Fabian dipaksa untuk menggantikan anaknya yang lari di hari pernikahannya, menikahi seorang gadis muda belia yang bernama Febi.
Bagaimana kehidupan pernikahan mereka selanjutnya?
Bagaimana reaksi Edwin saat mengetahui pacarnya, menikah dengan ayah kandungnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Myatra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 14
"Sayang ud...." Belum selesai Fabian menyelesaikan perkataannya tapi layar ponselnya berubah jadi gelap, pertanda Febi telah mengakhiri panggilannya.
Fabian mencoba lagi menghubungi Febi, namun hingga panggilan kesekian kalinya, tetap tak di jawab oleh Febi.
"Febi kenapa ya? Apa aku salah ngomong?" Fabian berbicara pada dirinya sendiri.
"A, Ayo makan dulu! Semuanya udah ngumpul." Mayang, sepupunya, yang juga bekerja di toko miliknya, memanggil Fabian untuk kedua kalinya.
"Ah, mungkin Febi sedang sibuk, makanya nggak bisa jawab telepon, nanti malam biar aku coba telepon lagi."
Fabian menyimpan ponselnya, keluar kamar menuju ruang televisi, karena anak buahnya semua sudah menunggunya. Mereka memaksa ingin mengadakan makan-makan di rumah Fabian, meminta traktiran saat Fabian menjelaskan alasan ketidak hadirannya kemarin, karena menikah.
Anak buahnya menyiapkan acara liliwetan, Fabian memang dekat dengan seluruh karyawannya, sebagian besar memang masih ada hubungan kekerabatan dengan ibunya yang asli dari Garut.
Semua menggoda Fabian, karena tahu sudah lama sekali Fabian menduda, semuanya mengucapkan rasa bahagia atas pernikahan Fabian. Fabian hanya tersenyum menanggapi candaan karyawan-karyawannya, hatinya tak tenang, fikirannya terus tertuju pada Febi.
¤¤FH¤¤
Febi melempar ponsel ke sampingnya setelah menutup panggilan video dari Fabian. Febi jadi berfikir, jangan-jangan dia sudah di tipu oleh Fabian, sebenarnya di Garut, Fabian sudah memiliki istri.
Tak lama ponselnya kembali berdering, telepon dari Fabian, namun Febi tak ingin menjawab panggilan itu, Febi membiarkannya sampai dering ponselnya berhenti. Tak lama kembali berbunyi, sampai beberapa kali, tapi Febi tetap tak ingin menjawabnya.
Ponsel Febi kembali sepi, mungkin Fabian sudah bosan menghubunginya. Febi memukul-mukul bantal yang tadi malam digunakan Fabian, sebagai pelampiasan kekesalan Febi terhadap Fabian.
Febi mengambil ponsel yang tadi dia lempar, membuka ponsel, untuk melihat pesan yang katanya Fabian kirim sejak tadi pagi.
Pesan pertama emoticon cinta yang di kirim pada pukul 10.00. Pesan dikirim saat Fabian berhenti di lampu merah.
'Baru keluar tol, lagi antri. Sayang lagi apa?'
'Jangan marah dipanggil sayang, ya! Kayanya Aku mulai sayang sama kamu.' Di akhiri dengan emoticon cinta yang banyak, dikirim pukul sebelas kurang, tak lupa di sertai selfie Fabian.
Febi tersenyum melihat poto Fabian, tak sadar Febi mengusap wajah Fabian di layar ponselnya. Poto pertama Fabian yang dia punya.
Pesan-pesan selanjutnya mempertanyakan kenapa pesannya tak di balas, pesan terakhir memberitahukan jika dirinya sudah sampai selamat, dan langsung ke toko tidak ke rumah. poto kedua yang diterima Febi, Fabian selfi di dalam tokonya.
Setelahnya panggilan telepon dan video yang tak terjawab oleh Febi.
Febi bertanya pada dirinya sendiri, ada apa dengan hatinya, kenapa hatinya sakit melihat ada wanita yang mengajak Fabian makan.
Padahal dulu sewaktu berpacaran dengan Edwin, hatinya biasa saja saat tahu Edwin bermain hati dibelakangnya. Febi tahu, jika dibelakangnya Edwin sering memacari siswi-siswi lain di sekolahnya. Febi pura-pura percaya, jika Edwin setia.
Febi kesal dengan hatinya, kenapa secepat ini bisa merasa nyaman dengan Fabian. Febi terus memandangi poto suaminya.
Tak lama ponselnya kembali berdering, panggilan telepon dari Fabian. Febi membiarkan ponselnya, sampai bunyi ringtoon berhenti. Masuk pesan baru dari Fabian,
'Sayang lagi sibuk? Kenapa nggak di jawab? Kabari ya kalau sudah nyante! Nanti aku telepon lagi. Miss u'
Febi tak membuka pesan dari Fabian, hanya melihat dari tampilan layar depan.
Dari luar terdengar suara mobil berhenti, tanda papahnya sudah pulang. Febi menyimpan ponselnya dan keluar untuk menyiapkan makan malam.
"Mamah ko nggak panggil Febi?" Saat ke dapur, Febi sudah mendapati mamah Ria memasak.
"Nggak apa-apa, Feb. Cuma bertiga, mamah masak yang simpel saja. Kamu bantuin bawain piring ke meja saja."
"Baik, mah."
¤¤FH¤¤
Mamah Ria melirik ke arah Febi, seperti tak semangat makan, hanya mengaduk-ngaduk makanan, kemudian memasukan sedikit makan, dan melamun sambil mengunyah makanan.
"Aku sudah kenyang, permisi masuk kamar."
Febi meninggalkan makanannya, yang masih tersisa banyak.
Kedua orang tuanya menatap heran ke arah Febi, namun tak bertanya apa-apa.
Pintu kamar Febi di ketuk, Febi yang sedang memainkan ponselnya, bangkit untuk membukakan. Mamah Ria berdiri, dengan segelas susu ditangan.
"Boleh mamah masuk?"
"Boleh, mah."
"Ini susu hangat untuk kamu, tadi mamah lihat, kamu makannya sedikit."
"Makasi ya, mah." Febi menyimpan gelas di meja samping tempat tidur, setelah meminum setengahnya.
"Kenapa, nak?" Meski hanya ibu tiri, Mamah Ria selalu tahu saat anak-anak sambungnya sedang ada masalah.
"Mah, apa Om Fabian di sana sebenarnya sudah menikah?"
"Masih manggil Om?"
"Febi nyamannya manggil, Om, mah."
"Ya udah, nggak apa-apa. Asal nak Fabian nggak keberatan kamu panggil, Om. Tapi jika didepan orang lain jangan manggil Om ya, kasian nak Fabian,"
Febi hanya mengangguk mendengar saran dari mamahnya
"Kenapa berfikir, jika nak Fabian di sana sudah menikah?"
Febi lalu menceritakan kejadian tadi siang saat video call. Tentang wanita muda yang masuk kamar Fabian langsung membuka pintu, tanpa mengetuknya terlebih dahulu, lalu menyuruh Fabian makan, dan Fabian yang memanggilnya Yang,
Mamah Ria terkekeh kecil, begitu Febi selesai bercerita.
"Ada yang cemburu, kayanya udah cinta neh."
"Mamah mah gitu.." Febi mengeluarkan jurus manjanya.
"Sudah kamu tanya sama Fabian, siapa wanita itu?" Yang di wajab gelengan kepala oleh Febi.
"Kalau seandainya Fabian sudah menikah, tak mungkin orang tuanya tak tahu. Kalau orang tuanya tahu, tak mungkin mereka kemari ingin berkenalan dengan kita.
Kamu tanya baik-baik, jangan sampai prasangka membuat hubungan kalian menjadi rusak.
Yang mamah lihat, dia sayang sama kamu, dia menghormati kamu.
Bicarakan baik-baik ya! Habiskan susunya!"
Mamah Ria berlalu keluar kamar, setelah mengelus rambut panjang Febi dan mengecup keningnya.
Sepeninggalan Mamahnya, Febi kembali melihat-lihat ponselnya. Menon-aktip kan mode pesawat, dan mengaktip kan data selulernya. Begitu koneksi tersambung, ponselnya tak henti berdenting, pertanda notifikasi yang banyak, puluhan pesan dan panggilan baik telepon dan video memenuhi bilik notifikasi ponsel Febi, beberapa dari temannya, sekadar menanyakan kabar, terbanyak tentu pengirimnya Fabian.
Febi bimbang, apa harus sekarang membalas atau menelepon balik suaminya.
¤¤FH¤¤
Di kamarnya Fabian gelisah, dilihatnya ponsel yang sedari tadi menjadi teman setianya, tetap tak ada yang berubah, pesan-pesan yang dikirimnya sejak sore masih ceklis satu. Di telepon pun sama saja tak aktip.
Fabian mengingat-ngingat lagi saat video call dengan Febi sore tadi, apa ada ucapannya yang salah? yang Fabian lihat, Febi malah senang dengan gombalannya, pipinya bersemu saat dia goda.
Saat itu Febi meminta melihat sekeliling kamarnya, Febi justru terlihat suka dengan isi kamarnya, Fabian memperhatikan kamarnya, merasa tak ada yang salah. Fabian ingat Febi mematikan panggilannya saat Mayang masuk, waktu itu kamera memang mengarah ke arah pintu,
'Apa Febi marah karena itu? Febi cemburu pada Mayang?'
Bolehkah Fabian merasa senang jika benar Febi cemburu, artinya sudah tumbuh rasa dihati Febi untuk dirinya. Tapi bagaimana cara membujuk Febi, sedang dihubungi saja tidak bisa.
Ingin Fabian menyusul Febi ke rumahnya malam ini juga, tapi badannya terasa sangat letih sekali.
BERSAMBUNG
penasaran terus
gak enak banget dibaca
semoga bian dan Febi bahagia selalu
kan katanya sejak kecil Fabian kurang kasih sayang mama