NovelToon NovelToon
Suami Pilihan Kakek

Suami Pilihan Kakek

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Nikahmuda / Cinta setelah menikah / Teen School/College / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Alfiyah Mubarokah

"Ka-kakak mau apa?"
"Sudah kubilang, jaga sikapmu! Sekarang, jangan salahkan aku kalau aku harus memberimu pelajaran!"



Tak pernah terlintas dalam pikiran Nayla Zahira (17 tahun) bahwa dia akan menikah di usia belia, apalagi saat masih duduk di bangku SMA. Tapi apa daya, ketika sang kakek yang sedang terbaring sakit tiba-tiba memintanya menikah dengan pria pilihannya? Lelaki itu bernama Rayyan Alvaro Mahendra (25 tahun), seseorang yang sama sekali asing bagi Nayla. Yang lebih mengejutkan, Rayyan adalah guru baru di sekolahnya.

Lalu bagaimana kisah mereka akan berjalan? Mungkinkah perasaan itu tumbuh di antara mereka seiring waktu berjalan? Tak seorang pun tahu jawabannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30 Jangan Bohong Nayla

"Aakkkhh!" Nayla menjerit kaget ketika tiba-tiba ada sepasang tangan yang melingkari perutnya, tepat saat ia sedang menuangkan ayam lada hitam ke piring yang sudah ia tata. Refleks ia berbalik, ingin tahu siapa yang sudah berani memeluknya dari belakang.

"Kak Rayyan!" serunya.

Rayyan hanya tersenyum santai, memperlihatkan deretan giginya yang putih dan rapi. "Kenapa, hmm? Kaget ya?" tanyanya tanpa menunjukkan rasa bersalah sedikit pun.

"Ih Kak Rayyan! Udah tau aku kaget, masih aja nanya!" omel Nayla sambil memutar tubuh kembali, fokus ke wajan berisi ayam lada hitam.

Rayyan terkekeh. "Iya, iya maaf. Kamu udah selesai belum?"

"Sebentar lagi Kak," jawab Nayla singkat.

"Mau aku bantuin?" tawar Rayyan.

Tubuh Nayla langsung kaku. Wajar saja, posisi mereka saat ini membuat dirinya terjebak di antara badan Rayyan dan meja kompor. Pikiran Nayla langsung berkelana, mengingat kejadian di kamar tadi. Ditambah lagi, kini ia bisa merasakan dada bidang Rayyan menempel di punggungnya. Sensasi itu sukses membuat bulu kuduknya meremang.

"Gak usah Kak. Mending Kak Rayyan duduk di meja makan aja," ujar Nayla terbata.

"Gak apa-apa. Sini aku bantu," jawab Rayyan sembari meraih piring di depan Nayla. Gerakan itu membuat tubuhnya semakin menempel ke tubuh Nayla.

Nayla menahan napas. Rasanya ia bisa merasakan detak jantung Rayyan lewat jarak yang begitu dekat. Diam-diam ia menggigit bibir bawahnya.

"Kamu kenapa hmm?" tanya Rayyan, memperhatikan istrinya yang hanya terdiam. Kini ia sudah berada di sisi Nayla setelah meletakkan piring berisi ayam lada hitam ke meja makan.

"Gak kenapa-kenapa, Kak. Udah sana! Kak Rayyan jangan di sini," usir Nayla gugup.

"Kenapa? Aku cuma mau bantu kamu Sayang," balas Rayyan lembut.

"Gak perlu, Kak. A-aku bisa kok sendiri," sanggah Nayla cepat.

Rayyan mengangkat sebelah alis, tatapannya meneliti raut wajah Nayla. "Apa ada yang bikin kamu gak nyaman?" tanyanya, nada suaranya benar-benar halus.

Nayla buru-buru mengalihkan pandangan ke arah rak gelas. "Udah jelas banget kan yang bikin aku nggak nyaman itu dia!" batinnya, lalu mencoba meraih gelas di atas.

Senyum jahil terbit di wajah Rayyan. Ia kembali berdiri di belakang Nayla, ikut meraih gelas itu hingga tangannya menggenggam tangan Nayla. Sekali lagi, tubuh Nayla menegang. Baru saja jantungnya mau normal, kini malah dipaksa berdegup makin cepat.

Sementara itu, Rayyan yang awalnya cuma berniat menggoda istrinya, kini mulai kesulitan mengendalikan diri. Tangan satunya sudah merayap ke perut rata Nayla, mengusap lembut seakan menyalurkan aliran listrik ke tubuh gadis itu.

Ia menuntun Nayla menaruh gelas yang barusan diambil. Setelahnya, perlahan ia memutar tubuh Nayla agar menghadap dirinya.

Begitu berhasil, Rayyan mengelus pipi Nayla dengan penuh kelembutan. Tangan lainnya, yang tersembunyi di balik baju, mengusap pinggang istrinya dengan ibu jari. Tatapan Rayyan menyoroti mata Nayla penuh kekaguman, lalu turun ke bibir mungil istrinya. Tanpa berkata sepatah kata pun, wajahnya semakin mendekat.

Nayla hanya bisa diam, matanya terpejam pasrah. Ia merasakan hembusan napas Rayyan semakin dekat di wajahnya.

Hingga jarak tinggal beberapa senti, tiba-tiba bel rumah berbunyi. Rayyan sontak berhenti, kesal.

"Siapa sih! Ganggu aja!" gerutunya.

Nayla membuka matanya, menatap wajah suaminya yang kini tampak memerah karena emosi bercampur gairah.

"Kayaknya Ayah sama Mama udah dateng, Kak. Aku bukain pintu dulu, ya," katanya, mendorong tubuh Awan pelan dan hendak berjalan pergi.

Namun baru dua langkah, pergelangan tangannya sudah tertahan oleh genggaman Rayyan.

"Ada apa?" tanya Nayla bingung.

"Tiga puluh detik aja," ucap Rayyan.

Dahi Nayla berkerut. Namun seketika matanya melebar saat bibir Rayyan langsung mendarat di bibirnya, melumat dengan penuh hasrat.

Tiga puluh detik kemudian, Rayyan melepas ciumannya. Ia mengusap bibir basah Nayla lalu mengecupnya singkat.

"Sudah. Sekarang kamu boleh buka pintunya," ujarnya tenang.

...****************...

Di luar rumah, Aditama menekan bel sekali lagi. "Kak Nayla kok lama banget Yah?" tanya Pandu, menatap ayah sambungnya penuh heran.

Aditama menoleh dan tersenyum kecil. "Mungkin kakakmu lagi di kamar."

"Jangan-jangan Rayyan kasih alamat palsu Yah," celetuk Manda dengan nada sinis.

"Gak mungkin lah Ma. Kita tunggu sebentar lagi. Kalau gak ada yang buka juga, baru kita telepon mereka," sahut Aditama menenangkan.

Manda hanya mendengus, jelas tidak sabar. "Terserah Papa aja!" katanya ketus.

Aditama melirik Pandu yang menatapnya canggung. "Maafin Mama ya Yah," ucap Pandu lirih.

Aditama mengusap bahu Pandu sambungnya itu. "Gak apa-apa, Nak. Ayah sudah terbiasa," jawabnya tersenyum.

"Yah, ayo telepon Kak Nayla aja. Lama banget ini!" Manda kembali mendesak.

Aditama menghela napas. Namun sebelum ia sempat menjawab, pintu rumah terbuka.

Ceklek...

Seorang gadis dengan baju sabrina dan rok jeans selutut muncul. Rambutnya tergerai indah.

"Nayla?" gumam Aditama, takjub melihat putrinya yang tampak sangat berbeda.

Manda melotot, terkejut melihat penampilan putri sambungnya yang jauh lebih menawan dibanding dulu.

"Kak Nayla!" Pandu langsung memeluk kakaknya erat.

"Aku kangen banget!" serunya.

Nayla tersenyum hangat. "Aku juga kangen banget sama kamu."

Namun momen itu terhenti oleh suara deheman dari belakang. Rayyan muncul, menatap mereka.

"Malam, Yah, Ma," sapanya sambil menyalami mertuanya.

"Malam Nak. Kalian sehat kan?" tanya Aditama.

"Alhamdulillah sehat Yah. Nayla istri yang luar biasa," jawab Rayyan sambil merangkul Nayla dan melirik tajam ke arah Pandu.

Pandu hanya tersenyum menanggapi. "Syukur kalau begitu."

"Eh kita gak dipersilakan masuk nih?" sindir Manda ketus.

Nayla tersipu. "Oh iya maaf. Ayo masuk, Ma, Yah. Pandu juga ayo."

Manda masuk dengan malas, namun matanya tak bisa menutupi kekaguman pada interior rumah itu. Perpaduan sederhana sekaligus mewah, dengan warna dinding hangat, sofa abu-abu, lantai kayu mengilap, hingga lampu gantung kristal di ruang makan. Semua tampak rapi dan mahal.

"Gak nyangka ternyata suami Nayla sekaya ini. Kenapa Aditama gak bilang apa-apa ke aku?" gumam Manda dalam hati, jelas kesal.

"Silakan duduk Ma," ucap Nayla.

Manda mengangguk seadanya lalu duduk di samping Aditama.

"Bagaimana kabarnya Ayah sama Mama?" tanya Nayla lembut.

"Baik sekali," jawab Aditama tersenyum.

"Terima kasih banyak ya Rayyan."

Nayla mengerutkan kening, bingung. "Kok Ayah makasih ke Kak Rayyan?"

"Soalnya sekarang kamu terlihat lebih berisi," jawab Aditama.

Pandu ikut menimpali, "Iya Kak Nayla tambah berisi sekarang."

Nayla menatap tubuhnya sendiri, bingung. "Apa iya aku gemukan?" pikirnya.

Rayyan tersenyum sambil menatap Nayla penuh arti. "Aku juga harus berterima kasih ke Ayah, karena Ayah sudah membesarkan Nayla jadi perempuan baik, pandai masak, cocok banget jadi istri idaman," ucapnya sambil merangkul pinggang istrinya.

Manda hanya berdecak kesal, sementara Pandu asyik mendengarkan cerita Nayla.

"Kita makan malam sekarang aja yuk, Yah, biar gak dingin," ajak Nayla.

"Setuju," sahut Aditama.

Makan malam berlangsung hangat, meski sesekali Manda mencibir. Namun itu tidak mengurangi suasana bahagia.

"Terima kasih makanannya, Nayla. Enak sekali," puji Aditama sambil mengusap kepala putrinya.

Nayla tersenyum. Namun ketika Aditama pamit, matanya mulai berkaca-kaca.

"Apa gak sebaiknya Ayah nginap di sini aja?" tanya Rayyan.

"Iya Yah mending nginap," timpal Manda.

Tapi Aditama menggeleng. "Gak bisa, besok Ayah harus kerja pagi."

Aditama lalu memeluk Nayla erat. "Jadilah istri yang baik, Sayang. Jangan terus-terusan menunda kewajiban. Masalah kehamilan, Ayah yakin Rayyan lebih paham bagaimana menjaganya." Bisikan itu membuat wajah Nayla memerah.

Setelah melepas pelukan, Aditama pamit. "Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam," jawab Rayyan dan Nayla .

Tak lama kemudian, mobil Aditama meninggalkan halaman rumah. Nayla melambaikan tangan sampai mobil hilang dari pandangan.

Begitu pintu rumah tertutup, Rayyan menoleh. "Tadi Ayah bilang apa pas meluk kamu, hmm?" tanyanya serius.

Nayla kaget, menunduk tak berani menatap suaminya. "Gak... gak bilang apa-apa, kok," ujarnya gugup.

"Jangan bohong Nayla," ucap Rayyan, sorot matanya menusuk dalam.

Nayla menelan ludah. Tangannya gemetar, bibir bawahnya tergigit. "A-ayah..."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!