Adhya Kadhita Megantari,
sedang menikmati masa jomblonya,tenang tanpa ada gangguan dari para pria.
Nyatanya ketenangan hidupnya harus diganggu oleh playboy macam Hasabi Laka Abdullah.
Tiba-tiba tanpa ada aba-aba.
Gimana gk tiba-tiba, kalau pada pertemuan pertama Papa Desta memaksa menikahkan Adhya dengan Laka.
mau gk yaa?
Yuk, baca cerita pertama saya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sayidah Syifaul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
jadi imam?
Laka kagum melihat segarnya buah apel hijau di kebun Kakek Hasan ini. Beliau meski sudah tua, tapi tetep aktif mengunjungi kebunnya. Setiap hari. Sambil olahraga katanya. Makanya Kakek Hasan sehat terus sampek umur segini.
Tak hanya sampai situ, kekaguman Laka berlanjut melihat pekerja disini begitu kompak, dan terasa sekali suasana kekeluargaannya. Laka tersenyum. Ini begitu indah, Laka jadi berpikir untuk membawa Adhya tinggal di desa saja.
Tuing!
Tiba tiba ada telapak tangan Adhya yang terbuka di depan Laka. Menyerahkan apel hijau itu untuk dicobanya.
"Cobain," pinta Adhya.
Laka mengambilnya dari tangan Adhya, lalu mencobanya.
"Enak, manis, agak asem juga. Tapi seger, enak!" puji Laka, memang rasanya se lezat itu.
Mereka berjalan beriringan. Sesekali ada yang menyapa mereka. Mereka berdua balas menyapanya. Dengan senyum semanis mungkin.
Laka menodongkan apel yan sudah digigitnya, tepat di depan mulut Adhya.
"Cobain," pinta Laka tanpa menyerahkan apel itu pada Adhya. Laka menyuapkannya pada mulut Adhya. Adhya juga nurut aja sama Laka.
Setelah apel itu digigit Adhya. Laka senyum senyum seolah kegirangan.
"Kenapa kamu?" tanya Adhya tak paham mengapa Laka sampai senyum gitu. Apa yang ia tertawakan. Apa ada sesuatu yang bisa ditertawakan.
Nyatanya, Laka tersenyum begitu karena gigitan Adhya menyentuh bekas gigitannya.
Kita udah ciuman, kan, Ya! . Kira kira begitulah isi batin Laka.
Laka ganti menggigit apel itu tepat di bekas gigitan Adhya. Mulutnya tak segera bergerak menggigit. Diemutnya lama seolah tengah menikmati bibir Adhya. Padahal itu, kan apel.
Adhya tak menyadari hal itu. Hanya Laka yang salting begitu. Padahal, mah, sudah beberapa bibir yang ia cium. Tapi, seolah, itu tiada apa apanya dibanding bekas bibir Adhya.
Ok! Laka sudah memutuskan, apa yang akan pertama kali ia lakukan setelah sampai Jakarta nanti.
...****************...
"Lak, udah! Kamu itu baru sembuh, kalau sakit lagi gimana? Nanti kita pulangnya gimana? Baru aja sembuh, udah sok ikut panen," omel Adhya pada Laka, heleh, udah berani ngomel dia. Setelah hilang ras bersalahnya.
"Kan, kita pulangnya masih besok, sayang," jawab Laka.
Adhya melotot tak terima. Dia dengar betul kalau si Laka manggil dia sayang. Hah? Sejak kapan?
"Jangan panggil aku kayak kamu manggil pacar pacar kamu!"
"Nggak, kok," Laka mendekat. Berdiri persis di hadapan Adhya.
"Pacar gue gak ada yang gue panggil sayang," lanjutnya. Sembari menunduk, mensejajarkan wajahnya dengan Adhya.
Tolong! Ini tuh, deket banget. Adhya segera menjauhkan wajah Laka dari posisinya sekarang. Bisa goyah benteng tebalnya kalau setiap waktu begini terus dengan Laka.
Adhya memilih pergi meninggalkan Laka.
"Yang! Tunggu!" panggil Laka.
Adhya berbalik. Menatap Laka yang mengejarnya.
"Adhya! Bukan 'yang'!" ralat Adhya.
"Kenapa? Salting, ya?" kurang ajar, sekarang Laka malah menggodanya. Kenapa sih, jiwa bajulnya itu mudah kumat?
"Salting? Kamu gak takut aku salah paham sama panggilan kamu itu? Dan aku gak mau menghadapi pertempuran dengan pacar pacarmu itu!"
"Lo juga gak takut gue salah paham? Sejak kemarin gue perhatiin, panggilannya jadi aku-kamu, bukan lo-gue," Laka membalasnya
"Aku menjaga kesopanan sama suami. Aku mulai belajar menghormati kamu. Panggilan lo-gue itu, kalau orang etan kayak kita, sama dengan aku-kowe. Emang sopan?"
"Kenapa harus sopan?"
"Kan, kamu suami,"
"Jadi kamu istri, dong,"
"Memang istri, kan,"
"Nah, Harusnya boleh panggil sayang,"
Serah deh, Lak! Serah!
Adhya memilih untuk meninggalkannya lagi. Ia memilih menghampiri ibu ibu dan Nenek Maryam yang sedang menyiapkan makan siang. Mereka biasa. Makan siang di kebun ini juga. Bareng bareng.
Tapi Laka masih ngintilin Adhya kemanapun ia pergi. Mana senyum senyum sendiri kayak ODGJ.
Adhya menghindarinya, sekarang ia pergi mencuci tangan. Namun Laka masih juga mengikutinya.
"Yang! Hijab kamu kotor," halah, si Laka sok romantis.
"Sini aku bersihin," ujar Laka mendekat. Menyentuh bagian samping hijab Adhya.
"Adhya! Bukan 'yang'!" ralatnya.
Cup!
Haah?! pipinya sudah dicium sama Laka.
"Laka!!" Adhya berteriak kencang. Emosi! Dia dicium di tempat umum, loh! Di tempat umum! Syukur gak ada yang lihat. Syukur tempatnya sepi.
Pipinya merah, entah salting, marah, atau malu. Semua! Semuanya deh, perasaan itu sekarang bercampur aduk.
Laka kena pukul beneran, kan. Pukulan bertubi tubi dari Adhya. Mereka berakhir dengan kejar kejar an. Sedangkan para orang tua, menyaksikan keromantisan muda mudi ini dengan senyum merekah. Tawa mereka lepas. Kakek Hasan dan Nenek Maryam ikut tersenyum. Pernikahan mereka harmonis sekali ternyata.
...****************...
Setelah makan siang, mereka dan para pekerja akan melaksanakan solat di musolla kebun itu.
"Kamu yang jadi imam, ya, nak," pinta Kakek Hasan sambil menepuk pundak Laka.
"Eeeheh.," Laka bingung harus jawab apa. Selama ini saja Laka belum pernah ngimami solatnya Adhya, terus sekarang ia diminta mengimami solat di musolla.
Sukurin! Sukurin! . Teriak batin Adhya. Ia masih menyimpan rasa kesal pada Laka karena kejadian tadi.
Ya, sekarang ini para pekerja kebun berikut Nenek Maryam, Kakek Hasan, dan Adhya. Semua akan melaksanakan solat dhuhur. Dan sungguh tanpa diduga, Laka ditunjuk menjadj imamnya.
Laka menelan ludah susah payah. Seakan ada yang menyangkut di kerongkongannya. Namun ia akhirnya mengangguk.
Lulusan London bukan berarti tidak tau apa apa. Sebenarnya, Laka ini sebelum pergi ke London, ia sudah menjalani pendidikan di sekolah berlatar belakang pesantren.
Tapi itu sudah terlalu lama. Laka hanya berusaha kali ini. Semoga ia masih ingat do'a setelah solat maktubah yang dulu pernah ia hafalkan.
Laka tersenyum lega setelah tuntas menjalankan tugas menjadi imam solat. Setelah musofahah, Laka langsung mencari Adhya, berniat pamer dia.
"Aku keren, kan, yang?" tanya Laka sambil merengkuh pundak Adhya. Dia masih belum berhenti memanggil Adhya 'sayang'.
"Aku baru tau sekarang, apa yang kamu maksud persiapkan mental, hati, dan pikiran," ucap Laka sambil mencoba mencuri kesempatan untuk mencium pipi Adhya. Astaga, Laka gak pantes! Ini di depan musholla. Jangan aneh aneh.
Tapi Adhya berhasil mendorong wajah Laka sebelum bibirnya menempel di pipi Adhya.
Kalau cinta bilang, kalau sayang jangan ditahan, kalau mau cium lihat keadaan!