Salma dan Rafa terjebak dalam sebuah pernikahan yang bermula dari ide gila Rafa. Keduanya sekarang menikah akan tetapi Salma tidak pernah menginginkan Rafa.
"Kenapa harus gue sih, Fa?" kata Salma penuh kesedihan di pelaminan yang nampak dihiasi bunga-bunga.
Di sisi lain Salma memiliki pacar bernama Narendra yang ia cintai. Satu-satunya yang Salma cintai adalah Rendra. Bahkan saking cintanya dengan Rendra, Salma nekat membawa Rendra ke rumah yang ia dan Rafa tinggali.
"Pernikahan kita cuma pura-pura. Sejak awal kita punya perjanjian kita hidup masing-masing. Jadi, aku bebas bawa siapapun ke sini, ke rumah ini," kata Salma ketika Rafa baru saja pulang bekerja.
"Tapi ini rumah aku, Salma!" jawab Rafa.
Keduanya berencana bercerai setelah pernikahannya satu tahun. Tapi, alasan seperti apa yang akan mereka katakan pada orang tuanya ketika keduanya memilih bercerai nanti.
Ikuti petualangan si keras kepala Salma dan si padang savana Rafa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cataleya Chrisantary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Uang kompensasi cerai
15
Di hari kepulangn Rafa, tingkah Vania sungguh sangat aneh. Perempuan itu kembali membeli berbagai bahan makanan hingga tidak muat di lemari pendingin. Dan bisa-bisanya ketika menyapa Rafa, Vania berkata jika ia habis berbelanja bulanan.
Padahal kenyataanya selama tinggal disini Vania baru dua kali saja dengan sekarang belanja kebutuhan bulanan itu. Sungguh itu memuakan bagi Salma.
Vania bertingkah seperti dirinya yang mengurus segalanya padahal pada kenyataanya selama ini Salma lah yang menyiapkan segala termasuk membayar tagihan rumah sakit ketika mama Nanda berobat.
Malam harinya, Salma berdiri kaku di depan pintu. Sedangkan Rafa tengah mandi. Salma tengah berpikir harus dimana ia tidur malam ini. Salma menutup matanya gelisah sendiri.
“Ada apa?” Rafa mengagetkan Salma. Lelaki itu keluar dari kamar mandi dengan keadaan handuk yang melilit di pinggangnya.
“Ish!” kesal Salma. “Bisa gak sih kamu ini pakai baju dari kamar mandinya jangan kayak gini!”
“Sorry,” jawab Rafa entang saja.
Salma masih membalikan badannya namun di depannya sekarang terdapat sebuah cermin berukuran cukup besar. Dan pertama kalinya ia melihat tatto Rafa yang berada di lengan bagian atas menyambung ke area punggungnya.
“Sejak kapan kamu punya tatto?” tanya Salma spontan begitu saja.
“Oh ini,” kata Rafa terlihat menatap tatto di lengan atas hingga punggunggnya. “Aku punya tatto ini tahun kemarin. Tapi ini belum selesai. Aku belum punya waktu lagi.”
“Ibu kamu tahu?”
“Nggak lah,” jawab Rafa lalu memakai baju. “Kalau sampe mama tau pasti mama kena serangan jantung.”
Rafa lalu terdiam sibuk membuka handuknya. Dan Salma memalingkan wajahnya lagi dari cermin di depannya. Salma sekarang sedang bingung harus dimana ia tidur. Karena Salma jujur saja tidak mau kalau harus tidur di bawah.
“Sana tidur di kasur aja,” kata Rafa. Namun, Salma tidak menjawab dan masih berdiri membelakangi Rafa. “udah sana tidur aja di kasur. Biar aku tidur di sofa. Aku udah terbiasa tidur di tempat-tempat keras dan sempit gini kok.”
“Ya udah kalu maksa!” jawab Salma.
Namun jawaban tersebut membuat Rafa tersenyum. Rafa tidak memaksa, Rafa hanya berkata dua kali saja. Namun, itu cukup membuatnya tersenyum malam ini.
Pagi harinya, Salma seperti biasa bangun pukul setengah lima pagi. Menyiapkan segalanya. Ia melihat Rafa masih tidur di sofa nampak nyenyak. Tapi, tetap saja Salma tidak tega melihat Rafa tidur meringkuk seperti itu.
“Fa,” Salma menyenggol kaki Rafa dengan lututnya. “Fa, bangun pindah sana ke kasur.”
“Hmm,” Rafa hanya bergumam saja.
“Ish, pindah sana tidurnya ke kasur,” kesal Salma.
“Hmm, iya, iya,” jawab Rafa setengah tidur.
Begitu Salma keluar dari kamar ia mendapati Vania tengah memasak. Sungguh pemandangan ini sangat janggal menignat Vania tidak pernah bangun lebih awal dari Salma apalagi untuk masak pagi.
“Sal, mbak udah bikinin kamu bekal tuh,” kata Vania.
“Oh, iya makasih, mbak.”
“Dah sana kamu siap-siap aja,” kata Vania lagi dengan senyuman manis yang nampak di paksakan.
Salma tidak menyia-nyiakan waktunya. Ia langsung pergi ke kamar lagi untuk berdandan. Karena biasanya, Salma selama ini hanya bisa bermake up sambil memasak. Sangat tidak higienis untuk kesehatan kulit wajahnya tapi Salma tidak memiliki pilihan.
“Kenapa balik lagi?” lagi-lagi Rafa mengangetkan Salma. Lelaki itu baru saja keluar dari kamar mandi.
“Ish, bisa gak sih gak usah ngagetin.”
“Aku gak ngagetin, aku Cuma tanya kenapa balik lagi?”
“Kakak kamu lagi masak. Jadi ya udah hari ini aku make up di kamar.”
Rafa tidak berbicara lagi. Rafa hanya duduk di kasur, ia nampak seperti tengah memainkan ponselnya. Akan tetapi, Rafa diam-diam tengah menatap Salma lewat kamera yang teryata ia hidupkan.
Rafa tidak bisa menatap Salma secara langsung. Ia berani taruhan, jika itu terjadi maka apapun yang ada di tangan Salma saat ini pasti melayang pada wajahnya.
Sarapan kali ini bernar-benar berbeda. Vania dengan liciknya memasak begitu banyak. Bahkan sampai membuatkan bekal untuk Salma.
“Nanti aku jemput lagi,” ucap Rafa ketika mobil baru berhenti.
“Aku pengennya jangan jemput tapi ya mau bagaimana lagi,” ucap Salma lalu keluar dari dalma mobil.
Mobil masih terparkir, Rafa menatap Salma yang masuk ke dalam. Ketika Rafa sampai di rumahnya, ternyata ipad milik Salma tertinggal. Dan sialnya Rafa baru menyadari itu ketika sampai rumah.
Rafa menelepon Salma berkali-kali namun Salma tidak mengangkat. Akhirnya Rafa mengirimkan pesan. Setidaknya agar Salma tidak panik karena ipad miliknya tertinggal. Rafa sudah kenal bagaimana paniknya Salma ketika ia tertinggal satu barang tertentu.
“Habis nganterin Salma?” tanya Vania.
“Yap. Mbak rumah belum beres apa?” tanya Rafa.
“Belom, paling dua bulanan lagi. Eh, Fa, mbak mau tanya sesuatu.”
“Tanya apa?” Jawab Rafa sambil memegang ipad milik Salma.
Pada intinya, Vania saat itu menanyakan bagaimana bisa Rafa menikah dengan Salma yang pemalas. Vania berkata jika Salma pemalas. Baju-baju milik Salma saja dulu sebelum ada ART harus Vania yang menyetrika.
Untuk urusan makanan, harus selalu Vania yang masak dan urusan belanjapun tetap Vania. Vania bahkan menambahkan jika Salma hampir tidak pernah datang ke rumah sakit ketika mama Nanda kontrol.
“Bukanya pernah, yah? waktu kontrol dua bulan terakhir perasaan Salma ikut, deh.”
“Iya emang tapi kek udah di detik terakhir gitu gak nungguin dari awal. Harus sama Bik Sari.”
“Kan Salma emang kerja. Jadi ya wajar aja kalau misalkan datengnya telat. Lagian Salma itu bukannya males tapi capek aja, mbak. Yaudah sih gak usah di permasalahain orang sekarang juga udah ada ART kan.”
“Iya, tapi kek minimal beli bahan makanan gitu. Kemarin aja mbak beli bahan makanan sampe penuh itu kulkas. Terus Salma itu kalau beli snack-snack gitu pelit banget gak mau bagi-bagi sama anak-anak.”
“Yaudah makanya mbak beli sendiri gak usah minta.”
“Ih kamu ini kenapa sih semenjak nikah sama si Salma jadi berubah. Mana belih pelit lagi sekarang. kamu kasih uang bulanan dia berapa sih? sampe kamu lupa sama kakak-kakak kamu. Kemarin Salma di kasih tas minimal kamu tuh beliin anak-anak mainan kek.”
Rafa pusing mendengar ocehan Vania. Lebih baik ia memang menghindar saja. “Udah ah, mbak. Aku masih jetlag. Aku mau tidur.”
“Makanya kamu gak usah pake sok soan nganterin Salma kerja mendingan juga istirahat. Kamu tuh jangan mau dikendaliin sama istri kamu, Fa. Dia emang istri kamu tapi kamu juga masih punya keluarga.”
Makin di dengar ucapan kakaknya makin menjadi-jadi. Rafa lebih memilih mengurung dirinya di kamar. Ada banyak yang diucapkan oleh Vania namun ia sama sekali tidak mempercayai beberapa bagian dari cerita Vania. Ia lebih kenal Salma dari siapapun.
Saat sedang duduk itulah, Rafa menatap ipad milik Salma. Yang ternyata ketika ia buka tidak terkunci. Dan beruntungnya Rafa karena masih terhubung dengan aplikasi chating milik Salma.
Rafa melihat tidak ada yang aneh dari orang-orang yang berkirim pesan dengan Salma namun. Rafa sedikit tergelitik dengan pesan yang dikirimkan oleh Kalani kemarin.
From Kalani: Ya udah sih berdoa aja mudahan-mudahan lo bisa beli mobil impian elo tahun depan.
Rafa tau ini melanggar privasi Salma. Namun, ia cukup penasaran dengan histori chat Salma dengan Kalani sahabatnya di kantor. Dan Rafa dibuat kaget setelah membaca seluruh isi chat Salma dengan Kalani.
Dalam chat itu, Salma mencurhatkan segalanya mengenai dirinya dengan Vania yang toxic. Salma mengatakan dengan detail termasuk Salma memberikan bukti tangkapan layar uang Salma yang keluar selama dua bulan ini.
From Salma to Kalani: gue sebenenrya nggak apa-apa gak akan mempermasalahkan uang yang dipake buat ngobatin mama. Tapi agak bermasalah kalau itu kakaknya sama keluarganya ikut numpang. Gue uah habis 190juta, Kal. Yaelah mobil impian gue gak akan kebeli kalo gini mah.
Semakin Rafa baca ke atas semakin Rafa shock berat karena selama ini ternyata Salma yang membiayai segala kebutuhan rumah ini. Bahkan Akhirnya Rafa tau jika uang yang ia berikan ke Vania, uang jatah ke rumah sakit ibunya tidak diberikan oleh Vania.
Makin gilanya, sekarang Rafa membaca isi chat antara Vania dan Salma. Betapa kagetnya Rafa, betapa terkejutnya Rafa karena tidak jarang Vania memarahi Salma namun pada ujungnya selalu menyuruh Salma berbelanjan barang-barang tertentu yang ia pesan.
“Apa-apaan mbak ini!” kata Rafa tiba-tiba dari dalam. Pada saat itu, mama Nanda bahkan sedang ad di ruang tengah. “Mbak nggak ngasih uang rumah sakit mama ke Salma?”
“Huh, maksud kamu apa sih, Fa?”
“Aku tahu mbak gak pernah ngasih uang sakit mama ke Salma. Aku tahu semuanya mbak!” Rafa menaikan ipad yang sedang ia pegang. “Ini punya Salma yang secara gak sengaja tadi tertinggal di mobil.”
“Fa, kamu ini ngomong apa sih?” kata mama Nanda.
“Anak mama ini gak pernah ngasih uang yang aku berikan untuk berobat mama ke Salma. Dia malah pake buat renovasi rumahnya. Dan dan Cuma itu aja. Dia sering nyuruh Salma membelikan makanan-makanan untuk dirinya sendiri dan anak-anaknya. Mama harus tahu, Salma sudah habis seratus sembilan puluh juta hanya dalam dua bulan. Dan dia sama sekali gak cerita apa-apa ke aku, mah.”
“Apa,” mama nanda juga kaget. Lalu menatap Vania yang hanya bisa diam menunduk.
“Aku malu sama Salma. Selama ini aku pikir gak ada kejadian semacam ini di rumah ini, di rumah tangga aku. Selama ini aku pikir Salma baik-baik aja tapi ternyata dia tersiksa sama kelakuan toxic kamu gak pernah berubah. Baru tadi mbak bilang Salma pemalas hingga memperkerjakan ART. Tapi kenyataanya mbak yang malas dan hanya numpang hidup di sini.”
“Tapi kan mbak udah bilang mbak pinjem-“
“Pinjam apa?” teriak Rafa. “Pinjam apa maksud mbak, hah? Harusnya mbak bilang ke aku. Kalau mbak mau pinjam bilang. Uang aku itu milik aku dan Salma bukan milik mbak. Dan aku bukan tulang punggung di rumah ini!”
Rafa marah-benar-benar marah. Ia ingin sekali langsung bertemu dengan Salma akan tetapi ia tidak bisa. Ia harus menunggu sampai waktu Salma pulang atau setidaknya Salma istirahat.
Rafa keluar dari rumah berkendara tidak tentu arah. Hingga akhirnya ia terpkir untuk mengganti semua uang tabungan Salma itu. Tanpa berpikir panjang ia langsung memerikan uang tabungan miliknya dan uang yang memang akan ia berikan kepada Salma sebagai uang nafkah. Dan semua uang itu menutupi pengeluaran Salma selama dua bulan ini, malah lebih.
From Rafa: Aku tunggu di tempat makan kamu nanti siang. Gak ada tapi, aku ingin menanyakan sesuatu sama kamu.
Salma menerima pesan itu dari Rafa sedikit memiringkan alisnya. Namun, setelah itu ia mendapatkan notifikasi dari bank. Dan ternyata telah masuk uang sejumlah dua ratus lima puluh juta ke rekening Salma yang asalnya dari rekening Rafa.
Salma dibuat kaget, ia menatap deretan angka itu lalu hatinya berkata. “Apa nih? Uang kompensasi cerai?
Bersambung
Ada yang mau nitip kata-kata mutiara sama Vania wkwkwk