Dean Willis Granger cucu dari pemilik Rumah Sakit ternama Gr.Hospital. Menjadi cucu laki - laki satu - satunya dan belum menikah, membuat pria itu menerima beban tuntutan dan harus menerima akan perjodohan yang telah di atur sang kakek.
"ck ini sudah zaman modern tidak perlu perjodohan atau semacamnya" tolaknya dengan santai seraya memakai jas nya.
"Tidak, besok acara makan malam. Tidak ada penolakan Dean" ketusnya yang berlalu meninggalkan cucunya yang mematung.
***
Pertemuan dengan keluarga Ashton nyatanya merubah sudut pandang Dean. Gadis Nakal yang dia temui tempo lalu di sebuah bar nyatanya adalah calon adik iparnya. Sifatnya bertolak belakang dari saat pertama kali bertemu.
"Naomi, masih ingat denganku?" Kedua alisnya terangkat dan memberikan seringainya.
"S-siapa? Mau apa memgikutiku hah? Kau ini calon suami kak Grace!" memberikan ultmatum.
"Aku tidak berselera tidur dengan pria yang usianya lebih tua dariku" ejek Dean menirukan kalimat yang pernah diucapkan Naomi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jeonfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Datang ke Apartementnya
"Eunghh" Naomi membuka matanya. Dia baru saja terbangun dari lelapnya tertidur.
Fikirannya langsung membawanya pada mimpi yang dia anggap aneh. "Astaga, bisa - bisanya aku bermimpi berciuman dengan calon kakak iparku sendiri" gumamnya yang terkejut. Naomi menepuk jidatnya dan menggosokkan wajahnya dengan telapak tangannya.
Dia mendudukan dirinya di ranjang, "Jeanne" panggilnya pada sahabatnya. Naomi melihat ke arah jam dinding dan ternyata masih pagi. Sekitar pukul lima dini hari.
"Sejak kapan Jeanne memasang jam dinding seperti itu" gumamnya yang menilai. Naomi mulai menganalisis area sekitar. Ranjang yang dia tempati. Dinding, tirai dan berbagai furniture lainnya.
"Ini bukan di rumah Jeanne. Apa aku diculik?" Gumamnya menebak - nebak. Naomi langsung membuka selimutnya dan pergi ke arah jendela. Dia melihat keadaan luar yang masih gelap. Dia berada di sebuah gedung apartement.
Dia berlari membuka pintu kamar dan melihat keadaan yang sepi. Apartement yang cukup rapih fikirnya. "Ini apartement siapa? Apa apartement baru Jeanne?" Gumamnya bertanya - tanya pada diri sendiri.
"Jeanne..??" Naomi menyusuri setiap ruangan dan membukanya satu persatu. "Ish kenapa tidak ada siapa - siapa disini" ucapnya yang mulai panik dengan segala prasangka buruk yang ada.
***
"Bi .."
"Iya tuan Dean?" sahutnya menanggapi.
"Saya titip snack susu punya Oliv, saya mau berangkat" ucap Dean yang memberikan paper bag berisi snack yang dia beli semalam. Karena dia kembali begitu larut, Dean tidak sempat memberikan langsung pada kakaknya.
"Oh iya baik tuan. Berangkat? Tapi sarapannya tuan?" Ucap pelayan tersebut yang kebingungan. Terlebih ini masih dini hari. Para pelayan bagian dapur memang mempersiapkan masakan dari jam - jam rutin seperti ini. Tapi tuannya yang berangkat sangat dini membuatnya heran.
"Tidak usah, jangan siapkan untuk saya" tolaknya yang lalu pergi meninggalkan pekerja di mansion.
***
*cekrek*
Pintu apartement terbuka menampilkan Dean yang baru datang. "Kak Dean" ucap Naomi pelan dengan gerakan bibirnya. Dia terkejut melihat kedatangan Dean ke apartement yang dia tempati sekarang.
"Makanlah, ini juga pakaian baru. Aku tidak tahu cukup atau tidak. Mencari store pakaian sepagi ini cukup sulit" ucap Dean menyodorkan beberapa paper bag ditangannya.
"Ini apartement siapa?" Tanya Naomi seraya memeluk paper bag tersebut.
"Apartemenku." singkatnya yang lalu duduk di sofa.
Naomi masih mematung, sepertinya dia kurang cepat tanggap akan situasi dan kondisi yang ada. "aku mandi dulu saja" ucapnya meninggalkan paper bag berisikan makanan untuk sarapan dan berjalan cepat kembali ke kamar. Dia menutup pintu dan menguncinya. Naomi segera lari menuju kamar mandi.
"Aku sungguh membenci alkohol sekarang. Berarti itu bukan mimpi. Aku dan dia ashhh.. astaga Naomi. Bisa - bisanya seperti itu." ucapnya di depan cermin kamar mandi.
"Aku tidak mengerti kenapa dia se santai itu setelah kejadian semalam. Aku tidak bisa lagi menyembunyikan rasa maluku" ucap Naomi dengan kekesalannya.
***
"Nona Natasha ini ada titipan tadi dari tuan muda" ucap salah satu pelayan yang menghampiri ke meja makan. Di sana sudah ada Natasha, Oliv dan juga William.
"Dean? Memangnya kemana dia?" Tanyanya setelah melihat isi bungkusan itu. Sesuatu yang dia memang titipkan pada adiknya.
"Sudah berangkat nona, tadi pagi - pagi sekali." Ucapnya memberikan tanggapannya.
"Dia sempat sarapan dulu?" Sahutnya yang mengkhawatirkan tentang adiknya.
"Tidak nona. Tuan Dean mengatakan tidak usah katanya. Saya juga belum selesai memasak karena saya tidak tahu tuan akan berangkat sepagi itu" ucapnya yang merasa bersalah. Takut - takut dia mendapat penilaian yang buruk majikannya.
"Ah iya tidak apa - apa. Bungkuskan saja bi, nanti saya antarkan ke Rumah Sakit" perintahnya yang diangguki oleh pekeja disana.
"Apa di Rumah Sakit sedang urgent atau ada apa kenapa dia datang sepagi itu?" Tanya Natasha pada William.
"Kakek tidak mendengar berita apapun. Mungkin dia hanya ingin berangkat lebih awal saja dan memilih sarapan di kantin Rumah Sakit" tuturnya yang santai. Walau dalam benaknya dia juga mempertanyakan hal yang sama dengan cucu pertamanya.
"Ish tapi itu terlalu pagi kakek. Bahkan pelayan saja belum selesai memasak. Aku akan tanya nanti setelah bertemu dengannya di Rumah Sakit" ucapnya yang menggenggam rasa penasarannya akan sikap tidak biasa dari adiknya.
***
"Makanlah ? Apa kamu ingin disuapi?" Sindir Dean pada Naomi yang sedari tadi hanya memegang sandwich ditangannya tanpa mengarahkan ke area mulutnya.
"Tidak tidak. Aku akan memakannya" ucap Naomi yang perlahan membuka plastik sandwich dan melahapnya. Dean menyunggingkan senyumnya dan ikut memakan sandwich yang sama yang dia beli tadi di perjalanan.
"Aku minta maaf dan terima kasih" ucap Naomi pelan tanpa menatap pada pria yang duduk di hadapannya.
"Hmm.. "
"Aku akan mengembalikan baju ini jika selesai di cuci" ucapnya mengarahkan pandangannya pada baju yang dia kenakan.
"Tidak usah, ambil saja. Aku tidak meminjamkan" tutur Dean dengan suaranya yang tegas.
"Kalau begitu terima kasih lagi. Setelah sarapan aku akan pergi ke rumah Jeanne. Sebagian barangku masih ada disana" tuturnya yang berniat pamit.
"Akan kuantarkan" ucapnya menatap Naomi yang sedari tadi menunduk.
"Tidak usah kak Dean, aku baik - baik saja sendiri. Aku akan memesan taxi" jawabnya yang menolak ajakan Dean.
"Bersiaplah. Aku tidak menunggu lama." tutur Dean yang mengambil keputusan sendiri. Naomi mengarahkan wajahnya pada punggun Dean yang mulai pergi.
***
"Loh masih dikunci" tuturnya menatap bergantian knop pintu, dia mencoba berkali - kali.
" unclenya mana mama?" Tanya Oliv yang berdiri di sebelahnya seraya memegang bonekanya.
"Sebentar sayang, mungkin uncle sedang keluar dulu" tutur Natsha memberikan pengertian. Dia mengajak putrinya menuju kembali ke ruang depan tempat absensi kehadiran online yang dapat diakses dengan scan barcode.
"Selamat pagi ibu Natasha" ucap salah satu staff yang berjaga disana.
"Selamat pagi. Dean sudah datang kan? Atau ada pekerjaan di luar ? Karena pintunya masih dikunci" tanyanya.
"Tuan Dean saya belum melihatnya datang bu Natasha. Tapi sebentar saya cek di komputer dulu, barangkali memang beliau datang lebih awal dan saya belum datang" tuturnya memperkirakan.
Staff tersebut membuka data aplikasi dan nama Dean sebagai presdir masih bersimbol abu - abu bukan hijau. Jika hijau menandakan sudah absensi kehadiran.
"Tuan Dean belum datang bu, beliau belum melakukan absensi" tutur staff tersebut.
Natasha mulai kebingungan. Adiknya pergi lebih awal, tapi nyatanya dia tidak datang ke Rumah Sakit. Membuatnya keheranan. "Kemana dia ?" Tuturnya dengan mengajak kembali Oliv untuk duduk di dekat ruangan Dean.
Natasha merogoh ponselnya yang berada di dalam tas dan segera menelfonnya. Panggilan pertama dan kedua tidak mendapat jawaban. Dia mencoba untuk ketiga kalinya sampai akhirnya panggilan tersebut diterima.
"Dean? Dimana kamu?" Tanyanya langsung tanpa aba - aba. "Aku diperjalanan sedang menyetir" jawabnya santai. Memfokuskan laju mobilnya dengan baik.
"Perjalanan ke mana?" Tanya lagi Natasha.
"Ke Rumah Sakit" jawabnya memberikan informasinya.
***
"Mama uncle mana?" Tanya Oliv kembali yang merasa bosan menunggu unclenya datang. Tote bag berisikan makanan dari rumah pun terabaikan begitu saja duduk bersama mereka.
"Selamat pagi bu Natasha" sapa Grace yang kebetulan melewatinya. Mengetahui jika mereka menunggu Dean yang masih dalam perjalanan dan tidak ada akses masuk ke ruangan Dean. Grace mengajak mereka untuk mampir ke ruangannya untuk menunggu di sana.
Setidaknya bisa lebih nyaman dan leluasa. "Huh terima kasih Grace, saya tidak tahu jika memang dia belum datang" ucapnya dengan ramah dan sedikit guratan senyum kecewanya.
"Iya sama - sama bu Natasha." Jawabnya dengan sopan.
"Adik kamu tidak ikut lagi?" Tanyanya yang melihat ruangan kerja Grace yang nampak sepi.
"Oh Naomi, tidak." Ucapnya menggelengkan kepalanya.
"Kuliah ya?" Tanyanya lagi mengorek informasi.
"Tidak, dia sudah mendapat lulus kemarin. Mungkin sekarang dia sedang bersantai di kamar" ucapnya dibumbui dengan kekehannya.
"Owh congratulations." Ucap Natasha dengan senyumnya yang melebar.
"Iya terima kasih bu Natasha. Nanti saya sampaikan pada Naomi" jawabnya dengan senang.
"Hmm.. bagaimana jika nanti malam kita makan malam? Saya mengundangmu dan juga adikmu. Saya juga setidaknga harus mengucapkan selamat dan memberikan bingkisan untuk Naomi bukan" tuturnya mengundang Grace dan Naomi.
"Hah.. " Grace tidak percaya akan undangan ini. Pertemuan mereka masih terbilang singkat tapi wanita di hadapannya sangat baik telah mengundangnya.
"Malam ini sekali?" Tanyanya memastikan kembali karena begitu mendadak.
"Ya, karena besok sore saya harus kembali." Ucapnya dengan raut wajah yang berubah murung.
"Oh iya bu Natasha, terima kasih atas undangannya."