Jelita Sasongko putri satu satunya keluarga Dery Sasongko dipaksa menikah dengan Evan Nugraha pengawal pribadi ayahnya. Jelita harus menikahi Evan selama dua tahun atau seluruh harta ayahnya beralih ke panti asuhan. Demi ketidak relaan meninggalkan kehidupan mewah yang selama ini dia jalani dia setuju menikahi pengawal pribadi ayahnya. Ayahnya berharap selama kurun waktu dua tahun, putrinya akan mencintai Evan.
Akankah keinginan Dery Sasongko terwujud, bagaimana dengan cinta mati Jelita pada sosok Boy?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Titin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 16
Pagi sekali Jelita sudah bangun. Tubuhnya terasa remuk redam tak bertulang. Malam tadi Evan benar menyiksanya, berulang kali Jelita harus terbangun karena hasrat Evan yang berulang kali datang.
Jelita menarik tubuhnya pelan agar tak mengagetkan Evan yang tertidur pulas. Dia sengaja bangun sepagi ini agar tak bertemu Evan saat bangun. Mau ditaruh dimana mukanya bila bertemu Evan saat ini. Dia merasa tak punya harga diri, dulu dialah yang bersikeras menolak Evan dan memberi batasan pada hubungan mereka. Tapi tadi malam Evan hanya memintanya sekali Jelita langsung setuju.
"Dasar idiot!" umpat Jelita sembari menatap bayangan wajahnya pada cermin kamar mandi. Tapi sosok Evan begitu menggodanya tadi malam. Dia memang tak setampan Boy, tapi aura yang dia miliki mampu menghentikan waktu untuk sesaat.
"Nasi sudah menjadi bubur Jelita. Dia juga bersetatus suamimu, tidak usah diambil pusing." gumam Jelita seorang diri.
Setelah membersihkan diri dan bebenah keperluan kuliah Jelita berangkat ke kampus.Tapi baru beberapa langkah dia terpaksa berhenti, sebab didepannya Evan berdiri sembari melipat tanganya didepan dada.
Jelita tertegun, se-urgen itu kah? Sampai dia harus keluar kamar masih memakai bajunya tadi malam.
"Pintar melarikan diri kamu ya," ujar Evan dengan ekspresi datar. Netranya menatap Jelita lekat, membuat gemuruh didadanya.
"Aku ada tugas kuliah dan harus dikumpulkan pagi ini. Jadi aku berniat mengerjakannya dikampus," sahut Jelita gugup. Berdiri dengan posisi begitu perkasa dihadapan Jelita, membuat otaknya berpantasi adegan panas mereka tadi malam.
"Tunggu aku di ruang tengah, aku membersihkan diri dulu. Nanti aku bantu kamu mengerjakannya." Titah Evan sembari beranjak menuju kamarnya.
"Baiklah," sahut Jelita Sayu. Kenapa melihat dada Evan yang sedikit terbuka mampu membuat jantungnya berdetak tak karuan begini, papa maafkan anakmu yang me sum ini...
Jelita tak berdusta mengenai tugas kuliah, dan memang akan diserahkan pagi ini pada dosen pembimbing.
Tak berapa lama Evan datang sudah berpakain rapi, berjalan kearahnya sembari menatapnya lekat. Helita benar-benar terkena serangan jantung mendadak, tubuh kekar berbalut kemeja hitam itu membuat Jelita terpana.p
Evan membungkukkan tubuhnya tepat didepan Jelita "Pagi sayang," bisik Evan sembari menge cup puncak kepala Jelita lembut. Lalu duduk disamping Jelita meraih buku ditangannya, meneliti dengan seksama.
"Catat." Titahnya dengan ekspresi datar. Jelita menatapnya dengan mata berbinar. Sia al! Evan, kenapa kau terlihat sangat tampan pagi ini...
"Jelita Sasongko. Aku suruh kamu catat, kamu cuma punya waktu duapuluh menit sebelum kita sarapan diluar," tegur Evan sembari memiringkan tubuhnya menatap Jelita yang tak focus.
"Kau bertingkah seolah menjadi dosenku, menyebalkan!" sungut Jelita, tapi kemudian dia sudah focus pada penjelasan Evan. Inilah bedanya IQ diatas rata-rata bisa membahas materi serumit ini dengan begitu santai. Seperti membaca dongeng menjelang tidur, begitu gampang.
"Sudah?"
"Iya terimakasi."
"Ayo, hari ini aku tidak sempat bikin sarapan. Kita makan diluar saja."
"Baiklah, apa kata suamiku saja," ujar Jelita sembari mensejajari langkah Evan. Hanya kalimat biasa tapi mampu membuat jantung Evan berdetak kencang.
****
Boy terlambat masuk kelas pagi ini. Tapi dia terap masuk kelas walau mendapat sedikit ceramah dari dosen.
Dia kesiangan karena tadi malam dia mabuk berat saat pesta ulang tahun Sesa. Dan sialnya dia menghabiskan sepanjan malam tadi bersama Sesa. Entah apa yang akan dia katakan pada Jelita nanti.
Begitu waktu istrahan tiba Boy bergegas mencari jelita dikelasnya. Jelita sedang berbincang dengan Sella di mejanya.
Dengan lankah pelan Boy mendekat. "Je, bisa kita bicara?" Jelita menoleh menatap Boy lekat.
"Tentu."
Jelita beranjak mengikuti langkah Boy meninggalkan kelas.
Hening tak satupun saling buka suara. Boy membisu menatap Jelita yang tertundung memandang ujung sepatunya menggores tanah.
"Je, aku ingin mengatakan sesuatu. Tapi kau janji jangan salah paham dengan semua yang kukatakan nant," ujar Boy ragu dan takut.
Jelita menatap Boy lekat, dia sudah mendengar apa yang terjadi antara dia dan Sesa. "Boy sebaiknya kita putus saja."
"Je kau bicara apa? Aku tidak mau."Sentak Boy sembari meraih jemari Jelita menggengamnya erat.
"Apa kau pikir kita masih bisa melanjutkan hubungan kita? Setelah apa yang terjadi pada kita semalam."
"A-ku dan Sesa..."
"Kita berdua sudah saling berhianat Boy," potong Jelita cepat. Dia bukan wanita jahat yang hanya memandang kesalahan Boy setelah apa yang dia lakukan dengan Evan.
"Apa maksudmu. Kau memiliki kekasih selain aku?" Tanya Boy dengan rahang mengeras. Dia dan Sesa tidak punya hubungan dekat. Kedekatan nereka kemarin malam hanya ingin melampiaskan amarahnya pada Jelita.
"Maaf Boy..."
"Kau bohong!" Seru Boy emosi.
"Kau pernah bertemu dengannya Boy," lirih Jelita.
Boy berpikir sesaat,dia tak pernah melihat Jelita dengan lelaki manapun kecuali lelaki itu. "Lelaki yang selalu mengantarkanmu kekampus?" Jelita mengangguk mengiakan.
"Ban sat!" umpat Boy geram. Kenapa dia bisa kecolongan begini. Dia selalu berusaha jadi lelaki baik demi Jelita. Saat Jelita menolak disentu Boy berusaha bersabar, tapi inikah balasannya?
"Maaf Boy," lirih Jelita, air mata Jelita tumpah sudah. Bagaimanapun Boy lelaki yang pernah mengisi higupnya selama ini.
"Putuskan dia! Bukankah tidak terjadi apapun diantara kalian iya kan?" Tanya Boy sembari mengguncang tubuh Jelita.
Jelita menggeleng pelan. "Kami sudah.."
"Diam!!" Bentak Boy emosi. Dia tak mau dengar ucapan itu. Lelaki bang sat itu dia ingin membunuhnya!
"Je, aku dengan Sesa melakukannya karena pengaruh alkohol. Dan lagi pikiranku sedang tak baik malam itu. Tapi kamu?!"
Jelita terisak, Boy benar. Dia sendiri tidak tahu kenapa bisa jatuh cinta secepat ini pada Evan. Bukan hanya itu, dia dengan suka rela menyerahkan tubuhnya tanpa rasa sesal sedikitpun.
"Maaf."
Boy menatap wajah Jelita lekat. Dia takkan melepas Jelita, tidak akan.
"Aku tidak ingin putus dengan mu. Kau yang harus putus dengannya!" Tegas Boy.
"Maaf Boy aku tidak bisa. Aku menyintainya."
Tubuh Boy lemas seketika. Jelita jatuh cinta pada breng sek itu. Si al!!
"Kita sudah saling menghianati Boy..."
"Aku tidak berhianat! Sesa bukan siapa-siapa dihatiku." Potong Boy dengan nada tinggi.
"Tapi kau harus bertanggung jawab pada Sesa Boy. Apa kau ingin menjadi pengecut?"
"Terserah, mau pengecut atau baji ngan! Aku hanya ingin kamu bukan Sesa!"
"Tapi aku ingin kita putus. Hatiku sudah bukan milikmu lagi Boy. Aku benar-benar jatuh..."
"Diam! Pergi kau! tinggalkan aku sendiri."
"Boy.."
"Pergi!!"
Boy menatap kepergian Jelita dengan penuh emosi, rahangnya mengaras, jemarinya mengepal erat. "Bang sat itu tidak akan bisa memiliki Jelita! Sejak awal dia adalah milikku, dan sampai kapanpun dia tetap milikku!" umpat Boy seorang diri.
Boy mengambil ponsel di sakunya lalu menghubungi seseorang. "Selidiki Jelita sasongko untukku. Juga pria yang dekat dengannya, siapa dia apa pekerjaannya dan bagaimana latar belakang keluarganya. Aku mau yang akurat jangan ada yang tertinggal sedikitpun. paham!" Jelasnya lalu memutus panggilan.
Dia sudah tidak berminat masuk kelas lagi. Saat ini dia butuh ruang untuk menenangkan diri.
Sementara Jelita sudah berada dikantin dengan Sella. Matanya yang sedikit sembab dan memerah membuat Sella hawatir.
"Kamu baik-baik saja kan Je."
"Tentu."
"Bagaimana, apa berita yang tersebar pagi ini benar?" Tanya Sella penasaran. Malam panas antara Boy dan Sesa tadi malam sudah jadi trending topik pagi ini. Beberapa pasang mata bahkan menatap iba pada Jelita.
"Ya amput Je yang sabar ya. Pantes kamu nangis." ucap Sella lembut sembari mengelus pundak Jelita.
"Masalahnya lebih rumit Sell. Kami berdua saling berhianat." Jelas Jelita dengan suara pelan.
"What?! Gak mungkin!"
"Tapi memang iya, bahkan aku menghianati Boy lebih dulu," lirih Jelita sembari tertunduk.
"Bagaimana bisa? Dengan siapa?" Tanya Sella penasaran. Lelaki se-perfect apa yang bisa merebut hati Jelita.
"Aku sudah menikah dengan Evan, dan tinggal bersama," Bisik Jelita, tak ingin ucapannya didengar orang. Walaupun mereka duduk disudur ruangan tapi Jelita harus tetap waspada.
"Apa Evan kau sudah gila!"
"Ssttt, kecilkan suaramu. Kau ingin semua orang tau."
Sella menatap Jelita heran. Boy tampan dan sangat kaya, kenapa malah menikahi Evan yang hanya pengawal pribadi ayahnya. Pasti ada yang tak beres.
"Evan memaksamu melakukan itu hingga kau terpaksa menikah dengannya? Iya!" Tebak Sella.
"Apaan sih, Evan bukan lelaki seperti itu," bela Jelita bersungut-sungut.
"Apa ini, kau membelanya? Matamu buta tidak bisa melihat Boy dengan benar. Demi kamu dia sudah mematahkan banyak hati wanita sempurna dikampus ini." ujar Sella sengit.
"Maaf mengecawakanmu Sel, tapi hatiku tak bisa kompromi. Aku ingin Boy tapi dia malah memilih Evan." lirih Jelita.
Sella menarik napas panjang, menatap Jelita lekat. Sepertinya Boy memang sudah tersingkirkan dari hati Jelita. Tapi kenap harus Evan? Sella masih belum bisa terima kalau Jelita bersamanya.
To be continuous.