7 tahun bertahan, lalu ditinggal tanpa alasan. Hanna pikir, cinta sudah cukup menyakitkan untuk dicoba lagi dan mungkin sudah saatnya ia memilih dirinya sendiri.
Namun jika bukan karena cinta yang pergi tanpa pamit itu.. mungkin dia tidak akan bertemu dengan dr. Hendra.
Sayangnya, dr. Hendra seperti mustahil untuk digapai, meski setiap hari mereka berada di bawah atap yang sama.
Kali ini, akankah Hanna kembali memilih dirinya sendiri? Entahlah..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon deborah_mae, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HARUS MENOLAK
“Tante.. jangan pergi..” terdengar suara tangisan seorang anak laki-laki yang berusia tujuh tahun. Ia berlari ke arah Hanna.
Hanna sangat tegar saat itu. Ia bahkan tersenyum kepada Leo. Dengan lembut, Hanna meyakinkan Leo “Maaf, ya bang. Tante harus pulang..”
“Kenapa harus pulang, tante? Nanti siapa yang jadi temen abang sama adek main lukis-lukisan?” Leo menangis sejadi-jadinya.
Tangisannya membuat Hanna semakin tidak kuat. Hanna menangis sesegukan karena ia harus menginggalkan keponakan Yudha yang sudah dia anggap seperti keponakannya sendiri.
Yudha terlihat tidak peduli. Bahkan dia sibuk bersama wanita yang tidak dikenali Hanna saat itu.
Jam menunjukkan pukul empat pagi. Hanna terbangun dengan mata yang dipenuhi air mata.
“Sialan. Bisa-bisanya mimpiin dia lagi. Pake nangis segala lagi” protes Hanna dengan suara seraknya yang baru terbangun dari tidurnya.
Tak lama kemudian, dia menangis.
Menangis lagi.
Semakin tersedu-sedu.
“Bahkan di dalam mimpi pun, dia gak peduli sama aku.. kenapa sih semakin aku mengikhlaskan dia, aku jadi sering mimpiin dia, Tuhan?”
Pagi itu, entah ke berapa kalinya Hanna bangun dalam keadaan bersedih bahkan menangis karena dia kerap bermimpi tentang Yudha meskipun di dunia nyata dia sudah memafkan dan melepaskan Yudha.
Masih menjadi misteri..
Mengapa kita kerap kali bermimpi akan seseorang yang sudah selesai masa nya di hidup kita?
Konon katanya, jika kita memimpikan orang yang telah pergi meninggalkan kita artinya dia sedang mengembalikan seluruh energi yang telah kita berikan kepada mereka selama kita bersama dengan mereka.
Benarkah begitu?
Semoga saja iya, ya..
***
Dalam perjalanan menuju kantor, ban motor adik Hanna tiba-tiba meletus.
Untungnya disana terdapat bengkel yang tidak jauh dari tempat mereka berhenti.
“Kak, gimana ini ban nya meletus?” tanya Jonathan, adik Hanna.
“Yaudah dibawa ke bengkel aja sih, dek. Itu didepan ada bengkel, yuk kita bawa” jawab Hanna.
Mereka telah sampai di bengkel. Hanna pun berpamitan kepada adiknya untuk berjalan ke Rumah Sakit Graha.
Adiknya mencegat Hanna karena jaraknya terlalu jauh menurutnya.
“Ngapain, kak? Jauh banget lho itu. Pake ojol aja gak sih?” tanya Jonathan.
“Jauh apanya? Deket kok ini. Naik ojol sayang banget ongkosnya, dek. Udah kamu tenang aja tungguin motor kamu selesai diperbaiki ya. Gak usah khawatir. Aku dah gede lho ini” jawab Hanna dengan meyakinkan.
Hanna pun diperbolehkan berjalan kaki menuju tempat kerjanya. Meskipun tidak terlalu jauh, namun cukup melelahkan juga jika harus berjalan kaki.
Di tengah perjalanannya, Nico seorang staff purchasing farmasi Rumah Sakit Graha Sehat melihat Hanna berjalan kaki.
Nico mengklakson Hanna dan mendekatinya “Lah kak, kok jalan kaki?”
“Iya nih, ban motor adek aku meletus, Nic” jawab Hanna
“Oalah.. yuk barengan aku kak” tawar Nico
Tanpa basa-basi, Hanna pun meng-iyakan tawaran Nico
“Waduh..jadi gak enak aku, Nic. Tapi gaskeun lah hahaha” canda Hanna
“Takut banget make up luntur ya, sist? Hahaha” canda balik Nico
Mereka pun berangkat bersama menuju rumah sakit.
Ketika mereka sampai di parkiran, mereka berjalan bersama ke arah tempat absen yang berdekatan dengan gedung HD (Hemodialisa).
Saat mereka turun dari motor, dr. Arga melihatnya. Dia sedikit kaget karena biasanya Hanna diantar oleh adiknya. Kali ini, Hanna bersama Nico. Bahkan mereka terlihat cekikikan bersama seperti sudah sangat dekat satu sama lain.
“Oh.. sekarang udah sama Nico, ya? Baik banget Nico mau jemput Hanna sejauh itu.. hehe.. effort juga ya, Nico..”
dr. Arga menghentikan langkahnya ke arah tempat absen dengan tujuan agar tidak berpapasan dengan Hanna.
Dia merasa tidak ingin mengganggu momen yang membuat Hanna tersenyum. Ada sedikit rasa aneh yang ia rasakan. Rasa itu membuat dia merasa gagal. Namun gagal akan apa?
Cemburu? Tidak.
dr. Arga merasa gagal. Gagal untuk bisa merasakan momen bersama Hanna seperti yang Nico rasakan.
“Oke lanjyut ya, sist..” pamit Nico dengan sedikit nada feminin.
Hal itu membuat Hanna terkekeh “Iya siap, best”
Hanna pun melangkah ke gedung fisioterapi dimana ruangannya berada. Tak sengaja Hanna melihat dr. Arga sudah keluar dari mobilnya. Hanna pun menyapa dr. Arga dengan senyuman ceria.
Wajah yang manis dengan riasan natural, dengan khas wajah cerah yang baru terbangun di pagi hari membuat Hanna terlihat sangat cantik di mata dr. Arga.
“Pagi, dok. Mau dinas pagi yaa?” Tanya Hanna dengan ceria.
Tanpa sadar, dr. Arga ikut tersenyum melihat Hanna menyapa dengan ceria.
“Iya nih, Han. By the way, hari ini kamu seger banget. Eh.. cie..cie.. lagi pdkt sama Nico nih kayanya ehem..ehem..” canda dr. Arga
Hanna kaget mendengar candaan dr. Arga “Astaga, dok. Bukaaaan. Tadi itu Hanna kebetulan jumpa sama Nico pas lagi jalan mau ke sini, tauuu”
dr. Arga seperti merasa sedikit lega. Tidak tau lega karena apa. Tapi dia penasaran mengapa Hanna berjalan menuju ke sini.
“Jalan? Jalan kaki maksud kamu?”
“Iya, dok. Tadi sih udah deket sini tiba-tiba motor adek aku ban nya meletus dong. Yaudah Hanna suruh aja diperbaiki dulu di bengkel yang deket sini. Makanya Hanna jalan kaki, dok. Terus jumpa deh sama Nico. Gitu..”
“Ooh.. kenapa… gak kasih tau aku aja, Han? Aku mau kok anterin kamu..”
Hanna terdiam mendengar tawaran dr. Arga. Dia ingin menolak namun tidak enak jika harus membuat dr. Arga tersinggung.
“Waduh, makasih banyak ya, dok. Tapi waktu itu Hanna emang gak kepikiran buat minta dijemput sama siapa-siapa. Lagian Hanna mikirnya kalo dokter Arga pasti lagi dinas..” jawab Hanna dengan sopan.
“Hehe.. oke gapapa kok, Han. Lain kali, kalo misalnya ada apa-apa ketika kamu lagi sendirian di luar, tolong kabari aku ya…”
Mereka pun sama-sama terdiam. Untuk sejenak.
dr. Arga menatap Hanna dengan dalam.
Hanna pun tersadar bahwa dr. Arga berusaha masuk ke dalam hidupnya. Entah itu hanya perasaan Hanna saja, namun Hanna agak yakin akan hal itu.
“Oke, makasih banyak ya dok. Kalo gitu Hanna ke ruangan dulu.. permisi, dok..”
Hanna bergegas pergi tanpa balasan dari dr. Arga.
“Hari ini aku pulang jam empat sore. Aku denger ada cafe baru sekitar sini. Mau temenin aku nyobain cafe itu nggak, Han?” Tanya dr. Arga dengan sedikit gugup
Hanna terkejut mendengarnya dan menghentikan langkah kakinya. Ia ingin menolak dan harus menolaknya. Sangat tidak etis jika membangun hubungan dengan rekan kerja menurutnya.
“Kayanya itu ide bagus, dok. Tapi.. nanti boleh nggak Hanna kabarin dulu? Soalnya malam ini Hanna ada janji sama adek-adek Hanna..” jawab Hanna dengan lembut.
“Gitu ya.. yaudah, gapapa lain kali aja. Entar aku kabarin kalo aku dapet dinas pagi, ya..”
Mereka pun berjalan ke arah gedung masing-masing.
Hanna merasa tidak enak menolak ajakan dr. Arga. Tapi di satu sisi, dia merasa tidak bisa menerima ajakan itu karena setahunya dalam satu lingkungan bekerja tidak boleh terlibat hubungan spesial dengan rekan kerja dan akan dinilai tidak profesional.
“Kamu kok nolak aku, Hanna..? Apa aku memang berjalan sendirian di dalam harapan ini? Aku tidak suka ditolak, Han..” dr. Arga bersiap mengganti pakaiannya dengan scrub berwarna hitam. Saat itu.. wajahnya muram..