Setelah tau jika dia bukan putri kandung Varen Andreas, Lea Amara tidak merasa kecewa maupun sedih. Akan tetapi sebaliknya, dia justru bahagia karena dengan begitu tidak ada penghalang untuk dia bisa memilikinya lebih dari sekedar seorang ayah.
Perasaannya mungkin dianggap tak wajar karena mencintai sosok pria yang telah merawatnya dari bayi, dan membesarkan nya dengan segenap kasih sayang. Tapi itu lah kenyataan yang tak bisa dielak. Dia mencintainya tanpa syarat, tanpa mengenal usia, waktu, maupun statusnya sebagai seorang anak.
Mampukah Lea menaklukan hati Varen Andreas yang membeku dan menolak keras cintanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Annami Shavian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MCD 15
Tiba di depan teras sebuah rumah besar bernuansa putih, Lea langsung turun tanpa berkeinginan menunggu Varen membantu dirinya turun.
Varen yang awalnya hendak membantu Lea hanya menghela nafas. Sorotannya mengikuti langkah Lea hingga menaiki tangga teras.
Varen kemudian turun dan meminta sang sopir untuk membawakan barang-barang yang ada di dalam bagasi. Selanjutnya, dia segera mengejar Lea yang sudah menghilang dari pandangan matanya.
Begitu Lea masuk ke dalam lift yang akan membawanya ke lantai atas, Varen secepat kilat menekan panel lift saat lift itu hendak menutup. Dia bergegas masuk dan berdiri di samping Lea.
Tak ada obrolan di dalam lift. Keduanya saling diam dengan pikiran masing-masing. Namun, Varen sesekali melirik pada Lea yang tampak cuek.
Hingga pintu lift terbuka dan Lea mendahului keluar, Varen segera ikut keluar lalu menahan tangan Lea. Dia berkata dengan nada memperingatkan." Dengarkan Daddy, Lea. Pokoknya Daddy tidak suka jika kamu dekat-dekat dengan asisten Daddy."
Lea diam memicingkan matanya." Maksud Daddy, Rey?" tanyanya kemudian.
"Ya. Siapa lagi asisten Daddy kalau bukan dia."
"Memangnya kenapa kalau aku dekat dengan Rey?" pancing Lea.
Varen terdiam, kemudian menjawab setelah sedetik terdiam." Karena Rey itu asisten Daddy. Anak buah Daddy. Apa iya putri dari seorang Varen Andreas menyukai bawahannya. Itu sangat tidak pantas dan sangat lucu. Apa kata orang nanti, Lea."
"Lalu menurut Daddy siapa yang lebih pantas?"
Lagi lagi pertanyaan Lea membuat Varen terdiam.
"Jawab dong Daddy," desak Lea yang mulai kesal.
"Ya, ya minimal kamu cari laki-laki yang sepadan dengan Daddy," jawab Varen dengan asal, karena dia kebingungan mencari kata-kata yang tepat.
Lea tergelak.
'Dekat belum tentu suka atau cinta. Jikalau pun dia dekat dengan Rey, belum tentu juga dia naksir pada pria itu.' Lea membatin lucu.
"Em, begitu?"
"Ya."
"Bagaimana kalau Daddy saja."
"Maksud mu?"
"Seperti yang Daddy katakan. Aku harus mencari laki-laki yang sepadan dengan Daddy. Lalu bagaimana kalau aku maunya Daddy saja yang jadi pacar aku. Gimana?" Lea tersenyum menggoda.
Varen melepas tangan Lea. Dia berbalik memunggungi Lea dan tertawa cukup keras. Hahaha...
Lea bersedekap dada dan memperhatikan Varen yang tengah tertawa itu dengan perasaan kesal.
"Itu sangat tidak mungkin, Lea," imbuh Varen di sela tawanya.
"Apanya yang tidak mungkin?"
"Kamu itu putri Daddy. Jadi mana mungkin dan itu sangat mustahil."
"Bukan. Aku bukan putri Daddy. Aku tidak memiliki hubungan darah dengan daddy. Jadi aku rasa sah-sah saja jika kita pacaran."
Varen berbalik, dan saat ini dia berdiri menghadap pada Lea lagi. Katanya," kamu itu masih kecil. Belum mengerti apa-apa."
"Kata siapa aku masih kecil? Aku sudah besar dan aku sudah mengerti bagaimana caranya berciuman." Lea tersenyum dan mengedipkan mata genit pada Varen.
Varen mengusap wajahnya frustasi. Tapi, dia tak ingin menyerah untuk terus memberi pengertian pada Lea.
"Daddy ini terlalu tua untuk kamu, Lea."
"Umur hanya lah angka. Suatu hari nanti, aku juga akan tumbuh semakin dewasa dan semakin menua."
"Dan disaat itu pula Daddy akan semakin Tua lalu jadi opa-opa. Memangnya kamu mau memiliki suami seorang opa-opa."
"I don't care, Daddy. Apa Daddy tidak pernah mendengar istilah kata pepatah 'cinta tidak mengenal usia? Nah, itulah yang saat ini terjadi pada_"
"Stop, Lea. Stop !!!" teriak Varen memotong ucapan Lea.
Lea seketika terdiam dengan bibir menganga.
Varen dibuat frustasi ulah Lea yang terus menerus menyahutinya seakan tak kehabisan kata-kata.
"Lea !"
"Im here, daddy." Lea tersenyum.
"Daddy sedang bicara serius dan tolong di dengarkan."
"Okey..."
"Yang Daddy maksud dari kata-kata Daddy tadi. Kamu cari lah laki-laki yang sepadan dengan mu karena kamu itu putri Daddy. Bukan pria biasa yang levelnya di bawah kita. Tapi jika bisa harus di atas kita. Kamu tau, makan cinta saja tidak akan membuat perut mu kenyang. Ingin membeli sesuatu bukan pakai daun tapi pakai uang. Karena jaman sekarang apa-apa harus pakai uang. Jadi, Daddy tidak salah jika menyarankan kamu untuk mencari lelaki yang sepadan dengan kita."
Lea yang kini paham apa maksud dari kata-kata Varen hanya diam membisu.
"Ya sudah. Daddy mau istirahat dulu. Dan kamu pergi lah ke kamar mu. Beristirahat lah." Setelah mengatakan itu, Varen bergegas pergi.
Lea diam menatap punggung Varen dengan perasaan entah berantah. Tadi, dia sempat berpikir bahwa Varen cemburu pada Rey. Karena pria itu seperti sedang mencari perhatian padanya. Tapi ternyata dia salah mengira.
"Daddy tidak cemburu padaku. Daddy hanya tidak ingin aku menyukai pria di bawah levelnya saja. Ck, miris sekali." Mata Lea terasa panas, karena desakan air mata yang ingin segera di keluarkan.
Dan akhirnya, air mata yang ditahan-tahan kini meluncur dengan derasnya membasahi pipi mulus gadis itu.
Dari balik dinding, Varen mengintip dengan perasaan entah berantah pada Lea yang saat ini sedang menangis sesunggukan. Ingin rasanya dia memeluk Lea dan menenangkan nya. Tapi, dia tak bisa melakukan nya.
Di satu sisi, Varen tak ingin disukai Lea karena Lea sudah dianggap sebagai anak kandungnya sendiri. Tapi disisi lain, Varen juga tak ingin Lea menyukai atau disukai oleh pria mana pun. Egois memang dan Varen mengakuinya. Tapi, itulah dirinya yang merasa sangat takut akan kehilangan Lea.
Lea kemudian mengusap air matanya dengan kasar, lalu melangkah pergi. Saat Lea melintas, Varen bersembunyi agar Lea tak melihat keberadaannya. Sorotannya terus mengikuti langkah Lea hingga gadis itu masuk ke dalam kamarnya.
"Maafkan Daddy, Lea !" gumam Varen.
Malam hari, Lea turun ke lantai dasar untuk makan malam bersama dengan sang Daddy. Padahal, Art di rumah itu sudah menawarkan Lea untuk makan di dalam kamarnya saja mengingat Lea baru sehat. Tapi, Lea bersikekeh menolaknya dengan sebuah alasan.
"Selamat malam, bibi?" Lea menyapa seorang pelayan yang saat ini tengah sibuk menata menu makan malam di atas meja.
"Non Lea !!" Pelayan itu tersenyum hangat pada Lea.
"Apa Daddy sudah turun, bi?" tanya Lea seraya celingukan.
"Sudah, non. Tapi..."
"Tapi apa?" Tanya Lea dengan perasaan tak enak.
"Maaf nona. Kata Tuan beliau tidak bisa makan malam bersama nona. Tuan bilang dia akan makan malam di luar bersama temannya. Jadi nona tidak perlu menunggu Tuan." Pelayan itu menyampaikan amanat dari Varen sebelum dia pergi satu jam yang lalu.
Lea terdiam.
"Makanannya sudah siap. Saya permisi dulu nona."
Lea tak menghiraukan si pelayan. Dia hanya diam dengan tatapan kosong ke satu arah.
"Daddy pergi? Tapi kenapa tidak bicara dulu padaku? Apa acara Daddy jauh lebih penting dari pada aku?" Lea bertanya pada dirinya sendiri dengan perasaan sedih.
Lalu, Lea melihat pada penampilan nya sendiri dan membatin miris.
'Aku sudah dandan secantik ini. Tapi kenapa Daddy tidak mau makan malam bersama ku. Kenapa Daddy pergi tanpa pamit padaku?"