunya itu yang biasanya ceria jadi termenung seperti sekarang.
"Bang, jika suatu hari abang bertemu dengan mereka yang punya andil besar dalam meninggalnya bunda dan menyebabkan kita menjadi yatim piatu, apa yang akan abang lakukan?" Tanya Syifa tanpa menjawab pertanyaan abangnya.
Juned terdiam sesaat lalu menatap dalam wajah adik bungsunya itu.
Juned tau Syifa paling terpukul saat kematian ibu mereka, dia yang paling tidak bisa menerima kenyataan bahwa ibunya telah tiada, dia juga karena tak mampu lagi mengontrol emosinya lalu menendang Dinara saat penculikan itu terjadi hingga membuat pembuluh darah di otak wanita itu pecah dan mengakibatkan wanita itu juga meninggal.
"Syifa...!!" Kata Juned setelah agak lama terdiam.
"Kak Dina, abang, dan semua yang dekat dengan bunda kita merasa sangat terpukul!! Jika diturutkan ingin rasanya abang menagih hutang nyawa dibayar dengan nyawa, tetapi jika itu abang lakukan, sampai kapan dendam ini akan berakhir??" Tanya Juned pada adiknya.
"Memangnya kenapa kamu sampai bertanya demikian??" Tanya Juned lagi.
"Abang intip saja di luar ada siapa yang makan di luar sana di meja nomor 5!!" Kata Syifa.
Dengan penasaran Juned menengok keluar kearah meja yang ditunjukan oleh Syifa.
"Mereka??" Kata Juned.
"Iya, kedua orang yang mengaku sebagai saudara bapak tetapi lebih rela memisahkan istri dan anak-anaknya dari sang suami, menikahkan si adik dengan wanita lain dan memaksa bunda bercerai dari bapak kita, lalu mereka juga yang telah membunuh bunda kita!!" Jawab Syifa dengan suara bergetar.
"Syifa sayang, dendam tak akan ada berkeputusannya terus dan akan terus berlanjut, sebaiknya kita serahkan semua pada Allah, biarlah orang seperti itu mendapat karmanya sendiri." Kata Juned.
Syifa mendengus mendengar perkataan abangnya.
"Tapi mereka tidak kehilangan apapun, sebaliknya kita kehilangan orang-orang yang kita cintai dan orang yang kita cintai tak akan mungkin akan kembali!!" Gumam Syifa pelan, tetapi Juned tau bagaimana perasaan adiknya itu.
Juned memeluk erat tubuh adiknya. Gadis remaja itu bergetar menahan tangis berusaha menegarkan hatinya tetapi Juned tau itu.
"Jika kamu ingin menangis, maka menangislah Syifa jangan kamu tahan karena abang tau jika kamu beberapa tahun belakangan ini memendam rasa yang terus menerus menyakitimu!!" Kata Juned.
Akhirnya Syifa menumpahkan rasa yang bertahun-tahun ini dia pendam sendiri. Berusaha menjadi gadis yang tegar walaupun sebenarnya dia sangat rapuh.
***************
"Hai, saya boleh duduk di sini??" Dina menoleh pada sebuah suara yang menyapanya.
Dina menatap orang yang tengah berdiri di hadapannya itu.
Dia sama sekali tidak mengenali pemuda itu, sepertinya dia siswa baru pindahan dari sekolah lain.
"Maaf, sudah tidak ada lagi bangku kosong di kelas ini hanya di sebelahmu ini saja yang kosong, boleh ya!!" Pintanya.
"Oh silakan saja, lagian ini juga bukan bangku pribadi milikku!!" Kata Dina menggeser duduknya.
"Kenalkan, nama saya Dion!!" Kata si tampan berkacamata itu seraya mengulurkan tangannya pada Dina.
Dina menatap si tampan itu sesaat sebelum dia menyambut uluran tangannya.
"Andina Salzabila!! Panggil Dina saja!!" Jawab Dina.
"Dina, Dion!! Sepertinya kita jodoh ya!!" Dion tertawa renyah.
Sebenarnya Dina kagum pada remaja yang duduk di sebelahnya itu. Kulitnya kuning dengan mata yang tidak terlalu sipit dan tidak terlalu besar, alisnya yang tebal dengan bulu matanya yang lentik dan bola matanya yang berwarna coklat. Hidung mancungnya dan bibir tipisnya.
"Kamu pindahan dari mana??" Tanya Dina lagi.
"Saya pindahan dari bandung...pindah kemari dimintai tolong oleh papa untuk menjaga nenek!!" Jawab Dion.
"Memangnya nenek kamu tidak mau ikut dengan anak-anaknya?" Tanya Dina.
"Kakek dan nenek tidak mau merepotkan anak-anaknya, apalagi setelah kakek meninggal, nenek lebih memilih hidup sendiri di kota ini, sehingga papa menyuruh aku untuk datang ke kota ini untuk menjaga nenek." Kata Dion.
"Nenekmu tinggal di mana?" Tanya Dina.
Di komplek yang berada di belakang kafe besar, kalau nggak salah namanya kafe Susan!! " Kata Dion.
""Oh ya? Aku bekerja di kafe itu lho!!" Kata Dina bersemangat.
"Oh ya?? Sebagai apa di sana?? Kata Dion.
"Tugasku di sana merangkap, terkadang sebagai penyanyi, dan terkadang juga membantu para karyawan lainnya." Kata Dina.
"Sebagai penyanyi? Wah berarti suaramu bagus dong...kapan-kapan kita duet yuk!! Aku suka sekali bermain gitar terkadang aku juga menciptakan lagu!!" Kata Dion yang sudah merubah panggilan saya menjadi aku karena dia merasa telah akrab dengan gadis itu walaupun mereka baru saja bertemu.
"Oh ya?? Bolehlah...kamu datang aja ke kafe toh tempat tinggalmu dan kafe juga nggak jauh kan??" Kata Dina.
Obrolan mereka terus berlanjut hingga bel masuk berbunyi.
Hingga wali kelas mereka mengenalkan Dion Putra Mahendra sebagai murid baru di kelas 12 Ipa 1.
Anak-anak pada berbisik saat nama Dion di kenalkan di depan para murid.
"Maaf ya anak-anak semua, ibu lupa memperkenalkan bahwa Dion ini putranya bapak Mahendra ketua yayasan sekolah kita." Kata ibu guru mereka.
Para murid terutama siswi putri juga bertambah heboh mendengar Dion adalah putra dari pak Mahendra ketua yayasan sekolah mereka.
Berkali-kali Juma melirik pada Dina yang tampak asyik mengobrol dengan Dion.
"Mereka berdua tampak sangat serasi!!" Gumam Juma.
*************
Dalam perjalanan pulang ke kota asal mereka Juwita bertanya pada Nuri dan Anya.
"Apa rencana kalian selanjutnya setelah tiba di rumah nanti?? Secara kalian sudah pergi selama bertahun-tahun!!" Kata Juwita.
"Kalau aku akan meneruskan usaha suamiku!!" Kata Nuri.
"Aku ingin bersama dengan putriku memulai dari awal kehidupan kami yang baru!!" Kata Anya.
"Aku merasa gadis kecil tadi adalah putri Sofwan dan Sania!! Entah mengapa sorot mata itu tak bisa berdusta!!" Kata Juwita.
*
*
***Bersambung...
Ikuti terus kisah mereka dan jangan lupa dukungannya ta reader🙏🙏