Sakit hati sang kekasih terlibat Cinlok (Cinta Lokasi) hingga berakhir di atas ranjang bersama lawan mainnya, Ameera bertekad menuntut balas dengan cara yang tak biasa.
Tidak mau kalah saing lantaran selingkuhan kekasihnya masih muda, Ameera mencari pria yang jauh lebih muda dan bersedia dibayar untuk menjadi kekasihnya, Cakra Darmawangsa.
Cakra yang memang sedang butuh uang dan terjebak dalam kerasnya kehidupan ibu kota tanpa pikir panjang menerima tawaran Ameera. Sama sekali dia tidak menduga jika kontrak yang dia tanda tangani adalah awal dari segala masalah dalam hidup yang sesungguhnya.
*****
"Satu juta seminggu, layanan sleep call plus panggilan sayang tambah 500 ribu ... gimana?" Cakra Darmawangsa
"Satu Milyar, jadilah kekasihku dalam waktu tiga bulan." - Ameera Hatma
(Follow ig : desh_puspita)
------
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara dll)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15 - Calon Menantu
Dengan nama besar keluarganya, bukan hal sulit bagi Ameera menyelesaikan masalah Cakra. Bukan hanya karena uang dan kekuasaan yang Ameera miliki saja sebenarnya, tapi keyakinan jika Cakra tidak bersalah adalah alasan kenapa Ameera rela membela Cakra mati-matian.
Bersama Mahendra, sang kuasa hukum yang juga percaya bahwa Cakra tidak bersalah, mereka bertindak secepat mungkin demi bisa membebaskan Cakra. Sama seperti Ameera yang yakin jika ada yang tidak beres, Mahen juga demikian.
Tidak butuh waktu lama bagi mereka membuka tabir kebohongan dari tuduhan yang tiba-tiba dilayangkan pada Cakra. Tidak lain dan tidak bukan semua ini adalah rencana jahat Julio, agaknya ancaman yang sempat dia lontarkan pada Ameera semalam bukan hanya isapan jempol belaka.
Tidak sendiri, mengingat barang bukti ditemukan di kamar Cakra maka tentu saja melibatkan orang-orang terdekat, entah teman atau pemilik kost tersebut. Benar saja dugaan Ameera, dalam waktu singkat Mahen sudah berhasil membuat wanita bak toko emas berjalan itu pucat pasi ketika mereka hampiri.
"Anda tahu siapa yang sedang Anda celakai? Cakra Darwangsa adalah calon suami Ameera Hatma, cucu Ibrahim Mengantara ... mengusik Cakra sama halnya mengusik keluarga Megantara, Anda yakin bisa hidup tenang setelah ini?"
Ameera tersenyum tipis menatap wajah pucat ibu kost yang turut terlibat dalam rencana busuk Julio kemarin. Hanya dengan diiming-imingi uang yang tidak seberapa, wanita itu tega menjebak Cakra.
"Saya tidak tahu apa yang diberikan pria itu, sungguh."
"Bohong, Anda pikir saya bodoh? Dari penampilan, Anda terlihat bukan orang awam soal itu." Ameera yang sejak tadi hanya memantau Mahen bicara dengan wanita itu lama-lama muak juga.
Sudah Ameera serang sedemikian rupa, wanita itu masih saja berkilah. Malas terlalu banyak bicara, Ameera segera meminta anak buah Mahen meringkusnya untuk menyerahkan diri dan memberi kesaksian kepada pihak kepolisian.
Tadi pagi penghuni Romania Kost dikejutkan dengan penangkapan Cakra atas tuduhan penyalahgunaan narkoba. Kini, tepat siang hari, mereka kembali dikejutkan dengan ibu kost yang berontak karena dipaksa ikut dengan tujuan yang sama.
Status janda yang melekat dalam diri wanita itu sama sekali tidak membuat hati Ameera melemah. Bersama Mahen, dia masih terus menatap ke depan dengan tangan yang mengepal sempurna.
"Tenanglah, seperti yang Anda katakan semua akan baik-baik saja, Nona." Sejak tadi Mahen fokus, perhatian pria itu kini tertuju pada Ameera di sampingnya.
"Hm, tapi apa kau tidak berlebihan menyebut Cakra calon menantu?" Ameera memang tenang, tapi mendadak ingat dengan pernyataan asal Mahen beberapa waktu lalu.
Mahen yang mendengar pertanyaan Ameera hanya tertawa sumbang. "Kenapa? Bukankah memang benar begitu, Nona?"
"Ya begitu, tapi ...."
"Jika saya sebut kekasih, posisi Cakra tidak terlalu kuat dan tidak bisa dianggap keluarga, tapi jika saya sebut calon menantu jelas saja beda cerita," jelas Mahen panjang lebar, sementara Ameera hanya menghela napas panjang.
Mahen tidak mengerti status mereka sebenarnya, Ameera juga tidak bercerita. Menurut Ameera, yang tahu jika Cakra adalah kekasih bayarannya cukup Ricko dan Jihan saja. Bukan tanpa alasan, dia hanya khawatir pandangan buruk terhadap Cakra dan dirinya semakin mencuat dan justru akan kembali menjadi masalah.
"Benar begitu, Nona?" Jawaban Ameera agaknya kurang puas sampai Mahen bertanya lagi, tepatnya menggoda wanita mandiri yang sejak dahulu terkenal mampu hidup tanpa sosok pria.
"Hm, anggap saja begitu."
"Dia sepertinya anak baik, apa Tuan sudah memberikan restu?" tanya Mahen kemudian, pembicaraan mereka sejenak beralih pada hal yang lebih dalam lagi.
"Menurutmu bagaimana?"
"Pasti, seperti yang kita tahu Tuan sangat mempercayaimu dalam hal apapun ... jika hanya karena siapa Cakra, saya rasa tidak masalah."
Ameera tidak segera menjawab, dia berdecak dan agak tidak suka bagian ini. Mahen sudah menyinggung siapa Cakra, agaknya pria itu sudah mengawasi mereka sejak lama.
"Kau mengawasiku?"
Mahen mengangguk pelan "Kewajiban saya."
"Siapa yang memintamu? Papa? Atau om Babas?"
Sudah bisa diterka siapa yang menjadi dalangnya. Yang bisa memerintahkan Mahen selain Ameera dan ayahnya adalah Papa Mikhail, majikan sekaligus seseorang yang begitu berjasa dalam hidupnya.
"Huft, jadi benar Papa?"
Mahen hanya mengangguk, dia tersenyum tipis melihat Ameera yang frustrasi mendengar penjelasannya. Setelah ini mungkin Ameera akan risih dan Mahen akan bernasib sama seperti Ricko, dipulangkan ke tempat asal masing-masing.
"Santai saja, saya bisa menjaga rahasia ... termasuk tentang bayaran Cakra," sambung Mahen yang membuat wanita itu membeliak seketika.
"Mahen kau!!" Tidak hanya bicara, Ameera juga melayangkan pukulan tepat di pundak Mahen usai mendengar pernyataan pria itu.
Jelas saja Mahen mendesis, sakit dan sempat terkejut lantaran tangan semungil ternyata tidak dapat dianggap lemah. "Sssh, sakit juga ternyata."
"Dengarkan aku baik-baik Irzan Prada Mahendra!! Kalau sampai papa tahu, maka kau akan kukembalikan pada kak Zean dan mengabdi seumur hidup sebagai asisten pribadi laki-laki cerewet itu, mau?" ancam Ameera seketika membuat pria itu menggeleng seketika.
"Ja-jangan, Nona!! Menjadi kuasa hukum Anda adalah impian saya dan saya juga nyaman karena sesuai dengan bidang keilmuan saya."
"Maka dari itu, baik-baik ya ... simpan rahasianya dalam hati, dan segera tuntaskan masalah ini. Penjarakan Julio atas fitnah yang dia lakukan pada Cakra, mengerti?" Ameera berucap sangat lembut seraya mengusap pundak Mahen yang sempat dia pukul beberapa saat lalu.
.
.
Dua hari Ameera sampai tidak tidur demi menunggu kabar baik dari Mahen. Bukan hanya membebaskan Cakra saja, tapi membuat semua tuduhan itu berbalik pada Julio. Semua yang awalnya mungkin terasa rumit nyatanya tidak demikian kala Mahen bekerja dengan sungguh-sungguh.
Usai Cakra dibebaskan, keesokan harinya berita penangkapan Julio tersebar dengan kasus yang tidak jauh berbeda, dan justru bertambah lantaran fitnah yang dia lakukan pada Cakra.
Jangan ditanya semarah apa Julio pada Ameera, ketika di kantor polisi sorot tajam penuh dendam itu sangat terbaca. Mata Ameera dan Julio sempat bertemu, mungkin kali terakhir Ameera sudi menatapnya, itu juga karena tidak sengaja.
Kendati demikian, terserah bagaimana ke depannya. Yang terpenting saat ini Cakra sudah baik-baik saja dan berdiri di hadapan Ameera, dengan mata membola dan mulut yang menganga begitu melihat apa yang ada di hadapannya.
"Ra, apa ini tidak berlebihan? Kostku sudah lunas hingga tiga bulan ke depan? Kenapa harus pindah?" tanya Cakra bingung.
Cakra percaya jika Tuhan akan membalas segala sesuatu dengan yang lebih baik, tapi yang kali ini terlalu baik. Setelah sempat merasakan dinginnya penjara, ketika pulang Ameera justru membawanya ke sebuah unit apartemen yang sejak dahulu menjadi kamar impiannya.
"Iya tahu, tapi setidaknya kamu lebih nyaman di sini," jawab Ameera mendekat, melihat Cakra yang sempat terpukau hati Ameera seolah mendapat kepuasan dan semua yang dia lakukan tidak sia-sia.
"Tetap saja, jangan terlalu banyak mengeluarkan uang untuk laki-laki sepertiku, Ra ... aku tidak akan bisa menggantinya," tutur Cakra menatap Ameera begitu lekat. Dia bukan tidak berterima kasih, tapi semua yang Ameera berikan terlalu berat untuk Cakra terima.
"Aku tidak memintamu menggantinya, Cakra ... cara kamu menghargaiku tidak bisa dinilai dari apapun dan itu sudah cukup."
Ameera mengulas senyum, menatap lekat wajah Cakra yang terlihat sendu. Sialnya, pandangan Ameera justru beralih pada bibir Cakra hingga dia sempat terpaku sampai tidak sadar jika mereka sudah sedekat itu.
"Cakra," tutur Ameera menahan dada Cakra, detak jantung Ameera semakin tak karu-karuan seiring dengan jarak mereka yang kian dekat.
.
.
- To Be Continued -
bukannya ponselnya masih belum kembali? /Doubt/