NovelToon NovelToon
Sepenggal Waktu Untuk Mencintaimu

Sepenggal Waktu Untuk Mencintaimu

Status: tamat
Genre:Tamat / Cinta Murni
Popularitas:173
Nilai: 5
Nama Author: Azra amalina

Ariana selalu percaya bahwa hidup adalah tentang menjalani hari sebaik mungkin. Namun, apa yang terjadi jika waktu yang dimiliki tak lagi panjang? Dia bukan takut mati—dia hanya takut dilupakan, takut meninggalkan dunia tanpa jejak yang berarti.



Dewa tidak pernah berpikir akan jatuh cinta di tempat seperti ini, rumah sakit. Baginya, cinta harusnya penuh petualangan dan kebebasan. Namun, Ariana mengubah segalanya. Dalam tatapan matanya, Dewa melihat dunia yang lebih indah, lebih tulus, meski dipenuhi keterbatasan.



Dan di sinilah kisah mereka dimulai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azra amalina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pagi Hari, Dewa Menelepon Ariana

Sinar matahari pagi menyelinap masuk melalui celah jendela kamar Dewa. Udara segar menemani suasana rumah yang masih tenang. Dewa terbangun dengan tubuh yang jauh lebih segar dibanding semalam. Ia mengusap wajahnya, lalu melirik ponselnya yang tergeletak di meja.

Tanpa pikir panjang, ia mengambil ponselnya dan langsung menelepon Ariana. Setelah beberapa kali nada sambung, suara lembut Ariana terdengar di seberang.

“Halo?”

Dewa tersenyum tipis. “Hai, udah bangun?”

“Udah dari tadi. Kamu gimana? Ezra bilang semalam kamu tumbang.” Suara Ariana terdengar penuh kekhawatiran.

Dewa menghela napas. “Iya, aku kecapekan. Tapi sekarang udah mendingan, kok.”

“Kamu yakin?”

“Iya, jangan khawatir.” Dewa melirik jam dinding. “Kamu mau berangkat kerja jam berapa?”

“Sebentar lagi. Kenapa?”

“Aku juga mau berangkat. Kita ketemu di tempat biasa?”

Ariana terdiam sejenak, lalu bertanya, “Kamu yakin nggak mau istirahat dulu? Baru semalam kamu sakit.”

Dewa tersenyum kecil. “Aku nggak bisa terus-terusan istirahat. Lagi pula, kalau aku lihat kamu pagi ini, pasti energiku langsung penuh.”

Ariana tertawa kecil. “Dasar, gombal.”

“Tapi berhasil bikin kamu senyum, kan?” goda Dewa.

“Iya, iya. Oke, aku tunggu di tempat biasa.”

Dewa mengangguk, meskipun Ariana tidak bisa melihatnya. “Oke, aku otw.”

Setelah menutup telepon, Dewa segera bersiap. Meskipun semalam tubuhnya tumbang, pagi ini ia merasa lebih baik—terutama karena ia tahu bahwa di luar sana, ada seseorang yang menunggunya dengan senyum hangat.

...****************...

Dewa melangkah keluar dari kamar dengan tubuh yang terasa lebih segar. Saat ia menuju ruang makan, aroma makanan yang menggugah selera langsung menyambutnya. Begitu tiba di meja makan, ia sedikit terkejut melihat siapa saja yang sudah duduk di sana.

Ayahnya duduk dengan tenang di ujung meja, membaca koran seperti kebiasaannya. Ibu Dewa tersenyum hangat saat melihat anaknya datang. Nayla, adiknya, dengan semangat melambai ke arahnya. Sementara itu, Ezra dan Rangga juga sudah duduk santai, seakan mereka adalah bagian dari keluarga.

“Wah, akhirnya pangeran bangun juga.” Ezra meledek sambil menyendok nasi goreng ke piringnya.

Rangga menambahkan dengan nada jahil, “Kita udah hampir beres makan, loh. Takut lo tumbang lagi kalau kelamaan bangun.”

Dewa mendengus kecil lalu menarik kursi dan duduk. “Santai, gue udah jauh lebih baik. Lagian, siapa yang nyuruh kalian masih di sini?”

Ibu Dewa tersenyum sambil menuangkan teh hangat ke cangkir Dewa. “Mereka menginap semalam. Ezra dan Rangga nggak mau ninggalin kamu sebelum mereka yakin kamu benar-benar sehat.”

Dewa melirik kedua sahabatnya itu, lalu menghela napas dengan senyum kecil. “Thanks, Bro.”

Ezra mengangkat bahu. “Apaan sih, biasa aja.”

Ayah Dewa akhirnya menurunkan korannya dan menatap putranya. “Bagus kalau kamu sudah membaik. Tapi lain kali, jaga kesehatanmu. Jangan bekerja terlalu keras sampai mengabaikan tubuhmu sendiri.”

Dewa mengangguk. “Iya, Yah. Aku bakal lebih hati-hati.”

Nayla yang dari tadi diam, tiba-tiba menyodorkan roti panggang ke Dewa. “Kak, makan yang banyak ya. Biar nggak sakit lagi.”

Dewa tersenyum hangat dan mengusap kepala adiknya. “Iya, Nay. Makasih.”

Sarapan pagi itu berlangsung dengan suasana yang hangat. Canda tawa terdengar di antara suapan makanan. Dewa merasa beruntung memiliki keluarga dan sahabat yang begitu peduli padanya.

Setelah menyelesaikan sarapannya, Dewa meletakkan sendok dan garpunya, lalu menatap semua orang di meja. “Oke, sekarang aku harus berangkat.”

Ibu Dewa mengernyit. “Kamu yakin nggak mau istirahat lebih lama?”

Dewa tersenyum. “Aku nggak bisa terus-terusan diam di rumah, Bu. Lagi pula, aku udah janji ketemu Ariana.”

Ezra tertawa kecil. “Cieee, pacarnya.”

Dewa hanya meliriknya malas. Ayahnya pun akhirnya mengangguk. “Kalau kamu sudah merasa baik, silakan. Tapi jangan memaksakan diri.”

“Siap, Yah.”

Setelah sarapan, Dewa bersiap untuk berangkat kerja. Namun, sebelum ia benar-benar pergi, ia menoleh ke arah ayahnya yang masih duduk di meja makan. Ada sesuatu yang ingin ia sampaikan sejak tadi malam.

“Ayah,” panggil Dewa.

Ayahnya menatapnya dari balik koran. “Ada apa?”

Dewa melirik sekilas ke arah Ezra dan Rangga, lalu kembali menatap ayahnya dengan serius. “Aku punya dua orang yang menurutku cocok untuk bekerja di perusahaan Ayah.”

Ezra dan Rangga yang sedang bersiap berdiri langsung terdiam dan saling pandang.

Ayah Dewa menurunkan korannya. “Oh? Siapa mereka?”

Dewa menoleh ke arah dua sahabatnya. “Ezra dan Rangga. Mereka punya pengalaman yang cukup baik di bidang masing-masing. Ezra di manajemen bisnis, dan Rangga di strategi pemasaran. Aku pikir mereka bisa jadi tambahan yang bagus buat perusahaan.”

Ezra terbatuk kecil, tampak terkejut. “Eh, lo serius, Bro?”

Rangga mengangkat alis. “Gue kira lo cuma bercanda.”

Ayah Dewa mengamati kedua pemuda itu dengan tatapan menilai. “Menarik. Kalian tertarik bekerja di perusahaan saya?”

Ezra menggaruk kepalanya, lalu mengangguk pelan. “Kalau memang ada kesempatan, saya tertarik, Pak.”

Rangga juga mengangguk. “Saya juga. Tapi saya pikir harus melewati proses seleksi dulu, kan?”

Ayah Dewa menyeringai kecil. “Tentu saja. Saya tidak menerima orang begitu saja hanya karena mereka teman anak saya. Tapi jika kalian serius, saya bisa memberi kalian kesempatan untuk membuktikan diri.”

Dewa tersenyum. “Aku yakin mereka nggak akan mengecewakan, Yah.”

Ayahnya mengangguk. “Baik. Kirim CV kalian ke HRD. Jika sesuai, kalian akan dipanggil untuk wawancara.”

Ezra dan Rangga saling pandang, lalu tersenyum. “Baik, Pak. Kami akan segera mengirimkan CV kami,” kata Ezra antusias.

Rangga menepuk bahu Dewa. “Gue nggak nyangka lo bakal nyaranin kita buat kerja bareng.”

Dewa tersenyum. “Gue tahu kalian punya potensi. Dan kalau kita bisa kerja bareng, kenapa nggak?”

Ezra tertawa. “Mantap! Semoga kita bisa jadi kolega di kantor juga.”

Dengan semangat baru, mereka bertiga akhirnya bersiap untuk menghadapi hari mereka masing-masing. Dewa merasa lebih lega, karena kini ia tahu bahwa ia tidak sendirian dalam perjalanan kariernya.

Dewa Pamit dan Menjemput Ariana

Setelah semuanya selesai, Dewa mengambil tas kerjanya dan bersiap pergi. Ia menatap keluarganya serta kedua sahabatnya yang masih duduk di ruang makan.

“Ibu, Ayah, Nayla, aku berangkat dulu.”

Ibu Dewa menghampiri dan merapikan kerah bajunya. “Jangan lupa makan siang dan jangan terlalu memaksakan diri, ya.”

Dewa tersenyum. “Iya, Bu.”

Ayahnya hanya mengangguk sambil menatapnya dengan penuh arti. “Lakukan yang terbaik.”

Dewa mengangguk mantap. “Tentu, Yah.”

Ia kemudian menoleh ke Ezra dan Rangga. “Gue duluan, ya. Jangan lupa kirim CV kalian.”

Ezra mengangkat jempol. “Santai, Bro. Lo fokus kerja dulu.”

Rangga menepuk bahunya. “Semangat, calon bos.”

Dewa hanya tertawa kecil, lalu melangkah keluar rumah. Ia langsung menuju mobilnya dan melajukan kendaraan menuju rumah Ariana.

Sesampainya di sana, ia melihat Ariana sudah menunggunya di depan pagar. Gadis itu tampak segar dengan setelan kerja dan rambutnya yang diikat rapi. Begitu melihat mobil Dewa berhenti, Ariana tersenyum dan menghampirinya.

Dewa membuka jendela mobil. “Siap berangkat, Nona?”

Ariana tertawa kecil. “Siap, Tuan.”

Tanpa menunggu lama, Ariana masuk ke mobil dan memasang sabuk pengaman. Dewa meliriknya sekilas. “Kamu kelihatan lebih baik hari ini.”

Ariana menoleh dan tersenyum. “Karena aku tidur nyenyak tadi malam. Kamu sendiri gimana?”

Dewa mengangguk. “Jauh lebih baik. Apalagi sekarang bisa berangkat kerja sama kamu.”

Ariana menggeleng kecil, tersenyum malu. “Dasar, gombal.”

Dewa hanya terkekeh dan mulai mengemudikan mobil mereka menuju kantor. Pagi itu terasa lebih ringan, seolah-olah semuanya berjalan ke arah yang lebih baik.

Bang Ardan Berpamitan

Setelah sarapan dan berbincang sejenak, Bang Ardan akhirnya menatap Ariana dan Dewa dengan ekspresi serius. Ia menghela napas lalu berkata, “Aku harus balik sekarang. Masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.”

Ariana menatap kakaknya dengan raut sedikit sedih. “Cepat sekali, Bang? Baru juga semalam di sini.”

Bang Ardan tersenyum tipis dan mengusap kepala adiknya. “Aku pengen lebih lama di sini, tapi kerjaan nggak bisa ditinggal. Nanti kalau ada waktu, aku pasti datang lagi.”

Dewa yang berdiri di samping Ariana ikut menimpali, “Hati-hati di jalan, Bang. Jangan terlalu capek juga.”

Bang Ardan menepuk bahu Dewa dengan ringan. “Kamu juga, jaga diri baik-baik. Jangan terlalu memaksakan kerja kalau badan nggak fit. Dan satu lagi…” Ia menatap Dewa dalam, “…jaga Ariana baik-baik.”

Ariana tersipu mendengar itu, sementara Dewa tersenyum dan mengangguk tegas. “Pasti, Bang.”

Setelah berpamitan dengan anggota keluarga lainnya, Bang Ardan membawa kopernya dan berjalan menuju mobilnya. Ariana mengikutinya sampai depan pagar.

Saat mesin mobil menyala, Bang Ardan membuka jendela dan melambaikan tangan. “Jaga diri kalian. Kalau ada apa-apa, langsung kabari aku.”

Ariana mengangguk. “Iya, Bang.”

Dewa juga mengangguk dan melambaikan tangan. “Hati-hati, Bang.”

Mobil Bang Ardan perlahan melaju menjauh. Ariana masih berdiri di tempatnya, menatap kepergian kakaknya dengan mata sedikit berkaca-kaca. Dewa yang menyadari itu hanya tersenyum kecil dan menggenggam tangan Ariana, memberikan kehangatan.

“Dia pasti bakal balik lagi, tenang aja.”

Ariana mengangguk pelan, lalu menarik napas dalam sebelum akhirnya tersenyum. “Iya, aku tahu.”

Mereka pun kembali ke dalam, melanjutkan hari mereka dengan semangat baru.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!