"Cinta ini tak pernah punya nama... tapi juga tak pernah benar-benar pergi."
Sora tahu sejak awal, hubungannya dengan Tama tak akan berakhir bahagia. Sebagai atasannya, Tama tak pernah menjanjikan apa-apa—kecuali hari-hari penuh gairah.
Dan segalanya semakin kacau saat Tama tiba-tiba menggandeng wanita lain—Giselle, anak baru yang bahkan belum sebulan bergabung di tim mereka. Hancur dan merasa dikhianati, Sora memutuskan menjauh... tanpa tahu bahwa semuanya hanyalah sandiwara.
Tama punya misi. Dan hanya dengan mendekati Giselle, dia bisa menemukan kunci untuk menyelamatkan perusahaan dari ancaman dalam bayang-bayang.
Namun di tengah kebohongan dan intrik kantor, cinta yang selama ini ditekan mulai menuntut untuk diakui. Bisakah kebenaran menyatukan mereka kembali? Atau justru menghancurkan keduanya untuk selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mima, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Sora dan Kayla.
Malam kedua Sora menginap di rumah Kayla. Meskipun Tama sudah mengembalikan kuncinya tadi siang, perempuan itu belum berniat kembali ke apartemen. Selain karena dia tidak yakin Tama sudah pindah, dia juga sudah terlanjur membawa barang yang cukup banyak. Lagian, dia masih nyaman ngobrol ini itu dengan mamanya Kayla yang lumayan gaul.
“Kalau bukan karena kamu, Ra, si Kayla tuh nggak bakalan punya teman sampai sekarang. Introvert banget. Untung aja kamu mau temenan sama dia.” Terdengar tante Helen yang berbicara sambil menikmati makan malamnya.
“Saya juga nggak punya banyak teman, Tante. Cuma Kayla doang.”
“Yang ngerti kebegoan lo karna cinta? Iya, emang cuma gue.” Kayla menyahut. Sora refleks menoleh dan melotot kepadanya.
“Eh, Sora udah ada pacar yah?”
Gadis itu cepat-cepat menggeleng. “Nggak da, Tan. Ish, si Kayla benar-benar deh!” Perempuan itu tak segan-segan mencubit siku Kayla yang duduk di sebelahnya. Yang dicubit terkekeh tidak perduli.
“Pacar belum, tapi yang ditaksir selama bertahun-tahun, ada. Iya ‘kan Raaaaa?”
“Sekalian dong, Ra. Carikan buat si Kayla tuh. Udah tua. Udah cocok buat kawin.” Papanya Dita –om Heru— malah ikut nimbrung. Kini berganti Sora yang tertawa puas lantaran dikatai tua sama papanya sendiri.
“Rasain!” Dia mencibir.
“Ih, dua puluh enam masih muda tau, Pa. Tua itu tiga lima ke atas. Masih ada masa tenggang sepuluh tahun lagi,” jawab Kayla asal sambil menyeruput air putihnya. Jujur, melihat Sora yang harus merasakan sakit hati karena terlalu dalam mencinta, membuat Kayla lebih memilih jadi jomblo seumur hidup. Sepertinya jatuh cinta membuat dunia seseorang menjadi berantakan.
“Sssshh! Nggak boleh ngomong gitu, Kay. Nanti bener-bener kejadian jodoh kamu nggak ketemu-ketemu, gimana? Mama papa kapan dong dapat cucunya?” Tante Helen mulai membahas cucu. Maklum, dia dan suami sudah usia lima puluh. Apalagi Kayla adalah anak tunggal. Rasanya sudah tidak sabar untuk memiliki anggota keluarga baru. Entah mantu, entah cucu.
“Aduh, aku masih muda, Ma. Jangan langsung ditodong cucu lah. Aku masih mau kerja, ngumpulin uang sampai kaya. Biar bisa beli rumah sendiri.”
“Memangnya kamu mau ke mana? Mau ninggalin mama papa di rumah ini?”
Jadilah Sora hanya menonton tanya jawab ibu dan anak tersebut. Bola matanya bergerak ke samping dan ke depan menatap Kayla dan tante Helen secara bergantian.
“Pokoknya, Kay. Kalau udah ada yang klop, jangan banyak mikir. Papa dan mama udah tua. Udah saatnya gendong cucu. Titik.”
Makan malam itu akhirnya selesai dengan Kayla yang berujung bete. Sora pun merasa tidak enak mengingat dia juga ikut ambil bagian dalam mengompori kedua orang tua sang sahabat karib.
“Jangan dimasukin ke hati, Kay. Namanya orang tua.” Dia berusaha menghibur Dira setelah berada di dalam kamar.
“Gue masih dua enam, masak langsung ditodong cucu sih, Ra? Nggak masuk akal. Dikira cari cowok gampang apa?” Yang sedang cemberut menjatuhkan tubuhnya di atas kasur dengan frustasi.
“Hm-m. Mana cowok-cowok di circle kita pada sengklek semua, nggak ada yang bener," balas Sora setuju. Wajah Axel dan Jo langsung melintas di dalam benak.
“Setuju. Apa gue harus ikut kencan buta?”
“Hehhh. Udah kayak emak gue aja. Hobi bener atur kencan buta buat gue. Kita itu sebelas dua belas, Kay. Emak gue juga udah pengen banget nimang cucu. Secara gue adalah anak bungsu. Abang dan kakak gue udah pada nikah dan udah pada punya anak. Tinggal gue nih.”
“Lo masih enak, ada si Ta—eh.” Kayla cepat-cepat menutup mulutnya. Lupa kalau hubungan Tama dan Sora sedang tidak baik-baik saja.
“Tama maksud lo? Punya orang, Kay. Bukan punya gue.” Sira kemudian ikut berbaring di sebelah Kayla. Kini keduanya sama-sama menatap plafon kamar yang berwarna putih gading.
“Tapi ya, Ra… gue feeling banget lo sama Tama itu jodoh. Yang terjadi sekarang ini cuma ujian buat kalian berdua.”
“Dih, jodoh dari mana? Lagian… gue nggak berharap dia jadi jodoh gue.” Sora terdiam sejenak. Suaranya sudah mengecil seperti setiap kali dirinya mulai diserang perasaan sentimen. Dia pernah berharap dia dan Tama memang ditakdirkan untuk berjodoh. Namun dia justru ditampar kenyataan yang membawanya pada sebuah kesakitan tak berkesudahan.
“Loh kok jadi gitu?”
“Laki-laki yang udah tidur sama lo berulang kali, yang lo pikir adalah belahan jiwa lo, tiba-tiba bilang kalau dia sama sekali nggak punya rasa sama lo. Malahan, doi bisa jatuh cinta sama perempuan lain yang baru masuk ke dalam kehidupan dia. Apa lo masih berharap kalian bakalan jodoh?"
Kayla bergeming. Kalau dia ada di posisi Sora, sudah pasti akan membenci laki-laki itu sampai mati. Namun sampai sekarang Sora masih bisa berhadapan dengan Tama. Masih kuat setiap hari bertemu dan berkomunikasi dengan laki-laki itu sekalipun hanya sebatas kerjaan. Kalau Kayla sih, sudah memilih untuk resign dan pergi jauh. Harus Kayla akui kalau temannya ini adalah seorang strong woman.
“Gue bertahan ada di sekitar dia bukan karena gue masih berharap bisa kembali seperti dulu. Gue hanya ingin menunjukkan kalau dia nggak se berpengaruh itu dalam hidup gue. Sekalipun dia punya kekasih, gue akan tunjukkan kalau gue tetap bisa berdiri tanpa dia.”
Kayla berputar untuk memeluk Sora yang sudah terisak. Kenyataannya Sora tidak sekuat itu. Siapapun tau.
“Dan sekarang dia yang minta pengen balik kayak dulu.” Kayla mengingat kata-kata Tama yang dia dengar dari Sora tadi pagi. “Enak banget ya dia? Udah ninggalin lo demi Giselle, trus sekarang maunya balik kayak dulu lagi," geramnya.
Sora menarik napas. Hahh. Dia terlalu lelah menangis terus. Diusapnya air mata sampai benar-benar kering dan berbalik menghadap Kayla.
“Mulai sekarang, kita hepi-hepi yuk, Kay? Gue malas sedih-sedih terus. Kita ngapain gitu? Cari kesibukan selain ngantor supaya nambah teman. Bosan gue liat muka Axel, Jo, Julian terus. Mau nggak?” Tiba-tiba saja dia kepikiran untuk meng-upgrade diri dan juga pertemanannya. Bosan juga punya pertemanan sebatas teman kantor.
"Lo mau ngapain? Gue sih sering ditawarin kelas nge-dance. Atau itu tuh, main basket atau bulu tangkis sama anak-anak dari divisi lain."
"Nge-dance? Duh, badan gue kaku kayak kanebo kering gini. Ha-ha-ha." Sora tertawa lebar mengingat dia yang tidak bisa menari. "Tapi badminton kayaknya boleh tuh. Dulu pas kuliah gue suka main sama anak-anak sekre. Mereka badminton tiap hari apa? Yang korlapnya si Fabian bukan?"
"Nah! Badminton aja. Gue tanya Fabian dulu apa? Friska juga kayaknya ikut deh." Kayla bergerak mengambil handphone-nya dari atas meja rias. Sambil berjalan kembali ke kasur, dia sudah menekan nomor Fabian.
"Heh, lo... kok punya nomor Fabian?" Sora langsung tersadar ada yang janggal. Dia tidak tau kalau Kayla dekat dengan Fabian, sampai-sampai punya nomor laki-laki itu.
"Kemarin tukeran nomor pas gathering. Tapi lo jangan mikir yang enggak-enggak. Dia cuma mau nanya-nanya sesuatu ke gue," jawab Kayla menjelaskan, sebelum Sora negative thinking. Dia sudah kembali duduk di tengah kasur.
"Nanya sesuatu? Nanya apa?" Sora masih curiga.
"Nanyain lo. Setelah Tama pacaran sama Giselle, dia pengen tau, lo udah move on belom? Dia mau deketin soalnya."
"Hah?!" Sora terbelalak. "Gila aja!" pekiknya tidak percaya. Dia dan Fabian tidak terlalu sering berinteraksi. Sedikit tidak masuk akal kalau dia punya interest kepada Sora.
"Iya. Lo nggak percaya? Nih." Kayla menunjukkan history pesan antara dia dan Fabian. Mempersilakan Sora membacanya pelan-pelan.
"Ya ampun, perlu banget lo bilang kalau gue cinta mati sama Tama?!"
Kayla terkekeh. "Kan fakta. Dari pada nanti dia pedekate tapi lo cuekin."
"Yah. Trus kita bakal main bareng dia? Nggak usah dehh, takut dia ngarep." Sora mengembalikan ponsel Kayla seraya berpikir ulang tentang rencana join tim badminton.
"Yaah, barusan gue udah tanya, Ra. Si Bian juga udah baca. Jadi aja ya? Sekali aja. Kalau lo nggak sreg, yaudah next nggak usah ikut."
Setelah berpikir dua kali, akhirnya Sora setuju. Bukankah dia yang ingin menambah teman baru? Semoga saja Fabian tidak serius.
Ah!! Bagaimana kalau dia menjodohkan laki-laki itu dengan Kayla saja?
Sepertinya ide yang bagus.
***