Setelah menyelesaikan pendidikan tinggi dan memperoleh gelar sarjana di bidang hukum, Christ menjadi pengacara di salah satu firma hukum terbesar di Jakarta. Namun, setelah 15 tahun bekerja di sana, ia memutuskan untuk mengundurkan diri dan membentuk firma hukum sendiri untuk menyelidiki kasus pembunuhan Ibunya dan membalaskan dendam.
Selama proses penyelidikan, Christ bertemu dengan seorang wanita cantik bernama Yuli yang membantunya. Yuli selalu menemaninya selama penyelidikan dan akhirnya timbul rasa cinta di antara keduanya.
Namun, dalam perjalanannya untuk membalaskan dendam, Christ menemukan bahwa ada lebih banyak yang terlibat dalam kasus tersebut daripada yang ia duga. Ia menemukan fakta bahwa pamannya, bos mafia terbesar di kota Jakarta, adalah dalang di balik pembunuhan Ibunya.
Lantas, apakah Christ berhasil membalaskan dendam atas kematian ibunya itu? Atau dia hanya ingin melupakan balas dendam dan memilih hidup bersama dan berbahagia dengan Yuli?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faisal Fanani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SECTION 015
“Tidak. Bukan siapa-siapa.” Ayah Yuli kembali menyingkirkan ponselnya agar Yuli tak melihat. “Sepertinya Ayah harus pulang dulu. Ada pelanggan di studio yang sudah menunggu Ayah.
Bersantailah disini dulu. Kau harus menyapa Hakim Lusi, berbelanja kebutuhanmu. Ayah pergi dulu.” Ayah Yuli langsung pergi dengan tergesa-gesa.
“Ayah!” Yuli kesal dengan ayahnya yang pergi begitu saja.
“Yuli?” Seorang Jaksa menyapa Yuli. Dia adalah Sri. Jaksa yang baru saja mengikuti persidangan yang dipimpin oleh Lusi.
Saat itu Sri akan kembali ke kantornya dan menyapa Yuli di depan ruang pengadilan.
“Aku sudah mendengar semuanya, Yul. Kau telah dipecat dari pekerjaanmu,” ucapnya ketus.
“Tidak. Sayangnya, aku tidak dipecat, aku hanya mendapatkan skors,” balas Yuli.
“Sebagai pengacara, seharusnya kau mengajukan banding resmi, bukan malah memukul hakim.”
Ternyata rumor Yuli yang memukul Hakim di Pengadilan Tinggi Jakarta sudah menyebar luas. Bahkan Sri pun telah mengetahui hal itu.
“Ya, kau benar. Tidak seharusnya aku bersikap judes. Akan lebih baik jika aku bersikap anggun seperti dirimu,” ucap Yuli ketus.
Rambut pendek sebahu sedikit pirang, tampilan yang sedikit tomboy, dan wajah cantik keturunan Tiongkok yang dimilikinya, membuat Yuli terlihat seperti wanita judes dan galak.
Tak seperti Sri yang pendiam, kalem, dan bersikap anggun layaknya seorang wanita pada umumnya.
“Berapi-api itu sangatlah bagus. Itu menandakan bahwa hatimu sangatlah tulus dan murni.” Dari kejauhan Lusi datang dan menghampiri Yuli dan Sri yang sedang mengobrol.
“Halo, Hakim Lusi. Senang dapat bertemu kembali denganmu.” Yuli membungkuk memberi salam pada Lusi. “Aku sangat senang saat melihat persidangan yang kau pimpin.”
“Omong-omong, kapan kau tiba di kota ini?” tanya Lusi. “Ah, aku tahu. Pasti setelah kejadian itu, bukan?” Lusi tersenyum.
“Anda benar, Bu,” sahut Sri. “Dia bahkan berani meninju dan memukul hakim utama di Pengadilan Tinggi Jakarta.”
“Kurasa Hakim itu memang memberikan keputusan yang salah, tapi, aku juga tidak bisa membenarkan perbuatanmu, Yul. Kau tak boleh berkecil hati karena sanksi yang diberikan.”
Yuli tersenyum lebar mendengar nasehat dari Lusi.
“Menahan diri disaat seharusnya berbuat sesuatu adalah sebuah kerugian, aku mengerti, Yul?”
“Tentu, Hakim Lusi. Aku sangat senang sekali mendengar nasehat darimu.”
“Baiklah. Kalau begitu, aku pergi dulu.”
Yuli membungkuk memberi hormat pada Lusi yang berjalan pergi, disusul dengan Sri dibelakangnya.
Dari dalam ruangan, ternyata Christ masih memantau dan melihat apa yang dilakukan oleh Yuli.
Hanya gara-gara Yuli memukul Hakim utama di pengadilan, itu membuat Christ semakin tertarik pada Yuli, selain wajah cantik yang dimilikinya.
***
Di kediaman Ayah Yuli. Segerombolan preman telah mengobrak-abrik studio foto dan rumahnya.
Mereka adalah Asep dan kesembilan anak buahnya. Pajangan foto, vas bunga, bahkan kaca jendela, semua anak buah Asep merusak barang yang ada di rumah.
Ayah Yuli memiliki hutang kepada koperasi yang dimiliki Asep. Dia tak mampu membayar hutang dengan bunga yang cukup yang mengakibatkan Asep merusak beberapa perabot rumah tangga dan studio foto miliknya.
Bagian dalam rumah Yuli sudah seperti kapal pecah. Serpihan-serpihan kaca, sobekan foto, patahan bingkai, semuanya berserakan di lantai.
Ayah Yuli tak bisa melakukan apapun. Dia hanya duduk di kursinya sambil memohon agar Asep dan anak buahnya tak menghancurkan semua barang di studio miliknya.
“Tolong jangan hancurkan semuanya! Aku hanya mendapatkan uang dari tempat ini.” Ayah Yuli berlutut memohon.
“Apa maksudmu, Bajingan. Bayar saja utangmu. Kau sudah menunggak lebih dari 3 bulan,” seru Asep.