Terjebak Kawin Kontrak dengan Tuan Muda Arab

Hari telah mendekati senja, Maymunah mengajak Sultan jalan-jalan ke tempat wisata yang tak jauh dari kampungnya yaitu Kampung Domba.

Sebuah kampung yang memiliki panorama yang sangat indah dan asri.

Sesuai namanya, di kampung ini hampir semua penduduknya beternak domba.

Pemandangan alam yang begitu mempesona nampak sangat jelas di depan mata.

Maymunah mengajak Sultan duduk di pematang sawah sambil memandangi indahnya panorama alam.

"Pemandangan di sini sangat indah dan alami, aku suka sekali" Ujar Sultan memulai percakapan.

"Iya, di sini memang sangat indah dan asri.

Tempatnya terlihat sederhana, tapi menawarkan sebuah pemandangan yang begitu istimewa" Jawab Maymunah seraya memejamkan matanya menikmati sepoy angin yang menerpa kulit wajahnya yang mulus tanpa make up.

" Apa kau pernah punya impian, Maymunah?"

Maymunah mengangguk menjawab pertanyaan Sultan.

"Tentu saja, Aku juga manusia pasti pernah memiliki impian. Dulu aku ingin sekali menjadi seorang guru, tapi ..tapi keadaan ekonomi orang tuaku memaksaku untuk merantau ke negeri orang dan bekerja di sana" Ujarnya dengan wajah muram.

Sultan mendekat dan menepuk pundaknya.

"Kamu masih muda, kalau kamu sungguh-sungguh, kamu pasti bisa menggapai impianmu"

"Iya, kamu benar Sultan. Oh ya, apa kamu ingin mendengar keputusanku terkait hubungan pernikahan kita?"

"Tentu saja, dan aku harap kau mau tetap ikut denganku. Aku sungguh tak sanggup hidup jauh dari kamu. Maymunah" Sultan memegang tangan istrinya dengan lembut.

Maymunah tersenyum sambil tetap memandang ke arah pepohonan di bawahnya.

"Aku akan ikut denganmu, tapi aku tetap mau tinggal di rumah ibumu."

Sultan terlihat ketakutan dengan perkataan Maymunah yang belum lanjut.

Maymunah yang faham akan itu, segera melanjutkan kata-katanya.

" Jangan khawatir , aku akan tinggal di sana sebagai pekerja.

Aku beri waktu kamu selama enam bulan untuk mendaftarkan pernikahan kita dan untuk memberitahu ibumu.

Jika dalam waktu enam bulan itu kau tetap saja tak ada itikad baik dan tak mau mendaftarkan pernikahan kita, maka talaqmu jatuh sesuai perkataanmu setelah aqad waktu itu. Bagaimana?" Maymunah bertanya sambil memandang wajah Sultan.

Sultan menelan salivanya sebelum menjawab. Berat baginya memenuhi permintaan Maymunah ini.

"Baiklah, aku setuju. Tapi haruskah kamu tinggal di rumah orang tuaku sebagai pembantu? Aku gak mau melihatmu bekerja dan di suruh-suruh orang di sana"

"Tentu saja. Selama enam bulan itu aku akan tetap tinggal di rumah ibumu walau hanya sebagai pembantu. karena jika kau tak mau meneruskan pernikahan kita, aku akan menggunakan gajihku selama di sana untuk membayar uang yang telah kau berikan"

"Kenapa kau terus membahas uang? Aku tak pernah berniat mengambil kembali apapun yang sudah ku berikan padamu, Maymunah "

"Tapi aku tak mau berhutang padamu, Sultan. Dan satu lagi, selama kau belum mendaftarkan pernikahan kita dan belum meminta restu orang tuamu, kau tidak boleh menyentuhku"

Sultan terperangah mendengar keputusan Maymunah itu. Ia mengusap wajahnya dengan kasar, kemudian menggenggam tangan istrinya lagi.

"Tapi kita kan sudah sah menurut agama, Maymunah. Ayahmu yang menikahkan kita, dan aku juga akan melakukan kewajibanku sebagai suami. Aku akan menafkahi kamu"

Maymunah melepas genggaman Sultan dan tersenyum sinis.

"Kewajiban? apa kau fikir kewajiban suami hanya menafkahi? Selain menafkahi, suami juga punya kewajiban membimbing istri menuju jalan Allah. Dan suami juga wajib mengakui istrinya di depan semua orang, apalagi orang tuamu. Apa kau sanggup melakukan itu?

"Tapi pernikahan tidak memerlukan wali dari orang tua laki-laki. " Sultan mencoba membela diri, tapi Maymunah tak mau kalah. Ia tetap bersikukuh .

"Pernikahan memang sah tanpa wali dari laki-laki. Tapi jika seorang laki-laki tak mau mengakui bahwa dia sudah menikah, dan dia juga tak mau mengakui istrinya sebagai istri, itu secara tidak langsung bisa dinyatakan sebagai Talaq." Teriaknya lantang.

"Layaknya sebuah negara, Sebuah negara yang sudah berdiri tidak akan dianggap sah jika belum mendapat pengakuan dari negara lain, begitu juga sebuah pernikahan.

walaupun kita sudah menikah secara agama, tapi kalau belum diakui secara hukum, dan belum kamu akui di depan keluargamu, apa pernikahan itu akan berarti?"

Sultan mendudukkan dirinya di pematang sawah, ia duduk sambil menopang dagunya.

" Jadi selama aku belum mengakuimu, kau gak akan memberi aku hak sebagai suamimu?"

Tanyanya lirih.

" Ya, Tentu saja..laksanakan kewajibanmu sepenuhnya dulu, baru kau akan mendapat hakmu sepenuhnya.

Kalau kau ingin mendapat hakmu dengan segera, kau juga harus melaksanakan kewajibanmu secepatnya."

Maymunah tersenyum penuh kemenangan melihat suaminya matikutu.

"Anggap saja itu ujian buat kamu. Aku ingin tau, apa niatmu benar benar ingin menjadikanku istri dunia akhirat, atau hanya ingin mendapat tubuhku saja" Tambahnya.

Sultan bangun lagi dan berdiri menghadap Maymunah.

Ia meraih tangan istrinya.

"Baiklah, aku setuju. Aku akan menuruti semua permintaanmu, asal kau mau ikut denganku dan tak akan meninggalkan aku."

Akhirnya Sultan terpaksa menuruti permintan Maymunah.

Maymunah pun tersenyum bahagia.

"Tapi, kalau cuma sekedar memegang tanganmu dan memelukmu, boleh kan? Kita kan sudah sah menikah, dan aku bukan sengaja tak mau mengakui mu. Aku hanya belum mampu mengakuimu. Ya ..pease! Kalau kau tak mengizinkan menyentuhmu sama sekali, aku bisa gila, Maymunah " Rengek Sultan, persis seperti Ade yang merayu Maymunah kalau menginginkan eskrim.

Maymunah mengehela nafas sambil tersenyum.

"Iya, boleh" Jawabnya sambil menunduk tersipu.

Sultan melonjak kegirangan dan langsung memeluk Maymunah, membuat Maymunah menjadi risih dengan perlakuan suaminya itu.

"Iiih lepasin ah..ini kan tempat umum. Malu kalau ada orang lihat. " Ketusnya seraya melepas pelukan Sultan.

"Hehe..aku lupa. Kamu tau gak, sejak aku mengenalmu, aku seperti melupakan dunia dan isinya " Rayu Sultan.

" Ah gombal kamu" Tukas Maymunah kali ini dalam bahasa Indonesia sehingga membuat Sultan terbengong bengong.

"Gombal? wisy yakni?" (Apa itu gombal) Tanya nya sambil menaikkan alisnya.

Maymunah tertawa ringan.

"Hehe..yakni inta kadzab" (artinya, kamu pembohong )

"Ahkk kapan aku berbohong sama kamu? "

"Mikir aja sendiri!.. ya udah, sekarang udah mau magrib. Kita pulang yu..Di rumah pasti sedang repot. Nanti malam kan, masih ada acara tahlilan buat abah"

Ujar Maymunah sambil mengganti tangan suaminya dan mengajaknya pulang.

"Tahlilan? apa lagi itu?"

Sultan masih saja bertanya.

"Tahlilan itu acara doa bersama di rumah orang yang meninggal yang tujuannya untuk mendoakan orang yang meninggal "

" Oh, apa itu ajaran dalam mazhab Syafi'i juga, soalnya aku belum pernah denger . Dan di negaraku gak ada yang melakukannya."

"Hehe .., itu sebenarnya cuma ada di Indonesia aja sih..seperti adat dan kebiasaan gitu. Ya..karena menurut kebanyakan rakyat indonesia itu kebiasaan yang baik..ya mereka terus melaksanakannya "

"Ooh"

" Sudah ah, jangan bahas soal tahlilan, aku gak mau debat soal itu. Yang penting kita jalani pernikahan kita selayaknya sepasang suami istri muslim. Kita gak usah melibatkan perbedaan dan ikhtilaf tentang masalah furu'iyah dalam agama kita."

" Hmm iya, aku cuma bertanya kok. Bagi aku yang penting kita sesama muslim, ya itu sudah cukup bagiku. Masalah perbedaan kecil begitu gak perlu dipersoalkan , ya kita saling menghargai aja"

"Iya, terutama soal batal wudu, kalau aku udah berwudu jangan coba memegangku. Jangan mentang-mentang dalam madzhabmu gak batal, lantas kau memegangku seenaknya." Ujar Maymunah kesal. karena teringat ketika wudunya batal gara -gara dipegang Sultan yang tak faham tentang batal wudu dalam mazhab Syafi'i.

Sultan malah tertawa...

"Haha..aku malah akan mencium mu kalau sudah punya wudu haha.." Ujarnya sambil tertawa dan berlari meninggalkan Maymunah yang cemberut .