Ditipu tidak membuat kadar cintanya berkurang malah semakin bertambah, apalagi setelah tau kejadian yang sebenarnya semakin menggunung rasa cintanya untuk Nathan, satu-satunya lelaki yang pernah memilikinya secara utuh.
Berharap cintanya terbalas? mengangankan saja Joana Sharoon tidak pernah, walaupun telah hadir buah cinta.. yang merupakan kelemahan mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Base Fams, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
◉ 15
Jemarinya turun membuka kancing berikutnya sampai di kancing ke 5, kancing terakhir. Joana tidak bisa bernapas dengan benar manakala maniknya disuguhi tubuh bidang Nathan yang terdapat 6 kotak di bagian perutnya yang keras. Salivanya hampir saja menetes. Beruntung Ia buru-buru menelannya. Ini adalah godaan yang menyesatkan. Sebenarnya ini rejeki apa ujian? sempat-sempatnya Joana bertanya demikian.
Tidak sanggup berlama-lama melihat tubuh Nathan, Joana dengan segera meletakkan kain kompres di sela ketiak dan dada bidang Nathan.
Pergerakan Joana, tak luput dari tatapan Nathan. Rasa hangat menyerang hatinya mendapatkan perhatian yang tidak pernah di dapatinya. "Terimakasih." Ucap Nathan sangat tulus.
Keduanya terdiam, saling melempar pandang masing-masing. Joana tersenyum samar, Nathan juga demikian. "Aku akan mencari sesuatu yang bisa anda makan. Anda tidur lah dulu."
Satu jam kemudian
"Tuan. Bukalah matamu." Joana menyentuh tangan Nathan, membangunkan pria itu. Nathan membuka matanya perlahan hingga terbuka sempurna. Mata biru yang indah. Joana menyukai mata milik pria itu. "Aku membuatkan bubur, makanlah."
Ya sejam yang lalu, Joana meninggalkan Nathan mengunjungi swalayan 24 jam yang terletak di sebelah penginapan mereka. Joana berbelanja, lalu setelahnya ia mengeksekusi bahan yang dibelinya di kamar Nathan. Bubur, masakan perdana yang dibuatnya. Ia tidak berpengalaman soal memasak, maka dari itu Joana menggunakan ponsel melihat cara membuat bubur di halaman internet.
"Aku pikir kau tidak akan kembali, Joana."
"Aku tidak sejahat itu, meninggalkan pasienku yang nyaris sekarat."
Nathan menarik kedua sudut bibirnya, membentuk senyuman. "Apa malam ini, kau berperan sebagai dokter?"
"Hmm.. ya, dokter cantik yang mempunyai sejuta pesona."
Nathan tergelak, bahkan manik pria itu menyipit. "Ternyata kau sangat percaya diri sekali."
Lagi-lagi, Joana terkesima lalu ikut tertawa, seolah tawa pria itu menular kepadanya. "Apa anda tau, anda terlihat semakin tampan saat anda tertawa."
"Kau memujiku."
"Aku tidak memuji. Tapi mengatakan fakta. Sekarang bangunlah. "
Nathan mengangkat sebagian tubuhnya bersamaan itu Joana mengambil bantal lalu menumpuknya di belakang punggung Nathan, dan membantu pria itu bersandar. Kemudian Joana mengambil bubur di atas meja samping tempat tidur.
"Kau yang membuat bubur itu untukku?" Semangkuk bubur di tangan Joana. Bubur yang terdapat ayam suir serta taburan daun seledri. Dari tampilannya sangat meyakinkan, serta aromanya menggoda. .
Nathan mendongak, menatap Joana. Senyumannya yang manis terluas luas, dan Joana nyaris salah tingkah di tatap sedemikian hangat.
"Sebenarnya ini masakan perdanaku, Tuan." akunya malu-malu. Kesibukannya untuk mengumpulkan pundi-pundi uang, membuat Joana tidak mempunyai waktu untuk belajar masak. Selama ini, ibunya lah yang membuat makanan untuknya.
"Oh ya, berarti aku juga orang pertama yang menikmati masakanmu." Nathan tersenyum untuk kesekian kalinya.
"Ya, itu benar."
"Wah, aku merasa tersanjung kalau begitu," ucap Nathan dengan tulus.
"Semoga rasanya tidak aneh." Joana menatap Nathan yang sedang menyendokkan bubur lalu melapnya.
Sedikit asin, tapi it's oke. Karena Joana memasaknya dengan tulus, ia harus menghabiskannya.
"Bagaimana?"
"Bubur buatanmu sangat lezat, Joana." Jawabnya kemudian ia menyuapi lagi bubur ke dalam mulutnya hingga habis tak bersisa. Bahkan ia menghabiskannya hanya dalam hitungan 5 menit. Menakjubkan.
Joana mengambil obat penurun panas , dan juga air yang sudah di persiapkan tadi. "Ini obat anda, Tuan." Joana memberikan obat serta segelas air kepada Nathan.
Dalam satu tegukan, Nathan meminum obatnya. Ia sendirilah yang mengembalikan gelasnya di atas meja.
Joana menyentuh lagi dahi Nathan, memeriksa kondisi pria itu. "Syukurlah demam anda sudah turun."
"Kenapa kau baik sekali."
"Karena aku dilahirkan untuk menjadi orang baik." Seloroh Joana dengan kerlingan jenaka. Alih-alih tersanjung, Joana membenarkan pujian tersebut.
Nathan dibuat tergelak karena jawaban Joana. Gadis itu selalu bisa mencairkan suasana, dengan ucapan dan tingkahnya yang ceria. "oh ya... baiklah orang baik, terimakasih atas perhatiannya. So, mengenai pertemanan, apa permintaan pertemananku di terima?" Tagihnya.
Andaikata, Joana belum bisa menerima ajakannya, Nathan akan terus menagih sampai Joana bosan, hingga gadis itu menyerah lalu mengatakan 'ya aku ingin menjadi temanmu'
"Hei, kenapa kau diam? jawablah."
"Apa anda sungguh-sungguh ingin menjadi temanku?"
"Tentu saja." Jawab Nathan dengan cepat, dan terdengar meyakinkan.
Joana diam, berpura-pura berpikir. "Baiklah, Aku mau. Aku berharap kelak anda tidak menyesalinya."
"Sepertinya, kita harus berkenalan dengan benar. Kau setuju?"
"Tentu... "
"Nathan Klemens," Nathan mengulurkan tangannya. Joana tidak bisa melakukan apapun kecuali menerima uluran tangan pria itu.
"Joana Sharoon."
Keduanya tersenyum melihat tangan mereka saling bertaut, saling menggenggam satu sama lain. "Nama yang sangat indah. Senang berkenalan denganmu Joana."
"Aku juga." Joana menarik tangan terlebih dahulu sebelum Nathan melepaskan genggamannya.
Selanjutnya, keduanya pun larut dalam cerita. Bahkan keduanya sempat tertawa, Joana membicarakan tentang masa kecilnya kepada Nathan. Masa kecil yang mengesankan dengan kenakalan.
"Kenapa sejak tadi kau yang bertanya. Sekarang giliranku yang bertanya, dan kau harus menjawab pertanyaanku."
"Kau memaksa?"
"Sedikit."
"Baiklah, aku akan menjawabnya."
"Apa kau mempunyai seorang adik?"
Nathan menggeleng, "tidak. Aku hanya anak tunggal Joana."
"Wah, pasti kau sangat di sayang oleh kedua orangtuamu!"
Nathan tersenyum samar. Ia meluruskan pandangannya dengan tatapan kosong. "Tapi sayangnya, aku tidak merasakan hal itu. Bagaimana rasanya kasih sayang? aku hanya mendapatkan dari Nenekku." Jawab Nathan kemudian ia kembali menatap wajah Joana yang terlihat datar.
"Apa hubunganmu tidak baik dengan kedua orangtuamu?"
Nathan membuang napasnya, tangannya yang berada di sisinya terkepal erat. "Ya bisa dikatakan seperti itu. Aku tidak pernah merasakan cinta dari mereka. Bertahun-tahun berusaha menjadi anak yang baik, berprestasi, tapi hal itu tidak membuat mereka menoleh ke arahku. Kehadiranku, hanya dijadikan tameng oleh mereka, untuk memenangkan aset perusahaan milik mendiang Kakekku. Setelah mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan, aku semakin merasa terbuang."
Ucapan yang terdengar sangat menyedihkan. Joana tidak mengalami apa yang dirasakan Nathan. Meskipun kehidupannya sangat sederhana, kedua orangtuanya melimpahkan kasih sayang yang sangat besar. Ia tidak perlu repot-repot mencari perhatian, hanya untuk mendapatkan cinta. Karena sejatinya orangtua akan memberikan cinta tanpa syarat dan selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi anak-anak mereka.
Sampai disini Joana mengerti, sikap Nathan yang terlihat dingin merupakan bentuk dari pengalaman pahitnya.
Joana bergeming, entah ia harus bereaksi seperti apa untuk merespon cerita Nathan. Haruskah ia menyemangati dengan memeluk pria itu. Oh itu rasanya tidak mungkin di lakukannya. Akhirnya yang dilakukan Joana, mengusap punggung Nathan.
"Katakan kepadaku, Joana, jika ada seseorang yang kau sayangi memanfaatkan-mu untuk menggapai yang mereka inginkan, apa yang akan kau lakukan?"
coba kita liat kehidupan Joana & Nathan setelah menikah gimana yaa,,apa akan happy teruss,atau malah sebaliknya...🚴♂🚴♂
Jo yang di kecup Q seng mesem" deweeeee