NovelToon NovelToon
Renjana

Renjana

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Nikahmuda / Spiritual / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:70
Nilai: 5
Nama Author: idrianiiin

Allah akan menguji iman masa mudamu dengan didatangkannya sosok yang dulu pernah diminta. Seseorang yang selalu riuh dalam doa, dipuja, serta kerapkali dijadikan sebagai tujuan utama.

Dihadapkan pada dua pilihan, bukan perihal dia lagi yang harus diperjuangkan, melainkan Dia-lah yang jauh lebih pantas untuk dipertahankan. Hati bersorak agar kukuh pada pendirian, tapi bisikan setan tak kalah gencar melakukan perlawanan.

Perkara cinta dan dunia memang tak dapat dipisahkan, terlebih jika sudah menyangkut ihwal iman yang kadangkala turun tanpa pemberitahuan.

Lantas siapakah yang kini harus diprioritaskan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon idrianiiin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pantai Indrayanti

...بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم...

..."Sekejap tapi akan kembali walau tak menetap, begitulah senja yang keindahannya mudah sekali lenyap."...

...°°°...

Pantai Indrayanti Gunung Kidul, Yogyakarta itulah namanya. Tidak hanya berhiaskan pasir putih, bukit karang, dan air biru jernih yang seolah memanggil-manggil wisatawan untuk menceburkan diri ke dalamnya, pantai ini juga dilengkapi restoran dan cafe serta deretan penginapan yang akan memanjakan wisatawan.

Terlihat dua ekor siput laut bergerak pelan di sebuah ceruk karang, tak peduli dengan deburan ombak yang menghempas. Segerombol remaja asyik bercengkerama sambil sesekali bergaya untuk diambil gambarnya.

Di sebelah barat nampak beberapa orang sedang berlarian mengejar ombak, sebagian lainnya bersantai di tengah gazebo sembari menikmati segarnya kelapa muda yang dihidangkan langsung bersama buahnya.

"Masya Allah, Tabarakallah," gumam Anin terkagum-kagum akan keindahan yang terpampang nyata di depan matanya.

Beberapa penginapan yang dikonsep back to nature berdiri dengan gagah di bawah bukit, sedangkan rumah panggung dan gubug yang menyerupai honai (rumah adat Papua) berdiri di dekat pantai. Jet ski kuning teronggok di sudut restoran.

Beragam menu mulai dari hidangan laut hingga nasi goreng bisa dipesan di restoran yang menghadap ke pantai. Pada malam hari, gazebo-gazebo yang ada di bibir pantai akan terlihat cantik karena diterangi kerlip sinar lampu. Menikmati makan malam di cafe dengan ditemani desau angin dan alunan debur ombak akan menjadi pengalaman romantis yang tak terlupakan.

"Maha Besar Allah dengan segala keindahannya yang telah menciptakan ini semua," imbuhnya benar-benar dibuat terpana.

Anin begitu menikmati keindahan alam yang begitu menyejukkan mata, membuat rasa kagum pada Sang Pencipta semakin menggebu-gebu tiada terkira. Tadabbur alam memang sangat penting, agar kita senantiasa bersyukur dan berterima kasih atas kebesaran Sang Pencipta dalam menciptakan alam semesta.

"Silakan, Mbak," ucap seorang pramusaji setelah memindahkan sepiring nasi goreng dan kelapa muda di atas meja.

"Terima kasih," sahut Anin ramah dengan senyuman manisnya.

Sepertinya dia akan menghabiskan hari di pantai ini, terlebih sebentar lagi waktu senja akan datang. Sudah bisa dipastikan dirinya tidak ingin pulang. Berburu sunset ataupun sunrise kala tengah berada di pantai adalah hal yang tidak pernah dilewatkan.

Setelah menyelesaikan ritual makannya, Anin pun beranjak menuju bukit di sisi timur. Berhubung tidak ada jalan, menerobos semak dan perdu sembari memanjat karang pun tak menjadi masalah besar, sebab Anin yakin bahwa menikmati senja di atas bukit pasti akan jauh lebih indah.

Sesampainya di atas bukit, pemandangan laut yang berbatasan dengan Samudra Hindia terhampar. Beberapa burung terbang sambil membawa ilalang untuk membangun sarang. Suara debur ombak dan desau angin berpadu menciptakan orkestra yang indah dan menenangkan.

Anin pun melayangkan pandangan ke arah barat. Beberapa pantai yang dipisahkan oleh bukit-bukit terlihat berjajar, gazebo dan rumah panggung terlihat kecil, pun sama dengan orang-orang yang berada di bawah sana.

Benar saja, saat senja datang, tempat ini menjadi spot yang bagus untuk menyaksikan mentari yang kembali ke peraduan. Rasanya Anin tak ingin bergegas pulang. Menyaksikan senja yang indahnya bukan kepalang dengan pesona Pantai Indrayanti terpatri di hati.

...°°°...

Sepulangnya dari pantai, Anin memutuskan untuk sejenak mampir ke Teras Malioboro 2. Tempat para PKL yang dulu menjajakan dagangannya di trotoar Malioboro yang kini telah dipindahkan ke tempat khusus bagi para pedagang. Sebenarnya terbagi menjadi dua yakni, Teras Malioboro 1 dan Teras Malioboro 2.

Di sana terdapat banyak sekali pedagang, dari mulai pakaian sampai dengan makanan. Yogyakarta benar-benar mengukir kisah indah yang tak dapat dilupakan. Tidak hanya memanjakan mata dan bisa mengenyangkan perut saja, tempat ini pun ramah anak karena terdapat sebuah play ground.

Anin melipir ke blok belakang, di sana tempat khusus bagi para pedagang makanan berkumpul. Beragam jenis makanan khas Yogyakarta bisa ditemukan dengan sangat mudahnya. Dengan mengusung tema lesehan, tempat ini terasa cocok untuk bersantai dan bercengkrama dengan sanak keluarga.

Anin memesan seporsi gudeg. Gudeg merupakan makanan khas Yogyakarta yang terbuat dari nangka muda dan dimasak dengan santan. Seporsi nasi gudeg disajikan lengkap dengan krecek, ayam kuah santan, serta telur.

Tak lupa untuk menghangatkan tubuh, dia pun memesan wedang ronde. Minuman yang biasa dinikmati saat cuaca sedang dingin ini berisikan ronde yang terbuat dari beras ketan, dan air yang dibentuk bulat kemudian direbus hingga matang. Biasanya ronde berisikan kacang tanah cincang, kacang hitam, atau wijen. Ronde kemudian disajikan dalam kuah jahe hangat dan gula.

Perpaduan yang apik bukan?

"Hai!"

Anin yang tengah asik menikmati setiap suap gudeg pun terhenti sejenak. Dia mendongak dan tersenyum samar kala matanya mendapati sosok pria yang semalam dia temui di Malioboro.

"Gabung boleh, Mbak?" izinnya.

Anin mengedarkan pandangannya, tempat ini terlihat sangat penuh sesak pengunjung, dan dia tak mungkin egois serta membiarkan orang lain makan dalam keadaaan berdiri.

"Silakan, Mas."

"Terima kasih, maaf jika kehadiran saya membuat Mbak tidak nyaman," katanya setelah duduk berhadapan dengan Anin.

"Tak apa," singkat Anin lantas kembali melanjutkan acara makannya.

Tidak ada perbincangan di antara keduanya, mereka sibuk dengan makanan masing-masing. Hiruk pikuk pengunjung lain dengan teriakan ibu-ibu serta tangisan anak-anak menjadi backsound.

"Asal dari mana, Mbak?" tanyanya saat telah selesai makan.

"Bandung," jawab Anin.

Dia mengangguk singkat dan berucap, "Saya dari Cimahi, Mbak. Sama-sama orang Sunda ternyata."

Anin menatap tak percaya. Dia mengira pria di depannya pribumi, bukan pelancong seperti dirinya. Ternyata dia sudah salah duga.

"Jauh-jauh dari Sunda, ketemunya di Yogyakarta," cetus Anin setelah memasukan sesendok wedang ronde.

Udara malam dengan sedikit rintik hujan membuat tubuh perempuan itu kedinginan, beruntung dia menggunakan gamis yang tebal dan juga kerudung yang cukup lebar. Anin sangat anti mengenakan pakaian hangat, dia tidak nyaman dengan baju-baju sejenis itu.

"Oh ya sampai lupa, sudah dua kali bertemu tapi tidak bertukar nama. Nama Mbak siapa?" ucap pria itu seraya mengulurkan tangannya.

Anin tersenyum dan menangkup kedua tangannya. "Mohon maaf, Mas bukan mahram," katanya sehalus mungkin. Dia tak ingin menyinggung perasaan orang lain hanya karena mereka berbeda pandangan.

Pria itu tersenyum kikuk, dia merasa tak enak hati dengan lawan bicaranya. "Mohon maaf atas kelancangan saya yang membuat Mbak tidak nyaman."

Anin mengangguk maklum. "Tak apa."

"Saya Haidar," katanya memperkenalkan diri.

"Salam kenal, Mas, tapi mohon maaf saya tak biasa memperkenalkan diri pada seseorang, terlebih pada seorang pria," terang Anin mencoba memberi penjelasan.

Tanpa diduga pria yang mengaku bernama Haidar itu pun justru menarik lebar kedua sudut bibirnya. "Saya paham, Mbak."

Anin mengembuskan napas lega. Ternyata pria di depannya cukup bisa menghargai keputusan orang lain. Terbukti dia tidak memaksa ataupun men-judge prinsip yang dipegangnya.

"Kalau begitu saya pamit, mohon maaf selalu mengganggu Mbak."

"Silakan." Hanya satu kata itu yang menutup pertemuan keduanya.

Bukan bermaksud sombong ataupun menutup diri terhadap lelaki, tapi hal itu dia lakukan untuk menjaga dirinya agar tidak mudah ditaklukkan pria. Dia tidak ingin menjadi wanita yang mudah untuk diluluhkan, lantas ditinggalkan kala rasa penasaran sudah hilang.

Perempuan memang harus berprinsip kuat dalam memegang syariat, setidaknya bisa menghindari maksiat dan berusaha menjadi hamba yang taat.

...—BERSAMBUNG—...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!