NovelToon NovelToon
Pelakor Mencari Keadilan

Pelakor Mencari Keadilan

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Masuk ke dalam novel / POV Pelakor / Transmigrasi / Healing / Chicklit
Popularitas:696
Nilai: 5
Nama Author: Aulia Z.N

Aura, seorang penulis amatir dari keluarga miskin, terjebak dalam novel ciptaannya sendiri. Ia bangun di tubuh Aurora, selingkuhan jahat dari cerita Penderitaan Seorang Wanita. Padahal, dalam draf aslinya Aurora direncanakan mati tragis karena HIV, sementara sang istri sah, Siti, hidup bahagia bersama second male lead. Kini, Aura harus memutar otak untuk melawan alur yang sudah ia tulis sendiri, atau ikut binasa di ending yang ia ciptakan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aulia Z.N, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ketika Korban Jadi Terdakwa

"Tangkap dia, pak polisi! Dia menyalahgunakan senjata tajam!" teriak salah satu pria, nadanya penuh kepanikan sekaligus manipulatif. Ia menunjuk ke arah Aurora dengan telunjuk gemetar, lalu berusaha meyakinkan. "Lihatlah teman saya dibuatnya!" lanjutnya, menunjuk ke arah bos mereka yang masih meringis kesakitan sambil memegangi selangkangan.

Aurora terpaku di tempat. Jantungnya berdegup kencang, tubuhnya diliputi rasa dingin yang menusuk.

'Sial! Aku malah klarifikasi di depan polisi… Setting negara di novel ini persis seperti negaraku sendiri, termasuk sistem hukum dan aturannya. Di sini, korban yang melukai atau membunuh begal bukan dianggap proteksi diri… melainkan bisa jadi kasus pembunuhan.'

Ucapan batinnya bergema menyesakkan. Tangannya yang masih memegang pisau terasa berat, seolah semua mata di sekelilingnya menuding bahwa dialah penjahatnya.

"Turunkan senjata tajam itu!" titah salah seorang polisi dengan suara keras, pistol sudah teracung tepat ke arahnya.

Aurora spontan terlonjak. Tanpa pikir panjang, dia menjatuhkan pisau itu ke aspal. Bilahnya berputar sebentar sebelum jatuh dengan dentingan tajam. Kedua lututnya sengaja dibuat gemetar, seolah seluruh ketegangan dalam tubuhnya runtuh. Wajahnya pucat, lalu air matanya jatuh begitu saja, membuat pipinya basah.

"Pa- pak polisi…" suaranya bergetar, nyaris tak terdengar. "Saya tidak bersalah. Saya hanya lewat jalan sini, lalu diganggu mereka semua. Saya hanya membela diri. Lagi pula, saya tidak melukai orang itu dengan senjata tajam. Saya hanya menendangnya sendiri untuk—"

"Jelaskan saja di kantor polisi!" potong salah satu polisi tegas, tidak ingin mendengar lebih banyak. Dengan cepat, ia meraih lengan Aurora, membekuknya lembut tapi tegas. Seorang polisi lain membantu, menyeret tubuh mungil Aurora ke mobil patroli. "Kalian semua juga ikut, untuk memberi penjelasan!" perintahnya ke arah para preman.

Aurora hanya bisa pasrah, tubuhnya terasa ringan seperti tanpa jiwa. Yang bisa dia lakukan hanya berharap keadilan masih berpihak padanya.

---

Beberapa jam kemudian, ruang interogasi di kantor polisi terasa begitu menekan. Lampu neon putih menggantung di atas kepala, cahayanya membuat wajah Aurora pucat pasi semakin jelas. Air matanya terus menetes, membasahi pipi merah yang penuh kelelahan.

"Saya tidak bohong, pak polisi…" suaranya serak, memohon dengan segenap hati. "Mereka mau melecehkan saya. Makanya saya memukuli mereka."

Namun, belum sempat polisi menanggapi, suara kasar bos preman memotong. "Pak polisi, coba lihat pakaiannya!" Ia menunjuk ke arah Aurora dengan tatapan merendahkan, seolah semua yang dikatakan gadis itu hanya alasan. "Malam-malam berjalan di luar ruangan dengan memakai pakaian seperti itu, bukankah dia sengaja menggoda kami semua?"

"Itu benar!" sorak anak buahnya kompak, berusaha menciptakan ilusi kebenaran lewat jumlah suara mereka.

Aurora menggertakkan giginya, lalu mengusap air mata dengan kasar. Napasnya tercekat, tapi matanya menyala penuh perlawanan. "Sekarang masih sore. Lagi pula, apa pantas seseorang diperlakukan secara tidak hormat hanya karena pakaiannya? Lalu bagaimana dengan orang gila? Orang miskin yang tidak punya pakaian?" suaranya bergetar, namun tegas menantang logika preman itu.

"Tapi kau tidak gila dan tidak miskin. Mengapa memakai pakaian kurang bahan?" balas bos itu, menekankan suaranya dengan sinis, seperti hendak menjatuhkan moral Aurora di depan polisi.

Aurora mendengus, lalu menatap balik tanpa gentar. "Kalau logikanya seperti itu, kau juga tidak gila, masih punya otak. Kenapa kau mau menyentuh orang asing yang bukan siapa-siapa bagimu? Ini sama saja seperti mencuri!"

Ruangan hening sejenak, hanya terdengar helaan napas. Bos preman itu tersenyum miring, lalu terkekeh pelan. "Sama saja dengan mencuri? Hey! Bukankah kau pelacur? Pakaianmu saja jelas seperti wanita penghibur. Apa salahnya menyentuh wanita yang memang tugasnya melayani pria seperti kami?"

"Benar itu!" sorak anak buahnya lagi, mencoba memojokkan Aurora semakin jauh.

Aurora menarik napas panjang, menahan emosi yang hampir meledak. Dengan tatapan tajam, ia melontarkan kata-kata yang membuat ruangan seketika menegang. "Kalian menganggapku pelacur? Kenapa tidak memberi uang dulu sebelum memutuskan untuk menyentuh? Lagi pula, logikanya, jika aku adalah pelacur, harusnya saat kalian ingin menyentuhku, aku tidak akan menolak dan memilih bernegosiasi harga. Benar, tidak, pak polisi?"

Aurora menoleh tajam ke arah polisi, matanya yang berkaca-kaca kini menyala, seolah menantang aparat hukum untuk menimbang logika yang baru saja ia lontarkan.

"Baiklah, anggaplah jika saya memang salah karena tidak membayar pelacur. Tapi bagaimana dengan dia yang menendang tubuh saya dan mengacungkan senjata tajam untuk mengancam?" tanya bos preman itu, nada suaranya penuh kelicikan, seolah ia tengah memainkan peran korban yang paling menderita di ruangan itu.

Aurora merasakan darahnya mendidih. Wajahnya memerah, bukan karena malu, melainkan karena marah dan frustrasi. Ia meraih napas panjang, mencoba menahan getaran di dadanya agar tidak pecah menjadi jeritan.

"Itu bukan milik saya, pak polisi! Itu adalah milik mereka semua. Saya hanya merebutnya untuk membela diri saya sendiri. Lagi pula, saya tidak sempat menggunakannya karena fokus utama saya hanya melarikan diri," ucap Aurora, suaranya bergetar namun tetap dipaksa tegas.

"Apa ada buktinya?" tanya bos preman itu lagi. Kali ini bibirnya melengkung, senyum sinisnya menyayat udara. Tatapan matanya penuh kemenangan, seakan ia baru saja menusukkan belati tak kasat mata ke jantung Aurora.

Aurora terdiam. Otaknya berpacu, dipenuhi ribuan kemungkinan jawaban. Kalau aku bilang tidak ada bukti, mereka akan menang. Kalau aku memaksa membantah tanpa dasar, polisi justru semakin yakin aku bersalah. Jantungnya berdetak kencang, keringat dingin menetes dari pelipisnya.

"Pak polisi, dia diam! Berarti dia memang seorang wanita penghibur yang dengan sengaja mengancam meminta uang dengan senjata tajam. Pak polisi sendiri melihat, kan bagaimana dia menendang kemaluan saya dan membawa senjata tajam sebagai alat intimidasi?" suara bos preman itu menggema, menyambar telinga Aurora seperti petir.

"Itu benar. Menurut yang saya lihat, saudari ini berlari setelah membuat salah satu dari kalian kesakitan dengan membawa senjata tajam. Itu tetap bisa dituntut sebagai penyalahgunaan senjata tajam," ucap polisi tersebut, nadanya datar tapi tegas. Seakan palu vonis sudah diketukkan.

Aurora merasakan dunia sekelilingnya runtuh. Napasnya tercekat, dadanya sesak, seolah udara dalam ruangan itu mendadak hilang. Matanya berkaca-kaca. 'Jadi benar… di negeri ini, bahkan sebagai korban pun aku tetap bisa dianggap bersalah.'

"Lihat, gadis kecil? Kau kalah!" ucap preman itu, nadanya penuh ejekan. Tawanya yang dingin membuat bulu kuduk Aurora berdiri.

Aurora mendengus kesal. Tubuhnya lunglai di kursi, tangan mengepal erat hingga buku-bukunya memutih. Ia sudah pasrah dengan takdirnya. Pandangannya kabur oleh air mata, sementara suara tawa kecil para preman menggema, menertawakan keputusasaannya.

Namun tiba-tiba—

Tuk. Tuk. Tuk.

Langkah kaki terdengar mendekat dari koridor. Semakin lama, semakin jelas. Dentuman sepatu kulit yang mantap menghantam lantai membuat semua mata di ruangan itu menoleh.

Seorang pria berbadan tinggi muncul di ambang pintu. Jas hitam membalut tubuhnya dengan rapi, siluetnya begitu tegas dalam cahaya lampu neon yang pucat. Wajahnya dingin, sorot matanya menusuk, membawa aura otoritas yang membuat ruangan seketika hening.

Ia berjalan perlahan, setiap langkahnya membawa tekanan yang membuat para preman menelan ludah. Mendekati Aurora, pria itu berhenti tepat di sampingnya. Tanpa berkata-kata panjang, ia mengeluarkan ponselnya. Layar menyala, memperlihatkan sebuah rekaman.

Suara-suara kasar preman tadi bergema jelas dari speaker ponsel. Adegan Aurora yang dikepung, ditarik, hingga terpaksa melawan, semua terekam tanpa terlewat.

Pria itu menatap lurus ke arah polisi, suaranya tenang tapi penuh keyakinan.

"Yang dikatakan gadis ini benar. Saya adalah saksi di lokasi kejadian dan saya punya bukti."

Aurora tertegun, matanya membesar. Air matanya yang tadi penuh keputusasaan kini berubah menjadi kilauan harapan tipis.

1
Messan Reinafa
karma berlaku yaa ciin
Messan Reinafa
duh..duh...bau-bau pelakor ga tau diri
📚ᴀᴜᴛʜᴏʀ_ʀᴀʙʙɪᴛ¹⁸🐇
jangan bilang jika istri mu yang kenal penyakit HIV 🗿
📚ᴀᴜᴛʜᴏʀ_ʀᴀʙʙɪᴛ¹⁸🐇
😭😭😭tiba tiba di tampar
📚ᴀᴜᴛʜᴏʀ_ʀᴀʙʙɪᴛ¹⁸🐇
ku kira dia tokoh benerann 😭
👑Chaotic Devil Queen👑: Selamat! Anda bukan satu-satunya orang yang kena tipu😭🤣
total 1 replies
erika eka putri pradipta(ACDD)
dasar pelakor,rasain emang enak🤣🤣🤣
erika eka putri pradipta(ACDD)
dasar pelakor
erika eka putri pradipta(ACDD)
paling benci dengan orang yang kejam seperti aurora
Oksy_K
releted bgt, ikut trend pasar tapi feel nya gak dapet, gk ikut trend duitnya yg gak dapet🥲😂
Oksy_K: sabar ya kak, kita sama🤣
total 4 replies
karena orang-orang senang liat orang susah 🤭
👑Chaotic Devil Queen👑: Lebih ke... merasa relate aja gak sih🗿

makanya kebanyakan yang bikin dan baca itu ibu rumah tangga karena relate🗿
total 1 replies
Quinnela Estesa
nama tokoh utama aja yang keren. nama tokoh lain B aja. Siti apaan deh🤣 coba namanya lebih bagus lagi
👑Chaotic Devil Queen👑: Kan disesuaikan sama gennya zheyenk😭🤣

Siti dan yang lainnya itu gen milenial ke atas. Mereka di usia bapak-bapak, ibu-ibu. Yang gen-Z cuma MC doang. Makanya namanya estetik sendiri😭🤣
total 1 replies
Rezkaya Retnoyevich
Jir, kena plot twist ane, ku kira dia tokoh beneran. Ternyata cuma karakter novel yg MC bikin /Facepalm/
👑Chaotic Devil Queen👑: Wah siapa sangka😭🤣
total 1 replies
Rezkaya Retnoyevich
Tipikal wanita yang tidak aku sukai, berharap agar kita gak pernah bertemu dengan orang semacam ini di kehidupan nyata 😤
👑Chaotic Devil Queen👑: Iya gess... semoga dipertemukan wanita baik-baik yang mau menemani saat susah, gak cuma senengnya doang😭🙏
total 1 replies
Adifa
kok bisa di katakan wanita bodoh??😭
👑Chaotic Devil Queen👑: NPD juga bisa atau DPD. Dia terlalu percaya diri dan gak mandiri 🗿
total 3 replies
Jhony Can Cook
bagus kok
👑Chaotic Devil Queen👑: Terimakasih
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!