Cinta Di Atas Menara (Pencuri Hati Pria Lumpuh)

Pagi itu di kota XXX.

Andara mulai melakukan rutinitasnya di pagi hari. Semenjak Devan berada di rumahnya, setiap pagi Andara memasak untuk sarapan meskipun hanya nasi dan telur ceplok.

Devan selesai membersihkan dirinya dan dengan susah payah berganti pakaian sendiri lalu menghampiri Andara yang sedang mempersiapkan sarapan paginya.

"Pagi Dev, seger amat pagi ini, semalam tidurnya nyenyak ya? " Tanya Andara dengan senyum cantiknya.

Devan pun menyunggingkan senyumnya yang mempesona " Pasti dong, memangnya kamu gak nyenyak? ".

Andara menghentikan aktivitasnya dan melotot menatap Devan yang sedang senyum senyum sendiri. Andara mulai berpikir semalam bagaimana tidurnya, dan seketika menutup mulutnya dengan kedua tangannya karena baru ingat kalau semalam dia tidur di atas pangkuan Devan dan di dalam dekapannya, dan entah karena apa tidur di dalam dekapan pria lumpuh itu sangat membuatnya nyaman.

" ihhh apaan sih Dev" Ucap Andara sambil memalingkan wajahnya yang sudah merah merona karena menahan malu.

Devan mulai mengambil nasi dan telur ceplok di atas meja masih dengan senyumnya.

" Udah malunya sekarang waktunya sarapan "

Andara sangat malu dan tak berani menatap Devan membuat Devan menghentikan menyendok nasi dan menatap Andara

" Andara, ayo sarapan. Apa perlu aku suapin?".

Andara menatap Devan dan menggeleng kemudian ikut duduk di depannya dan mulai menyantap sarapan paginya.

Tak ada suara selain dentingan piring dan sendok.

Devan yang lebih dulu menyelesaikan sarapannya hanya menatap pada Andara yang masih serius mengunyah sarapannya.

"Andara"

"Hmmm"

" Besok kita berangkat ke kota A"

"Hahhh secepat itu? "

Devan tersenyum dan mengangguk.

"Terus di sana aku harus tinggal di mana? ".

" Di apartemen ku"

uhukkk

Andara langsung tersedak mendengar jawaban Devan.

"A apartemen, ehm a aku nyewa rumah saja gak enak terus menerus tinggal bersama, kita kan".

Devan tersenyum " Belum nikah, ya kita nikah aja".

Mata Andara melotot tajam dan tak percaya dengan ucapan spontan dari Devan.

"Apa! ".

Devan tertawa kecil " Hahaha bercanda, oke kamu akan tinggal di apartemen yang berbeda tapi di satu gedung dengan apartemenku ".

Andara menghela nafas dan mengusap dahinya yang tiba tiba berkeringat " Oalah Dev, bercandanya jangan kelewatan dong, bikin aku meriang tau gak! ".

" kok bisa? " Tanya Devan.

"Ya mana ada cewek yang tidak terharu kalau tiba tiba ada cowok yang mengajaknya nikah. Tahu gak Dev jarang jarang lo cowok yang pemberani di jaman sekarang ini yang mau serius dan mengajak menikah, yang ada para cowok cuma manfaatin doang"

Devan menyunggingkan senyumnya

 " Memangnya kalau beneran, kamu mau? ".

" aihhh Devan, jangan bercanda terus, dah yuk lanjutkan beres beres setelah itu kita berangkat ke kios" Ucap Andara kemudian beranjak membersihkan sisa sarapan.

Namun Devan belum beranjak dan masih memikirkan apa yang baru saja diucapkannya tadi.

" Apa itu artinya Andara memberikan aku lampu hijau ya, atau ah bingung aku jadinya, yang pasti dia terlihat nyaman denganku dan aku juga nyaman bersamanya " Batinnya.

###

Nara tampak duduk dengan suaminya di teras rumah.

"Mas, hari ini tidak ke kantor? "

Dimas meneguk kopinya dan menaruhnya kembali di atas meja kemudian menatap sang istri sembari tersenyum dan menggeleng

" Tidak sayang, hari ini aku ingin menemanimu di rumah. Belakangan ini aku tidak bisa jauh darimu, sini mendekatlah "

Nara beranjak dan berpindah tempat duduk di pangkuan suaminya. Bibir mereka saling menempel dan terjadi pergulatan pagi di teras rumah yang sepi dan tertutup dari jalanan. ( kebetulan para pembantu libur, sedang oma pergi ke luar kota bersama asistennya untuk menemui Devan setelah tahu semuanya dari Aldo).

" Mas, sangat bahagia sayang, diusia mas yang tidak lagi muda, bisa memiliki istri cantik dan pengertian seperti kamu. Terimakasih sayang sudah bersedia menemani mas dan menjadi istri yang baik " Bisik Dimas di sela sela desahannya karena penyatuan mereka masih belum terlepas dan sesekali Nara masih menggerakkan pinggulnya sambil memeluk kepala Dimas di dadanya yang hampir menyembul keluar.

Nara terus bergerak namun bibirnya terasa keluh untuk bicara karena mengingat kejadian kemarin saat seorang gadis menyerangnya dengan kata katanya yang pedas.

Di lubuk hati Nara yang paling dalam masih sangat mencintai Devan, dan setiap berhubungan badan dengan suaminya, yang dia bayangkan adalah sosok Devan yang sedang menggagahinya. Tapi kali ini dia sadar betul Devan sudah tidak mungkin lagi dia dapatkan, selain mahrom seumur hidup, di hati Devan pasti sudah dipenuhi dengan cinta gadis bar bar yang kemarin menyolotnya.(memang waktu itu Andara menunjukkan sikapnya yang bar bar karena peduli dengan Devan dan tak ingin Devan mengalami patah hati yang berkepanjangan).

Setelah puas dengan olah raga paginya mereka berdua sama sama lemas dan saling berpelukan.

" Kenapa kali ini aku merasa kamu berbeda Nara? Kamu sangat brutal dan kasar, sepertinya hatimu sedang marah, apa mas berbuat salah padamu? " Bisik Dimas masih dalam posisi memeluk istrinya itu.

"Tidak mas, aku hanya ingin melayanimu dengan baik sebagai seorang istri" jawabnya lirih.

Dimas berpikir sejenak " Terus selama ini apa dia melayaniku tidak iklhas, oh Tuhan jangan jangan dia masih mencintai Devan dan setiap bersama denganku yang dia bayangkan adalah bersama dengan Devan" Batinnya mulai kalut.

Sementara itu hubungan Vania dan Bayu terancam putus. Bayu tidak perduli lagi dengan Vania dan anak di dalam kandungannya. Vania semakin stress dan semua pekerjaannya berantakan, membuatnya kena skors dari perusahaan.

Ditambah lagi dengan hadirnya Siska di dalam kehidupan Bayu yang kabarnya akan dijodohkan oleh keluarganya.

Vania mencoba mendatangi Bayu berkali kali tapi bukannya sambutan yang baik dari keluarganya, melainkan hinaan dan cacian dari mereka.

Di saat seperti ini Vania teringat dengan Andara.Mereka selalu bersama, bahkan setelah ayah dan ibunya meninggal, hanya Andara yang bisa menghiburnya. Tapi kini hanya penyesalan yang tersisa, Vania terpuruk sendirian, karena keegoisan dan rasa iri yang sudah menghancurkannya.

Penyesalan tidak lagi berguna, mau tidak mau Vania harus bisa menerima kenyataan hamil tanpa suami. Dia harus berjuang sendirian membesarkan anaknya nanti.

🍁🍁🍁

Sedangkan Andara dan Devan yang masih enggan untuk berkemas pun hanya duduk di teras menanti datangnya sore.

" Andara, kok diam tumben"

"Hmmm, hammm apa Dev"

"Aduh gak konek lagi, aku tanya kok tumben diam? "

Andara menghela nafas perlahan "Aku, aku, aku takut Dev".

Devan melotot tajam " Hahhh apa yang kamu takutkan? Andara yang ceria, bar bar dan cerdas masasih punya rasa takut"

Andara meringis tidak terima " Ye, aku juga manusia wajar dong punya rasa takut ".

" Apa sih yang kamu takutkan? Kan ada aku, setiap kali kamu merasa takut kamu bisa duduk di pangkuanmu dan memelukku sesuka hatimu " Ucap Devan penuh modus.

Andara mengernyitkan keningnya " Ih cari kesempatan itu namanya, aku serius Devan! ".

" Aku juga serius Andara ".

Andara menatap wajah tampan yang sungguh mempesona di hadapannya itu " Aku takut Devan, ketika kita kembali ke kota A, dan kamu kembali pada kehidupanmu dan keluargamu, kamu akan mencampakanku. Meskipun aku sadar aku tidak pantas bicara seperti itu karena kita hanya berteman dan pasti teman kamu juga banyak di sana".

" Andara, memangnya kamu yakin aku akan melupakanmu dan meninggalkanmu? "

Andara menggeleng perlahan.

"Apapun yang terjadi aku tidak akan meninggalkanmu" Ucap Devan.

Andara terdiam dengan tatapan penuh keraguan " Dev, aku ingin mengatakan aku sudah melupakan rasa sakitku dan aku mulai menyukaimu tapi aku sungguh takut, aku takut kamu akan meninggalkanku seperti mas Bayu yang dengan mudahnya mencampakanku " Batin Andara.

Begitu juga Devan dengan gemuruh di hatinya

" Andara, tahukah kamu perasaanku, aku mencintaimu tapi aku takut kamu menolakku karena kondisiku, aku hanya pria lumpuh. Dan kamu pantas mendapatkan yang lebih baik darimu" Batin Devan.

Dan di saat mereka sedang serius dengan pembicaraannya, tiba tiba, sebuah suara mengejutkan mereka.

"Devan! "

Keduanya menoleh bersamaan.