Mereka mengatakan dia terlahir sial, meski kaya. Dia secara tidak langsung menyebabkan kematian kakak perempuannya dan tunangannya. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang berani menikahinya. Mempersiapkan kematiannya yang semakin dekat, ia menjadi istrinya untuk biaya pengobatan salah satu anggota keluarga. Mula-mula dia pikir dia harus mengurusnya setelah menikah. Namun tanpa diduga, dia membanjirinya dengan cinta dan pemujaan yang luar biasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Maserati hitam melaju melintasi jalan-jalan kota. Akhirnya, mobil itu berhenti di depan gedung studi Universitas Ayrith.
Freya keluar dari mobil John dan bahkan tidak sempat mengucapkan terima kasih, sebelum ia berlari tergesa-gesa menuju ruang belajarnya.
Di ruang itu, tak hanya ada catatan kuliah, tetapi juga berbagai sertifikat penghargaan yang pernah ia menangkan. Bahkan, ada beberapa kartu kecil yang selalu diberikan oleh neneknya setiap ulang tahunnya.
Kartu-kartu itu terbuat dari kertas kasar, dengan tulisan tangan yang sulit dibaca. Mungkin bagi orang lain nilainya tak lebih dari selembar kertas lusuh, tapi bagi Freya, itu adalah benda paling berharga.
Pagi itu, gedung perkuliahan dipenuhi banyak orang. Di depan lift, orang-orang mengantre berdiri.
Saat Freya ikut menunggu lift, ponselnya kembali berdering. Zoey menelepon lagi..
“Frey, kamu kapan ke sini?! Mereka makin menjadi-jadi!”
Dari balik telepon, Freya bisa mendengar suara Zoey yang tersedu-sedu. Hatinya pun langsung diliputi kecemasan.
Ia menarik napas dalam-dalam dan memutuskan untuk tidak menunggu lift. Sebaliknya, ia langsung berlari menuju tangga di sebelah.
Hanya delapan lantai, itu bukan masalah besar!
Tapi Freya belum sarapan pagi itu, dan ketika sampai di lantai delapan, kakinya nyaris tak sanggup menopang tubuhnya lagi.
Meski begitu, ia tidak bisa memikirkan kelelahan. Setelah sampai di lantai delapan, ia berlari tanpa kendali menuju ruang studi.
Seluruh lantai itu diisi oleh beberapa orang, dan Zoey satu-satunya yang berdiri dengan cemas di lorong.
Dari kejauhan, Freya bisa melihat sekelompok orang berpakaian hitam tengah berkumpul. Mereka sedang melempar buku dan catatan miliknya ke dalam tungku api.
Api di tungku menyala hebat. Semua yang terbakar di sana adalah catatan-catatan kesayangan milik Freya!
Seorang pria berpakaian hitam duduk santai di kursi dekat tungku itu.
"Benar-benar kekacauan besar." ucapnya sembari mengambil salah satu sertifikat lomba Fisika Kota Ayrith milik Freya, lalu merobeknya tanpa rasa bersalah.
"Letakkan itu!"
Dibakar oleh amarah, Freya seperti kehilangan kendali. Ia langsung menerjang pria itu tanpa pikir panjang.
Namun saat tubuhnya menabrak pria itu, Freya baru sadar... pria tersebut adalah Brandon.
“Kamu sangat menyukaiku sampai-sampai langsung memelukku?” katanya sinis
Brandon tetap duduk tenang. Kemudian, ia menatap Freya dari atas ke bawah dengan tatapan mengintimidasi. “Kalau kamu memang seberani ini, kenapa harus pura-pura setia dan polos kemarin, di kediaman Tuan Tua Moretti?”
Freya menggertakkan giginya dan mendorongnya. Lalu, ia memeluk sertifikat yang sedang disobek.
Namun suara kertas disobek masih terdengar di belakangnya. Orang-orang berpakaian hitam itu masih saja merusak barang-barangnya.
“Berhenti! Itu milikku! Kalian nggak punya hak buat menghancurkan barang-barangku tanpa izin!”
Mata Freya memerah, dan ia berusaha sekuat tenaga merebut kembali barang-barangnya.
“Berhenti.”
“Sudah,” Brandon menyilangkan kaki dan berkata dengan nada mengejek, “Tunjukkan sedikit rasa hormat pada Freya.”
Baru setelah perintah Brandon, para pria berpakaian hitam itu akhirnya berhenti.
Zoey segera menghampiri Freya dan ikut membantu merebut kembali barang-barangnya dari tangan mereka.
Namun, banyak barang yang sudah terbakar.
Sambil memungut sisa barang yang bisa diselamatkan, Freya mendongak dan melihat ke arah tungku.
Matanya langsung terpaku.
Ia melihat ujung sebuah album foto di antara nyala api.
Ia membeku.
Album itu berisi foto-foto dan kartu pos yang diberikan neneknya selama bertahun-tahun.
Tanpa berfikir, Freya menjulurkan tangan langsung untuk mengambil album yang masih terbakar itu.
Api membakar jarinya, tapi ia seperti tak merasakan sakit. Ia terus menepuk-nepuk api dengan lengan bajunya, mencoba memadamkan sisa api yang membakar album itu.
Zoey buru-buru mengambil album dari tangan Freya dan meletakkannya di lantai. Saat melihat tangan Freya yang memerah karena terbakar, ia merasa sangat marah akan ketidakadilan itu.
“Aku keterlaluan?” Brandon menyeringai. “Apa yang kulakukan hari ini masih lebih ringan dibanding apa yang Luca lakukan padaku kemarin.”
Setelah mengatakan itu, ia tampak teringat sesuatu, lalu mengangkat tangannya dan menunjuk ke memar di dahinya. “Kamu pasti masih ingat bagaimana aku mendapatkannya, kan?”
Freya berpikir sejenak: “Ada hubungannya denganku? Karena aku melemparkan sepatu hak tinggi padamu semalam?”
“Kalau dibandingkan dengan apa yang kalian berdua lakukan padaku tadi malam...” Brandon menatap Freya dengan tatapan dingin, “Aku rasa aku belum melakukan apapun yang berlebihan.
Saat berbicara, ia melirik kertas-kertas yang dipegang Freya: “Kalau aku tahu sebelumnya bahwa kamu begitu menghargai kertas-kertas bekas ini, aku pasti sudah membakar semuanya!”
Semalam, Benny sempat mengingatkannya untuk bersikap tenang.
Namun seumur hidupnya, belum pernah ia dilempar sepatu. Mana mungkin dia bisa menerima begitu saja?
“Kamu pantas mendapatkannya semalam!”
Freya menggertakkan giginya dan menatapnya. Wajah bulatnya tampak semakin membengkak karena amarah. “Memar itu cocok untukmu!”
Dia yang lebih dulu melecehkan gadis keluarga Granger. Dia juga yang sengaja memancing keributan. Kenapa sekarang malah menyalahkan Luca?
Dan melihat bagaimana ia memperlakukan Luca kemarin, sebagai istri Luca, apa salahnya jika Freya membela suaminya?
Ucapan Freya sekali lagi membuat Brandon marah.
Ia menyipitkan mata dengan berbahaya, lalu berjalan ke arahnya dan mencengkeram rahangnya dengan keras. Cengkeramannya begitu kuat, seolah ingin menghancurkan tulangnya. “Salahku tidak bisa melihat dengan benar. Ternyata kamu sangat cantik.”
“Orang-orang dari desa ternyata nggak selalu berkulit gelap dan kasar. Beberapa bahkan seputih dan selembut kamu...”
Matanya menelusuri Tubuh Freya. “Tubuhmu juga sangat bagus...”
Freya merasa panik di dalam hati. Ia segera melepaskan diri darinya dan menutupi dadanya. “Sebaiknya kau bersikap sopan!”
“Kamu benar-benar tidak mengenalku.” Brandon mendekat padanya. “Aku selalu suka tidur dengan istri orang.”
“Dan aku lebih suka lagi kalau wanita itu punya sifat liar.”
Baru saja ia selesai bicara, ia memberi isyarat pada anak buahnya yang berpakaian hitam untuk menangkap Freya.
“Semakin kamu melawan, semakin aku tertarik,” ujar Brandon dengan nada sinis sambil mencubit wajah Freya secara cabul. “Kamu merawat wajahmu dengan baik. Tidak terlihat seperti orang kampung.”
Suara dan ucapannya menjijikkan. Zoey yang melihat itu langsung berlari marah.
Namun sebelum sempat mendekat, ia sudah diseret oleh dua pria berpakaian hitam lainnya. Brandon punya banyak anak buah, dan semuanya bertubuh besar dan kuat.
Freya mengepalkan tinjunya. Ia tahu ia tak bisa melawan secara fisik. Ia harus berpikir.
“Tempat ini sepertinya tidak terlalu cocok.” ucap Brandon sambil menoleh ke arah lorong, lalu melihat ruang belajar yang kosong.
Para pria berpakaian hitam langsung mengerti dan menyeret Freya masuk ke ruangan itu.
“BRANDON MORETTI!”
Freya benar-benar panik saat diseret ke dalam ruang studi.
Bahkan kepada Luca, suaminya sendiri, ia belum menyerahkan keperawanannya. Ia tak bisa membiarkan pria menjijikkan ini menghancurkannya!!!
“Hmm,” Brandon mencubit wajahnya pelan. “Aku suka saat kamu marah. Teruskan saja.”
Freya menggigit bibirnya sampai pucat.
Brandon bersandar dan menikmati pemandangan itu, sementara Freya terus meronta. Ia bahkan mulai merobek pakaian Freya di depan dua pria berpakaian hitam itu.
“Tunggu!”
Freya menggertakkan gigi. Dalam hidupnya, ia sudah terbiasa menghadapi ujian berat dan selalu mendapatkan peringkat pertama. Otaknya langsung bekerja cepat. “Kamu bilang suka wanita yang liar, kan?”
Brandon menanggapinya dengan anggukan dan tatapan meremehkan.
Freya mengedipkan mata. “Kalau begitu, gimana kalau aku menuruti kemauanmu? Kamu nggak akan tertarik lagi, kan?”
Ucapannya membuat dua anak buah Brandon tertawa terbahak.
Brandon pun makin terhibur. “Wanita desa ini... Bodohnya bukan main.”