NovelToon NovelToon
Umbral

Umbral

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor
Popularitas:636
Nilai: 5
Nama Author: Rudi Setyawan

Davin menemukan catatan rahasia ayahnya, Dr. Adrian Hermawan, di attic yang merupakan "museum pribadi' Adrian. Dia bukan tak sengaja menemukan buku itu. Namun dia "dituntun" untuk menguak rahasia Umbral.
Pada halaman terakhir, di bagian bawah, ada semacam catatan kaki Adrian. Peringatan keras.
“Aku telah menemukan faktanya. Umbral memang eksis. Tapi dia tetap harus terkurung di dimensinya. Tak boleh diusik oleh siapa pun. Atau kiamat datang lebih awal di muka bumi ini.”
Davin merinding.
Dia tidak tahu bagaimana cara membuka portal Umbral. Ketika entitas nonmanusia itu keluar dari portalnya, bencana pun tak terhindarkan. Umbral menciptakan halusinasi (distorsi persepsi akut) terhadap para korbannya.
Mampukah Adrian dan Davin mengembalikan Umbral ke dimensinya—atau bahkan menghancurkan entitas tersebut?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rudi Setyawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14 — “Dia” Datang Lagi

DAVIN dan Rayan setengah melompat dari samping tribun. Dengan tergesa Davin langsung menyambar tabletnya—sementara Rayan mengganti baterai drone dengan kilat. Tanpa menunggu aba-aba, Sasha dan Tari juga bergerak cepat. Sasha menghidupkan tablet. Tari meraih EMF detector. Bahkan tanpa diminta Elisa juga mengambil IR termometer.

Naya mematikan senter LED, sehingga penerangan dekat tribun hanya bersumber dari cahaya lampu portabel.

Mereka saling bertukar pandang. Suasana kolam renang tiba-tiba senyap total. Suara binatang malam seakan lenyap dari permukaan bumi. Tak ada suara angin. Tak ada bunyi apa pun.

“Dia datang lagi, Dev,” bisik Tari lirih.

Sekilas Davin menoleh padanya. Belum pernah dia merasa begini tegang. Jemarinya terasa dingin.

Dia… Umbral?

Davin berusaha melawan rasa takutnya. “Dia bilang sesuatu padamu?”

Tari memejamkan mata sejenak. “Aku nggak paham. Suaranya aneh—nggak kayak tadi. Tapi telingaku terus berdengung… kayak desiran angin kencang.”

Davin mengenakan headset sambil terus mengamati resonansi anomali yang ditangkap oleh SRD.

Davin mengangkat alis ketika melihat gelombang biru bergerak cepat di layar tablet—naik turun dalam pola acak. Tiba-tiba, di sisi kanan grafik, muncul puncak-puncak tajam berwarna ungu. Grafik itu seperti detak jantung makhluk tak terlihat. Di sudut bawah layar, angka frekuensi melonjak ke 19.4 kHz—di luar jangkauan pendengaran manusia biasa. Davin merapatkan headset-nya—mendengar bisikan yang terdengar dari antara gelombang.

Davin melirik Tari lagi. “Suaranya… masih ada?” tanyanya nyaris dalam bisikan.

Tari mengangguk pelan. “Ya, masih jelas.”

Mau tidak mau Davin merasa tersentak ketika mendengar jawaban Tari. Gila, apa dia bisa dengar suara ultrasonik?

Mereka cepat menoleh ketika mendengar suara riak air di kolam utama.

Davin bergerak hati-hati ke bibir kolam—ingin melihat apa yang terjadi di genangan air.

Drone sudah mengudara di atas kolam utama. Rayan menyerahkan RC pada Naya.

“Pegangin ini, Nay,” ujarnya tandas.

“Ray, aku nggak bisa,” keluh Naya dengan suara setengah menangis. “Tanganku gemetar.”

“Tangan siapa yang nggak?” gerutu Rayan dengan nada tak sabaran. "Kendalikan drone-nya dengan baik. Jangan nabrak apa-apa, oke? Kita autokere kalau drone rusak.”

Naya mengangguk lemah. “Oh, oke.”

Rayan bergerak cepat ke sisi lain kolam utama. Dia mulai merekam dirinya dengan kamera ponsel. Dia tegang—dan mustahil tidak keder. Tapi dia tak ingin kehilangan momen yang mencekam itu.

“Dev…?” bisik Sasha tegang.

Suhu di sekitar kolam mendadak drop drastis.

“Ya, aku juga merasakannya,” sahut Davin dengan nada masih cukup terkontrol. Dia menoleh pada Elisa. “Lis, tembak semua sudut.”

Elisa menembakkan laser merah ke semua penjuru—dari rongga jendela gedung tua, ruang pompa air, rimbun semak di sisi selatan, sampai ke ruang loker.

Dia nyaris tercengang. “Suhunya…dua puluh derajat. Semua sudut….”

Naya menatap Davin. Tangannya makin gemetar memegang RC. “Dev, apa yang terjadi?”

“Aku nggak tau, Nay.”

Air keruh di kolam utama mulai beriak perlahan. Padahal tidak ada angin. Riakan itu semakin melebar—membentuk lingkaran-lingkaran kecil yang merambat ke tepi. Cahaya LED drone membuat riak-riak ganjil itu terlihat cukup jelas.

“Ya Tuhan, suhunya turun lagi…,” bisik Elisa nyaris tak terdengar. “Sembilan belas derajat….”

Tari menggenggam EMF detector dengan erat. Matanya berpindah-pindah antara grafik medan elektromagnetik dan permukaan air. Grafik bergerak tak beraturan. Sesekali melonjak cepat.

Riak-riak di air keruh berangsur tenang. Tapi suhu masih drop. SRD dan EMF detector juga tetap melonjak.

“Frekuensi ini… cuma bisa kebaca kalau ada satu hal,” gumam Davin.

Naya meliriknya sambil tetap mengawasi layar kontrol. “Apa?”

“Umbral.”

Elisa makin merapat ke samping Sasha. “Umbral apaan lagi? Tolong jangan bilang itu semacam…”

“Makhluk,” potong Davin lirih. “Dan bukan hewan.”

“Makhluk apa?” bisik Sasha dengan nada agak bergetar.

“Aku nggak tau. Aku cuma tau namanya.”

“Kita harus pergi sekarang, Dev,” bisik Tari pelan tapi tegas. “Sebelum terlambat.”

Air di kolam kembali beriak—lebih besar, seperti ada sesuatu yang bergerak di bawah permukaan. Lalu terdengar bunyi lirih seperti napas berat dari bawah air.

Mereka semua tertegun. Tak ada yang bisa bergerak—seolah mereka menunggu sesuatu muncul dari kolam utama….

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!