NovelToon NovelToon
AKU BUKAN AYAHNYA, TAPI DIA ANAKKU

AKU BUKAN AYAHNYA, TAPI DIA ANAKKU

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda
Popularitas:6.1k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

"Mas aku pinta cerai" ucap laras
Jantungku berdetak kencang
Laras melangkah melauiku pergi keluar kosanku dan diluar sudah ada mobil doni mantan pacarnya
"mas jaga melati, doni ga mau ada anak"
aku tertegun melihat kepergian laras
dia pergi tepat di hari ulang tahun pernikahan
pergi meninggalkan anaknya melati
melati adalah anak kandung laras dengan doni
doni saat laras hamil lari dari tanggung jawab
untuk menutupi aib aku menikahi laras
dan sekarang dia pergi meninggalkanku dan melati
melati bukan anakku, bukan darah dagingku
haruskah aku mengurus melati, sedangkan dua manusia itu menghaiantiku

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 6

14 Agustus 2014

Akhirnya aku dibebaskan dari penjara. Ya, hanya dua hari saja—satu hari aku disiksa, satu hari aku dihormati. Begitulah dunia, selalu berputar. Ada yang putarannya cepat, ada juga yang lambat. Aku mungkin termasuk yang cepat. Dinamika hidupku berubah drastis sejak Laras meminta cerai dariku.

Kekuasaan memang bisa mengubah hukum, dan para pejabat kadang lupa siapa mereka, dari mana mereka berasal. Mereka digaji dari uang rakyat, namun kadang justru menyakiti rakyat. Aku tergolong orang yang malang sekaligus beruntung.

Malang karena aku tidak punya kuasa—karena bisa-bisanya aku dihukum tanpa persidangan. Beruntung karena entah siapa yang menggerakkan banyak orang untuk membebaskanku. Aku hanya bisa berkata, mungkin ini tangan Tuhan yang bekerja. Bukankah pepatah mengatakan, "Selalu ada hikmah di balik musibah"?

Menjelang hari kemerdekaan, pemerintah tidak mau ada gejolak di ibu kota. Bagaimanapun juga, citra itu penting. Setelah melalui berbagai tekanan, akhirnya prosedur dijalankan. Dan ternyata, penangkapanku melanggar prosedur.

Aneh memang. Lembaga itu sudah bertahun-tahun berdiri, tetapi tetap saja masih melakukan kesalahan prosedur.

Alasan mereka terdengar terlalu dibuat-buat. Mereka baru “melek” setelah rakyat marah. Andai saja rakyat tidak bereaksi, mungkin mereka akan dengan tenang terus menyalahgunakan kekuasaan.

Penguasa selalu butuh tumbal untuk memperbaiki citra. Dan kali ini, tumbalnya adalah Arsyad. Ia diskors dan dipindahkan jabatannya ke daerah konflik.

Dalam dua hari, aku banyak berkenalan dengan para napi. Napi yang paling bengis, preman paling ditakuti, justru adalah manusia yang paling mementingkan keluarganya—terutama putrinya.

Dia dijatuhi hukuman 20 tahun penjara karena membantai satu kelompok anak muda yang telah melecehkan putrinya.

Anehnya, dia menganggapku sebagai saudara. Katanya, perjuanganku untuk mendapatkan Melati mengingatkannya pada dirinya dulu.

Keluarga Ferdi ternyata belum mengungkapkan secara umum bahwa aku bukan ayah kandung Melati. Entahlah, aku tidak tahu alasan mereka. Mungkin mereka sedang dilanda dilema—antara mengungkapkan atau tetap menyembunyikannya. Dan pilihan terbaik menurut mereka adalah: diam.

Kalau mereka mengungkapkan bahwa aku bukan ayahnya, maka aib keluarga yang selama ini mereka tutupi akan terbongkar. Mereka akan semakin dihujat karena telah membiarkan cucu kandung sendiri menangis di pinggir jalan, sementara aku—orang luar—yang datang menyelamatkan Melati.

Jika aku adalah ayah kandungnya, maka tindakanku akan dianggap wajar. Memang sudah seharusnya seorang ayah membela putrinya. Tapi jika ketahuan aku bukan ayahnya, maka tindakanku akan dianggap luar biasa—karena mau berkorban begitu besar demi anak yang bukan darah dagingku.

Aku disambut hangat oleh rekan-rekan ojolku.

“Weh, kita sambut saudara kita!” seru Ujang sambil merangkulku. Beberapa orang mengabadikan momen itu dengan kamera ponsel mereka.

“Lu memang luar biasa. Dua hari lu nggak ada, sepi banget dunia,” ucap Anto dengan senyum khasnya—gigi depannya memang sudah lama hilang.

“Thanks, bro. Kalian memang yang terbaik,” ucapku, terharu. Padahal aku biasa saja dengan mereka. Nongkrong pun hanya kadang-kadang. Tapi satu hal yang selalu kulakukan: kalau ada perselisihan dengan ojek pangkalan, aku pasti turun tangan.

Tak pernah terjadi keributan. Aku hanya menjelaskan tentang kemajuan zaman. Dengan gaya mendongengku—yang biasa kulakukan saat bercerita pada Melati—aku menggambarkan masa depan yang serba online.

Dan entah bagaimana, mereka akhirnya mau menerima penjelasanku, bahkan ikut bergabung. Tentu saja, aku yang mengantar mereka ke kantor terdekat untuk mendaftar.

Ya... kemenangan terbaik adalah kemenangan tanpa pertumpahan darah, bukan?

Aku teringat ucapan Pak LH:

“Kalau kau butuh bantuan hukum, datanglah ke alamat ini,” katanya sambil menyelipkan kartu nama ke sakuku.

Kartu itu masih kusimpan.

“Lufti Law & Partners”, tertulis di sana, dengan alamat di kawasan Thamrin.

Aku menatap kartu itu lama.

“Ini salah satu kawasan elit,” gumamku pelan.

“Aku harus ke sana. Aku harus menekan pak Ferdi untuk menyerahkan Melati padaku.”

Tekadku semakin bulat.

Mungkin aku adalah manusia yang selalu memilih jalan rumit, bertele-tele, dan melelahkan.

Padahal sebenarnya, tak ada satu pun kewajiban bagiku untuk merawat Melati.

Dia sudah bersama nenek dan kakeknya. Sudah kembali ke keluarganya.

Setidaknya, meski laras dan Doni mengabaikannya, masih ada sepasang orang tua tua yang bersedia merawatnya.

Tapi…

Setiap kali aku mengingat perlakuan mereka terhadap Melati, hatiku menjadi gusar.

Harusnya aku biarkan saja. Bukankah Melati bukan siapa-siapa bagiku?

Apakah aku orang baik yang bodoh?

Ya… mungkin aku bodoh.

Cinta telah membodohiku.

Tapi aku tidak peduli.

Aku ingin merawat Melati karena aku mencintainya—sebagai anak.

Walau dunia nanti menghujat. Walau aku akan dianggap tolol karena menempuh derita demi anak yang bukan darah dagingku.

Bahkan, Melati adalah anak dari dua manusia yang mengkhianatiku tepat di depan mataku.

Namun anehnya, justru aku sekarang bertekad untuk mengurusnya.

Cinta memang membuat bodoh—dan gila.

Cinta kadang membuat manusia melakukan tindakan yang tak masuk akal.

Dan bukan hanya aku.

Banyak orang di luar sana melakukan hal-hal paling gila hanya karena cinta.

Untung saja, cintaku pada Melati masih dalam kadar yang normal.

Aku mencintainya karena sejak ia bayi merah hingga usia empat tahun, akulah yang mengurusnya.

Aku yang menggendongnya saat demam, menyuapinya, menidurkannya—aku yang mendengar tangis pertamanya di malam hari.

Tapi jujur saja, di luar sana banyak yang jauh lebih gila dariku.

Ada yang rela meninggalkan istri yang telah setia bertahun-tahun, hanya demi mencintai selingkuhannya.

Ada pula yang memilih mengakhiri hidupnya… hanya karena cintanya tak terbalas.

Jangan tanya mengapa.

Karena cinta, kadang memang tak memerlukan alasan logis.

Aku dinatar teman-teman ojol ke kosanku

Sampailah aku di kosanku.

Ibu kos menyambutku dengan senyum lebar.

Aku bahkan mendapat bonus tak perlu membayar kos selama dua bulan.

Dia adalah pensiunan guru negeri, pemilik tiga petak kos sederhana.

Di usia senjanya, penghasilannya cukup untuk hidup tenang hingga tutup usia. Anak-anaknya sudah sukses semua.

Ya, kadang begitu.

Kalau anak sudah sukses, orang tua sering membanggakan mereka ke mana-mana. Tapi anehnya, anak-anak itu sendiri justru jarang sekali berkunjung ke orang tuanya.

Aku tahu Bu Zuleha sering kesepian.

Dia sering mengobrol denganku. Katanya, aku enak diajak bicara.

“Iyalah,” jawabku waktu itu sambil tertawa, “aku ini pendongeng. Tugasku memang membuat kisah yang tidak nyata terasa seolah nyata.”

“Riko, bawa saja Melati ke sini. Biar aku yang urus siang hari, malamnya kamu gantian jaga. Kamu harus fokus cari nafkah,” ucap Bu Zuleha.

“Iya, Bu. Terima kasih… Ini aku mau ke rumah mertuaku. Aku mau ambil Melati,” ucapku sambil menyematkan helm di kepala.

“Ya, kamu harus berjuang sekuat tenaga. Jadilah ayah yang hebat, Riko,” kata Bu Zuleha sambil mengangkat tangannya ke udara—seolah sedang melepas seorang prajurit yang akan pergi berperang.

“Baiklah, Komandan! Aku akan pergi berperang!” jawabku dengan lantang, memberi hormat ala tentara.

Bu Zuleha hanya tersenyum kecil. Senyuman yang hangat… tapi juga menyimpan doa yang dalam.

Aku pun melajukan sepeda motorku dengan kecepatan sedang, menyusuri jalanan kota yang terasa lebih sunyi dari biasanya.

Menuju Jakarta Pusat, daerah Thamrin.

Akhirnya aku tiba di sebuah gedung tinggi, lantai 8.

Jantungku berdebar.

Pak LH ini benar-benar serius atau cuma bercanda?

Masak iya, aku—seorang tukang ojek online—harus meminta bantuan hukum di tempat seperti ini?

Gedung itu terlihat megah dan mewah.

Lobi ber-AC, lantai mengilap, lampu gantung menjuntai. Semua terasa asing bagiku.

Ini bukan tempat untuk orang sepertiku.

Bukan tempat bagi pria yang sehari-hari berjuang di jalanan, pakai jaket ojol penuh debu, dan bau keringat.

Kalau aku masuk, jangan-jangan security malah ngira aku nyasar…

Atau lebih parah, aku malah dikasih uang sepuluh ribu lalu disuruh pulang…

Atau… ditendang keluar karena dianggap pengemis.

Ah, aku bingung.

Aku takut.

Aku merasa tidak pantas.

1
Tismar Khadijah
Banyak riko2 dan melati2 lain di dunia nyata, ttp berjuang dan berharap
Inyos Sape Sengga
Luar biasa
Sri Lestari
thor....aku salut akan crita2mu...n othor hebat ngegrab kog bs sambil nulis....mntabbb/Good/
adelina rossa
astagfirullah laras...belum aja kamu tau aslinya doni ...kalau tau pasti nyesel sampe.nangis darah pun rahim kamu ga bakalan ada lagi...lanjut kak
SOPYAN KAMALGrab
tolong dibantu likekom
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
menunggu karma utk laras
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
dari sini harusnya tau donk, kalo gada melati, gakan ada riko
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
teruslah maklumi dan dukung anakmu yg salah.. sampaii kau pun akan tak dia pedulikan
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
salahin anakmu yg bikiinyaa buuukkk
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
ayah
Su Narti
lanjutkan 👍👍👍👍💪💪💪💪💪💪💪
mahira
makasih kk bab banyak banget
Nandi Ni
Bersyukur bukan dari darah para pecundang yg menyelamatkan melati
SOPYAN KAMALGrab
jangan fokuskan energimu pada kecemasan fokus pada keyakinan
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
alhamdulillah
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
apa? mau duit ya?
mahira
lanjut
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
apalagi ini..? mau dijual juga laras?
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
dirumah doni thoorrrr
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
untung mood anak cewek gampang berubah 😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!