Setelah mengetahui sebuah rahasia kecil, Karina merasa bahwa ia akan mendapatkan banyak keuntungan dan tidak akan rugi saat dirinya mendekati Steve, pewaris dari perusahaan saingan keluarganya, dengan menawarkan sebuah kesepakatan yang sangat mungkin tidak akan ditolak oleh Steve. Sebuah pernikahan yang mendatangkan keuntungan bersama, baik bagi perusahaan maupun secara pribadi untuk Karina dan Steve. Keduanya adalah seseorang yang sangat serius dan profesional tentang pekerjaan dan kesepakatan, ditambah keduanya tidak memiliki perasaan apa pun satu sama lain yang dapat mempengaruhi urusan percintaan masing-masing. Jadi, semuanya pasti akan berjalan dengan lancar, kan? * * Cerita ini hanyalah karangan fiksi. Baik karakter, alur, dan nama-nama di dalam tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Theodora A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 15
•
Karina baru saja keluar dari kamar mandi ketika ia mendapati bahwa pacar dan suaminya sedang melakukan panggilan vidio.
Awalnya, Karina mengira dirinya sedang berhalusinasi saat ia mendengar suara Felix begitu kakinya melangkah keluar dari kamar mandi. Kepalanya menoleh ke kiri dan kanan untuk mencari dari mana suara itu berasal, ia bahkan mendongakkan kepala dan melihat sekeliling kamar untuk memastikan Felix tidak sedang membajak sistem stereo kamar ini. Tapi Karina sadar bahwa suara yang ia dengar tidak seperti berasal dari pengeras suara, dan tidak ada pengeras suara juga di dalam sini. Setelah memastikan sekitarnya, Karina berjalan ke arah meja nakas dan mengangkat ponselnya yang ternyata dalam keadaan mati. Jadi tidak mungkin suara Felix muncul dari ponselnya itu. Dan tidak peduli seberapa besar Karina berharap, Felix tampaknya tidak mungkin secara ajaib muncul dan ada di sekitar sini sehingga ia bisa mendengar suaranya. Jadi, dari mana suara kekasihnya itu berasal?
Karina berbalik dan melihat pintu geser balkon yang sedikit terbuka. Ia dapat melihat punggung Steve yang sedang membelakanginya, tampak bersandar pada pagar balkon dengan ponsel di tangannya. Karina melangkah ke arah balkon dan pada saat itu lah ia mendengar Steve yang sedang berbicara dan kemudian disahut oleh suara yang sangat Karina kenali. Suara Felix.
Alis Karina langsung terangkat. Tidak pernah terlintas di benaknya bahwa Felix dan Steve berteman baik hingga bisa mengobrol dengan panggilan vidio seperti ini. Karina bahkan tidak yakin apakah Felix menyimpan nomor ponsel Steve atau tidak, ia tidak pernah memeriksanya karena Karina bukan tipe pacar obsesif yang selalu memeriksa ponsel pasangannya. Selama mengenal Felix, Karina tahu bahwa pria itu adalah tipe orang yang tidak dapat dengan mudah terbuka pada sembarang orang. Felix bukan tipe yang bisa video call dengan seseorang yang baru dia kenal selama beberapa bulan. Felix dan Steve bahkan tidak pernah benar-benar mengobrol dengan akrab saat mereka bertatap muka secara langsung, jadi bukan salah Karina jika ia merasa apa yang ia lihat ini adalah hal yang cukup aneh.
“Kalian sedang mengobrol tentang apa?” Karina mendekati Steve. Dengan handuk yang bertengger di kepalanya, Karina mencoba mendorong wajahnya agar dapat muncul pada layar ponsel Steve, “Apa aku tidak diajak?”
Dari seberang, ponsel tampak sedikit bergerak dan membuat apa yang muncul di layar menjadi sedikit buram. Ketika apa yang muncul di layar kembali terlihat jelas, Karina melihat sosok pria berambut pirang yang kini sedang melihat padanya dengan letak ponsel yang sangat rendah di bawah hidungnya. Bahkan dari sudut yang aneh seperti itu, wajahnya masih terlihat sangat menawan. “Felix!” Seru Karina dengan wajah berseri-seri, menunggu jawaban dari pria di seberang sana.
Mata Felix yang besar tampak langsung berbinar ketika bertemu dengan mata Karina, dan ketika wajah yang sangat ia rindukan itu tersenyum, Karina merasa hatinya seketika terasa ringan untuk pertama kalinya dalam beberapa hari ini. “Karina.”
“Aahh, aku sangat merindukanmu,” ujar Karina sambil menyunggingkan senyum lebar, ia melambaikan tangannya pada kekasihnya itu dengan antusias, sambil kepalanya bersandar di bahu Steve agar wajahnya dapat lebih terlihat di layar.
Felix ikut tersenyum, dia menggeser tangannya lebih jauh agar dapat memperlihatkan seluruh wajanya yang dihiasi senyum lebar itu dengan jelas. Dia kemudian melambai balik pada Karina.
“Apa yang sedang kalian berdua bicarakan?” Karina masih penasaran dan berpikir rasanya aneh bagi Felix dan Steve untuk berbicara melalui panggilan vidio. Apakah mereka benar-benar seakrab itu untuk melakukannya? Karina bahkan masih ingat dengan jelas bagaimana kekasihnya itu pernah mengatakan sesuatu tentang ketidaksukaannya terhadap sikap Steve yang sok beberapa waktu lalu. Dan Karina juga ingat bagaimana dirinya ikut setuju waktu itu.
Karina adalah satu-satunya orang yang menjadi penghubung di antara mereka berdua. Jadi, mengapa mereka berbicara dengan panggilan vidio saat ini? Apa yang harus mereka bicarakan yang tidak perlu kehadiran dirinya dalam obrolan itu?
Tapi kemudian, Karina melihat ada rambut berwarna cokelat muda yang muncul pada layar di sisi kiri Felix, yang beberapa detik kemudian diikuti dengan munculnya wajah dengan rambut berwarna karamel yang menempati sisi kanan Felix. Dengan itu, semua pertanyaan yang ada di kepala Karina beberapa saat sebelumnya terjawab sudah.
“Karina!” panggilan yang sangat keras mencapai telinganya sebelum ia dapat melihat dengan jelas wajah dari sumber teriakan itu. Tapi tidak perlu otak yang cerdas untuk menebak suara siapa itu. Setidaknya, hampir semua orang di Australia pasti akan mengenali suara ini. “Kate?!”
Alih-alih Kate, yang menjawab panggilan Karina adalah si rambut karamel yang kini sudah mengambil alih ponsel dari tangan Felix dan tersenyum lebar padanya. “Karina! Lihat siapa yang ada di sini sekarang!” itu adalah Chloe. Gadis itu kini berdiri dari kursihnya, merentangkan satu tangannya, sementara satu tangan lainnya menjulur ke depan untuk memperluas tangkapan dari kamera ponsel yang dipegangnya. Kini layar yang ada di hadapan Karina memperlihatkan tiga orang yang menatap ke arah kamera ponsel.
Karina melihat Felix yang tersenyum tipis, sementara Kate di sampingnya tampak merangkulkan satu tangan di bahu Felix dan tangan satunya melambai dengan sangat antusias. “Chloe mengundang kami untuk makan malam bersama!” ujar Kate dengan suara yang terdengar begitu ceria, yang diiringi dengan anggukan oleh Felix. Karina dapat melihat ada beberapa piring makanan dan gelas-gelas bir di meja, dan ketiganya terlihat menikmati waktu dengan baik. Di beberapa lautan di sebuah pulau di pesisir Prancis, Karina dan Steve hanya bisa tersenyum melihat mereka. Sayang sekali keduanya tidak dapat bergabung untuk bersenang-senang bersama mereka.
“Oh, jadi kalian memutuskan untuk berkumpul dan bersenang-senang di saat aku sedang pergi jauh, hah?” cibir Karina, menurunkan handuk dari kepalanya dan membiarkannya melingkar di lehernya. Ia mendorong tubuhnya masuk ke antara tangan Steve yang sedang memegang ponsel sambil bersandar pada pagar balkon, kini berdiri tepat di depan tubuh pria itu.
Karina menatap dengan penuh kerinduan, khususnya pada pria bermata besar dan berambut pirang yang kini duduk terjepit di antara dua wanita ekstrovert. “Kalian mengobrol tentang apa saja? Dan kenapa kamu menelepon ke ponsel Steve, bukannya ke aku?”
Felix terlihat sedikit canggung tapi sangat lucu duduk di antara Kate dan Chloe, membuat Karina senyum-senyum melihatnya. Bagaimana Karina berharap saat ini tangannya bisa menembus layar untuk mengelus kepala kekasihnya itu dengan lembut, menatap matanya dan mengatakan bahwa ia sangat merindukannya. Dan Felix akan menatapnya balik dengan penuh kasih sayang, dan memberitahunya bahwa dia juga sangat merindukan Karina. Karina ingin menceritakan apa pun, semuanya, kepada kekasihnya itu untuk melepas rindunya.
Sayangnya, saat ini ada tiga orang lain di sekeliling mereka, tiga orang yang sudah Karina anggap sebagai sahabatnya. Meskipun aneh rasanya bagi Karina untuk menyebut Kate sebagai sahabat mengingat betapa absurd keadaan yang mempertemukan mereka.
“Bodoh, itu karena tadi kamu sedang mandi. Tadinya Felix meneleponmu, dan karena tidak bisa masuk makanya Chloe jadinya meneleponku.” Steve menanggapi dengan tenang, bahkan tidak bergeming ketika Karina mundur dan sedikit menyandarkan tubuhnya pada tubuh Steve. Kepala Karina dengan rambut yang masih agak basah bahkan sesekali menyentuh dagunya, dan Steve tidak merasa begitu terganggu. “Chloe bilang, mereka merindukan kita, makanya mereka memutuskan untuk berkumpul agar bisa mengobrol bersama-sama dengan kita.”
Karina sedikit terbahak mendengar ucapan Steve, matanya berkerut karena tertawa. Rasanya lucu sekali membayangkan ketiganya saling memberitahu satu sama lain kalau mereka merindukan dua orang yang kini berada jauh di Prancis.
Kate berdiri, mendekati kamera dan menatap ke arah Karina dengan tatapan dramatis, “Kenapa kamu tertawa? Apa yang lucu? Apakah aku yang merindukan kekasihku yang sekarang berada di benua yang jauh dariku itu lucu bagimu, Karina?”
Kate kemudian mengambil ponsel dari tangan Chloe, lalu mendekatkan wajahnya ke kamera. “Mungkin agak sedikit susah untuk mempercayainya, tapi kalian harus tahu.. bukan aku yang paling cengeng dan banyak mengeluh semenjak kalian pergi.” Kate kemudian tertawa dan matanya yang tajam kini mengecil membentuk sabit. Meskipun Kate tertawa dengan nada yang jahil, suara tawa itu entah kenapa membuat Karina merasa ada kehangatan di dadanya. Ada sesuatu tentang Kate yang begitu menenangkan dan membuatnya merasa nyaman. Karina tidak bisa menjelaskannya, tapi Kate adalah tipe orang asing yang akan Karina biarkan duduk di sebelahnya jika mereka berada di dalam bus yang penuh.
“Dan percayalah, bukan Chloe juga orangnya.” Lanjut Kate, yang diiringi oleh suara tawa Chloe. Samar-samar, Karina dan Steve dapat mendengar Felix berbicara, ‘Kate, berhentilah membuatku malu’, yang diikuti dengan erangan frustasi. Keadaan di seberang sana terdengar begitu kacau, dan kamera kembali berguncang karena Chloe kembali merebut ponsel dari Kate.
Karina dan Steve hanya bisa tertawa pelan melihat semua itu. Karina bahkan membayangkan bagaimana Felix akan merengek dan mengeluhkan ketidakhadirannya.
“Kenapa? Kate cuma mengatakan dengan jujur apa yang terjadi. Kamu kan memang tidak pernah diam dan terus mengeluh. Kamu bilang ini akan menjadi dua minggu terpanjang dalam hidupmu,” ujar Chloe yang kini memegang ponsel dan kembali menjatuhkan dirinya di samping Felix. Dia kini menyodorkan kamera pada wajah Felix dengan jarak yang sangat dekat.
Felix melirik Kate dan Chloe bergantian, lalu kembali menatap lurus pada kamera dengan wajah datar. Karina menutup mulutnya dan tertawa geli, sementara Steve tampak terkekeh sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Setelah puas tertawa, Karina menggoda Felix dengan melayangkan satu ciuman padanya. Hal itu berhasil meningkatkan rasa malu Felix sepuluh kali lipat.
“Karina, tolong jangan menjahili pangeranmu seperti itu. Kamu tidak lihat wajahnya sudah semerah itu?” ujar Kate. Ucapan Kate barusan membuat Felix mengeluarkan suara paling putus asa yang pernah Karina dengar. Hidungnya mengernyit dengan imut sebelum dia berpaling dan menyembunyikan wajahnya di bahu Chloe. Wanita berambut karamel itu mengelus-elus kepala Felix sambil tertawa gemas. Dan pemandangan itu membuat Karina tersenyum semakin lebar. Mereka terlihat seperti teman baik, dan Karina sangat senang melihatnya.
Chloe kembali memundurkan kamera untuk memperlihatkan ketiganya di layar, “Ngomong-ngomong, bagaimana kabar kalian? Apa semuanya berjalan lancar?”
“Semuanya berjalan lancar sesuai dengan rencana.” Sepertinya Steve sudah menunggu seseorang untuk menanyakan hal ini, karena dia menjawab dengan sangat cepat. “Tidak ada kesulitan yang berarti sejauh ini. Jika semuanya tetap seperti ini, kami bisa pulang sesuai jadwal.”
“Tetap saja masih dua minggu lagi,” Kate dengan cepat menyela, wajahnya tertunduk saat dia secara dramatis menyandarkan dirinya ke sandaran kursih. Karina memperhatikan wajah Steve dari kotak kecil yang memperlihatkan wajah mereka berdua di layar telepon. Steve tampak tersenyum, dan senyum itu adalah senyuman lembut dan penuh cinta yang hanya bisa diberikan untuk seseorang yang istimewa. Karina mengetahuinya, karena ia tahu dirinya juga pasti memandang dan tersenyum pada Felix dengan cara yang sama.
“Tidak akan terasa.. dua minggu pasti akan berlalu begitu saja, Kate. percayalah.” Ujar Steve lembut. Karina juga memperhatikan bagaimana pembicaraan ini membuat ekspresi Felix sedikit meredup. Felix bukanlah tipe yang vokal seperti Kate, tapi dia tidak perlu mengutarakannya agar Karina mengerti.
Karena itu, Karina mencoba mencairkan suasana dengan mengangguk dan tersenyum. “Steve benar. Tanpa kalian sadari, kami sudah akan berada kembali di sana. Nanti pastikan mengundang kami untuk makan malam bersama juga, oke Chloe?”
“Tentu saja! Kalian juga harus membiarkan kami menjadi orang pertama yang mencicipi wine terbaru perusahaan kalian! Janji?” Chloe mengangkat jari kelingkingnya dan menyodorkannya ke depan kamera.
“Hmm, janji.” Jawab Karina sambil tertawa pelan, ikut mengangkat jari kelingkingnya dan menempelkannya pada kelingking Chloe di layar. “Sampai jumpa dua minggu lagi!”
•
•
aku mampir nih thor... semangat ya!
😭