Mengangkat derajat seseorang, dan menjadikanya suami, tidak menjamin Bunga akan di hargai.
Rangga, suami dari Bunga, merupakan anak dari sopir, yang bekerja di rumah orang tua angkatnya.
Dan kini, setelah hubungan rumah tangga mereka memasuki tujuh tahun, Rangga memutuskan untuk menceraikan Bunga, dengan alasan rindu akan tangisan seorang anak.
Tak hanya itu, tepat satu bulan, perceraian itu terjadi. Bunga mulai di teror dengan fitnat-fitnah kejam di balik alasan kenapa dia di ceraikan ...
Bagi kalian yang penasaran, yuk, ikuti kisah Bunga dan Rangga ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Emosi Berujung Cerai
"Aku pusing, hubungan Bunga dan ibuku tak pernah membaik. Mereka seperti musuh yang siap perang kapan saja," adu Rangga, ketika tak sengaja bertemu dengan Risa.
Siang ini, Rangga diharuskan bertemu seorang klien. Dan mereka memutuskan untuk bertemu di saung, hitung-hitung, sekalian untuk makan siang.
Namun siapa sangka, saung itu merupakan salah satu usaha dari Risa. Dan Rangga, baru tahu itu.
Alhasil, ketika kliennya pamit. Rangga memutuskan untuk sedikit berbagi cerita dengan Risa. Dengan harapan, beban di hati dan pikirannya sedikit berkurang.
"Sebagai menantu, seharusnya kak Bunga harus mengalah. Apalagi, ibu pasti merasa kehilangan, ketika bang Rangga udah nikah," balas Risa menyeruput es teh di depannya.
"Kamu benar, tapi Bunga terlalu keras kepala," cetus Rangga menghela napas berat.
"Bang, barang kali aku bisa bantu," ujar Risa menggenggam tangan Rangga. Dia menatap penuh prihatin pada lelaki di depannya. "Aku bisa mendekati ibumu, supaya dia bisa mengeluarkan segala uneg-uneg, di hatinya,"
"Ibu merindukan seorang cucu, dan Bunga tidak bisa memberikannya," lanjut Rangga lagi.
Mendengar itu, Risa yang sejak dulu memendam kekaguman pada Rangga seperti mendapatkan sebuah ide gila.
Lagipula, dia bukan seorang gadis baik-baik, yang masih memengang kesucian hanya untuk lelaki bertitel suami.
Seperti katanya, Risa mulai mendekati keluarga Rangga. Dimulai dari nyai ratu, sang ketua di rumah.
Risa membawakan satu set gamis sebagai tanda mata, saat pertama kali berkunjung. Dia langsung memperkenalkan diri sebagai teman dekatnya Rangga.
Tentu saja, Citra menerima kedatangan Risa dengan senang hati. Baginya, Risa jauh lebih beradab di bandingkan menantunya yang kaya raya itu.
"Kalo begitu, kenapa ayah tidak berkerja di saung ku aja, ayah bisa bekerja di bagian kebersihan, hanya sapu-sapu lantai aja," tawar Risa.
"Memang bisa?" tanya Citra, langsung berbinar.
Pundi-pundi rupiah, langsung berjatuhan di matanya.
"Bisa, dari pada di rumah aja kan?" kata Risa lagi.
"Kamu memang beda dari mantu ku. Kamu mencari jalan keluar, sedangkan dia malah memutuskan rezeki orang, sepihak," cetus Citra.
Mulai saat itu, Surya menjadi petugas kebersihan di saung Risa. Tak hanya menyapu, dia juga melap semua meja-meja, ketika pelayan lainnya memindahkan piring sisa pelanggan.
Dua tahun setelahnya hubungan Risa dan Citra juga semakin erat.
Bukan hanya dengan Citra. Risa juga melakukan pendekatan dengan adik-adik dan kakaknya Rangga, alhasil mereka semua lebih nyaman saat bersama dengan Risa.
Dan karena itulah, semua keluarga malah lebih mendukung jika Rangga dan Risa menikah. Karena selain masih terbilang sangat muda, Risa juga punya bisnis yang cukup menjanjikan.
Dan yang terpenting, dia anak kandung. Bukan anak pungut seperti Bunga.
****************
"Aku mau ke rumah ibu, mau ikut?" ajak Rangga, ketika weekend.
"Sepertinya enggak, karena hari ini aku dan mama mau belanja bulanan," balas Bunga, seraya mengeringkan rambutnya dengan hairdryer.
"Baiklah, aku pergi sendiri. Kamu hati-hati, kabari aku ya," ujar Rangga, mengacak-acak rambut Bunga.
Karena Bunga menolak untuk pergi ke rumah Citra. Rangga merasa kegirangan, setidaknya dia bisa bebas bersama Risa.
"Eh, bukannya Qori ulang tahun ya?" tanya Bunga, begitu teringat pesan semalam yang dikirimkan iparnya.
"Iya, makanya aku mengajak mu kesana,"
"Baiklah, aku ikut," ralat Bunga.
"Apa?" Rangga terkejut, dengan keputusan Bunga yang cepat berubah.
"Tapi hanya sebentar, gak enak juga kan, aku melewatinya begitu saja. Mungkin, aku hanya menyerahkan kado untuknya,"
Di perjalanan, Bunga membeli sebuah sepeda dan juga boneka beruang yang besar untuk Qori. Tak hanya untuk Qori, Bunga juga menyiapkan beberapa hadiah untuk keponakan-keponakannya yang lain.
Total, Rangga sudah mempunyai tujuh orang keponakan.
Tiba disana, mata Bunga langsung memicing, disana diantara seluruh keluarga Rangga, terlihat sosok wanita yang tidak terlalu asing baginya.
Risa, Bunga memang belum lupa akan wajah perempuan itu.
"Rangga, kemari ... Risa udah menunggu mu, dari tadi," ujar Citra, begitu melihat anak menantunya.
"Kenapa dia ada disini?" tanya Risa menarik tangan Rangga.
"Eee, anu ,,, kebetulan Risa udah kenal lama dengan seluruh keluarga. Mungkin, dia sengaja diundang, untuk meramaikan acara," ujar Rangga berbohong.
Bunga langsung mengandeng tangan Rangga, dan mendekati keluarga suaminya itu.
"Tante bawa hadiah, untuk kalian semua," ujar Bunga, pada keponakan-keponakannya, ketika sebuah mobil pik-up berhenti di jalan depan rumah Rangga.
Ketika anak-anak berhamburan ke arah mobil, Bunga menatap tajam ke arah Risa.
Jika dulu Risa merasa canggung, tidak dengan sekarang. Dia malah menantang Bunga dengan menatap tajam kearahnya.
"Bunga, lihat lah, Risa. Tak hanya membawakan hadiah untuk anak-anak, dia juga memberi hadiah pada mbak mu. Karena sebagai ibu, dia telah berjuang untuk membesarkan Qori, jadi dia lah, yang patut di beri hadiah," ujar Citra melihat sinis kearah Bunga.
"Jadi, jika mbak buat acara ulang tahun, berarti ibu lah, yang mendapatkan hadiah? Terus, jika ibu yang ulang tahun, berarti, aku harus membawanya ke kuburan?" tanya Bunga.
"Lancang sekali kamu," berang Citra dengan muka memerah.
"Kenapa kamu mempermalukan ibu sih," bisik Rangga geram dengan mulut istrinya yang dinilai tidak berpendidikan. "Lihat noh, banyak tetangga disini,"
"Terus, kenapa tidak melarang ibumu untuk tidak mempermalukan aku?" tanya Bunga, memangku kedua tangannya.
"Udah lah, kak Bunga, jangan bersikap kekanak-kanakan begitu," larang Risa memasang badan untuk melindungi Citra.
"Apa? Aku kekanak-kanakan? Terus kamu apa? Datang tanpa malu ke keluarga suamiku?"
"Bunga, cukup ya ... Kita pulang," Rangga menarik paksa tangan Bunga.
Bisik-bisik dari tetangga mulai terdengar, apalagi kala melihat Risa yang memasang wajah sendu. Bahkan, dia berhasil mengeluarkan air mata buayanya, guna menarik simpati orang-orang.
Melihat itu, keluarga Rangga mulai memprovokasi Bunga. Dia dianggap pembawa masalah bagi Rangga. Padahal, dulu walaupun jadi sopir, kehidupan mereka tidak lah, sengsara begitu.
"Begitu lah, menantu ku. Karena tidak bisa melahirkan seorang anak, emosinya kerap kali meledak-ledak. Bahkan tak jarang, Rangga membawanya ke psikiater," adu Citra pada teman-teman senamnya.
"Jadi, Bunga itu gila?" cetus teman Citra dengan dandanan mentereng.
"Bisa dikatakan begitu, cuma anakku terlalu baik dan sabar menghadapinya," lanjut Citra, pura-pura menghapus air matanya.
Di perjalanan, Bunga memilih untuk mendiamkan Rangga. Karena selain tidak ingin terjadi sesuatu, dia juga enggan berbicara pada suaminya itu.
Begitu sampai rumah, Rangga langsung memasuki kamarnya. Dan Bunga, menghempas tubuhnya ke sofa, guna meminimalisir emosinya.
"Mau kemana?" tanya Bunga, kala melihat Rangga menarik dua koper, dan juga tas di punggungnya.
"Mulai hari ini, kamu bukan lagi, istriku Bunga Adelia. Aku talak kamu, dengan talak tiga," ujar Rangga dengan kesadaran penuh.
"Mas," Bunga terlihat shock, bahkan dia sampai berdiri dari tempat duduknya.
pasti papa andrian udh menilai dari sikap dan tutur bahasanya si rangga kurang
semoga bahagia buat Arlan sama bunga,,,
semoga Cpet² dikasih momongan ya, biar PD mingkem tuh para org² julidnya,,, 🙏🙏🙏🤭
𝑺𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝒎𝒂𝒘𝒂𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒌𝒂𝒓 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒊𝒏𝒅𝒂𝒉 𝒅𝒂𝒏 𝒉𝒂𝒓𝒖𝒎, 𝒔𝒆𝒎𝒐𝒈𝒂 𝒔𝒆𝒕𝒊𝒂𝒑 𝒌𝒂𝒓𝒚𝒂𝒎𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒂𝒅𝒊 𝒋𝒆𝒋𝒂𝒌 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒌𝒆𝒏𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒏𝒈𝒈𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏𝒕𝒂𝒓𝒌𝒂𝒏𝒎𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒖𝒋𝒖 𝒑𝒖𝒏𝒄𝒂𝒌 𝒌𝒆𝒔𝒖𝒌𝒔𝒆𝒔𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒋𝒂𝒕𝒊.✿⚈‿‿⚈✿