"Apa-apaan nih!" Sandra berkacak pinggang. Melihat selembar cek dilempar ke arahnya, seketika Sandra yang masih berbalut selimut, bangkit dan menghampiri Pria dihadapannya dan, PLAK! "Kamu!" "Bangsat! Lo pikir setelah Perkutut Lo Muntah di dalem, terus Lo bisa bayar Gue, gitu?" "Ya terus, Lo mau Gue nikahin? Ngarep!" "Cuih! Ngaca Brother! Lo itu gak ada apa-apanya!" "Yakin?" "Yakinlah!" "Terus semalam yang minta lagi siapa?" "Enak aja! Yang ada Lo tuh yang ketagihan Apem Gue!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Sandra menatap perlahan sisi brangkar yang selama seminggu terakhir menjadi tempatnya berjuang. Wajahnya yang kini kembali segar dan sehat menyimpan kesedihan yang dalam. Hatinya masih bergetar setiap kali mengingat kehilangan buah hati yang pernah tumbuh di dalam rahimnya. Air mata yang dulu tak tertahan kini telah berubah menjadi rasa hampa yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.Revano melangkah masuk dengan langkah tenang, membawa setumpuk berkas dan obat-obatan yang telah diurusnya. Matanya penuh perhatian saat melihat istri tercinta duduk diam menatap kosong. “Sayang, Mas sudah menyelesaikan administrasi, dan obatmu pun sudah ada sama Mas, ayo kita pulang,” ucapnya lembut, mencoba menghapus kesedihan yang membayang di wajah Sandra.Sandra mengangguk pelan, menerima tangan suaminya yang hangat menggenggam tangannya dengan penuh kasih. Meski luka di hatinya belum sembuh, kehadiran Revano memberinya kekuatan untuk melangkah maju.
"Opa sudah menunggu di rumah. Bahkan sudah sibuk meminta orang kitchen untuk menyiaokan makanan untuk Kamu."
Revano menggenggam jemari Sandra dengan erat, wajahnya menunjukkan campuran kecemasan dan tekad saat mengantarnya menuju mobil yang sudah menunggu.
Di sisi lain, Sandra duduk dengan tubuh lemah, tatapannya kosong menatap ke luar jendela, seolah terjebak dalam pusaran kenangan kelam yang belum juga pergi dari benaknya.
Bayangan Yasmin yang kejam menendang perutnya berulang kali masih membekas jelas, membuat darah segar mengalir dan membuatnya pingsan.Rasa sakit bukan hanya fisik, tapi juga beban berat menghantui pikirannya—ketakutan bahwa Andri, saudara tirinya yang juga terlibat ikut terseret dalam pusaran penculikan itu.
Sandra memejamkan matanya, mencoba menahan derai air mata yang ingin jatuh. Rasa bersalah dan ketakutan bercampur menjadi satu, membuat hatinya nyaris hancur.
Revano, yang menyadari kegelisahan Sandra, menggenggam tangannya lebih kuat, berusaha menjadi penopang di saat paling genting itu.
"Sayang, Kita sudah sampai."
Revano dengan sigap membuka pintu mobil, menatap wajah istrinya, Sandra, yang tampak lelah namun tegar setelah menjalani perawatan di rumah sakit. Senyum kecil terukir di bibirnya saat melihat Sandra turun, meski matanya masih menyimpan luka yang dalam. Di sisi lain, Opa Narendra berdiri di depan rumah dengan tangan terbuka, menunggu kehadiran cucu menantunya dengan penuh kasih. Begitu Sandra melangkah masuk, Opa tanpa ragu memeluknya erat, seolah ingin menghapus semua duka yang baru saja dialami."Opa senang Kamu sudah pulang. Ayo, kita makan dulu, pasti Kamu rindu kan dengan masakan rumah?" suara Opa penuh kehangatan dan harapan.Namun, Sandra mengangkat wajahnya, matanya berkaca-kaca tapi penuh tekad. "Opa, Aku mau melihat makam Putraku," ucapnya dengan suara pelan namun tegas, membuat suasana menjadi hening. Opa Narendra mengulum bibirnya, merasakan kepedihan itu merayap di dalam dada. Di sisi lain, Revano memejamkan mata sejenak, menahan gelombang sedih yang sudah lama ia duga akan muncul. Dia tahu, luka yang dirasakan Sandra belum akan sembuh dalam waktu dekat.
"Sayang, Kamu istirahat dulu,"
"Maaf Opa, Aku ingin melihatnya,"
Opa Narendra memberikan anggukan, "Ayo, Opa temani,"
Sandra berjalan tertatih di antara Revano dan Opa Narendra menuju taman di belakang mansion yang teduh dan penuh ketenangan. Di sana, tanah baru dengan lapisan kelopak bunga segar berwarna merah muda dan putih menyelimuti gundukan makam yang bertuliskan “Reno Narendra” dengan huruf yang rapi namun penuh kesedihan. Mata Sandra memandang nisan itu, lalu lututnya tiba-tiba melemas seolah beban dunia menimpa dirinya. Ia terjatuh duduk dan akhirnya bersimpuh, kedua tangan gemetar merangkul makam calon anaknya.Tubuh Sandra berguncang hebat, suara isak tangisnya pecah di udara sunyi. “Reno, maafkan Mama sayang,” ucapnya lirih, penuh penyesalan dan haru yang dalam. Air matanya tak tertahankan, mengalir deras membasahi kelopak bunga yang tertiup angin pelan. Di hadapan pusara itu, Sandra hanyut dalam duka yang tak terperi, seakan semua harapan dan impian bersama Reno turut terkubur dalam tanah segar tersebut. Opa Narendra berdiri di sampingnya, wajahnya penuh keheningan dan kesedihan yang tak kalah dalam. Revano hanya bisa memandang, tak mampu berkata-kata, merasakan betapa berat beban hati Sandra di momen yang pilu itu.
Hati siapa yang tak pilu, melihat pemandangan semengharukan ini. Opa Narendra menyusut sudut matanya. Tak kuasa menahan airmata yang kembali menetes.
Revano mendekati Sandra, "Sayang, Reno sudah beristirahat dengan tenang. Kita doakan semoga Reno mendapat tempat terbaik disisi Tuhan." Kata-kata yang Revano ucapkan tentu saja kontra dengan sesak di dada yang Ia rasakan.
"Aku mau disini dulu Mas, dimakam Reno,"
"Mas temani,"
*
"Jadi, Ibu orang tua Andri?" Papa Yasmin, membentak Aisyah, tak teruma Putrinya yang kini maish terbaring menahan sakit pasca operasi pengangkatan rahim dan kuretase.
"Anak Saya juga masih dalam keadaan koma Tuan, tolong jangan tuntut anak Saya,"
"Tidak bisa! Saya akan tetap menuntut bajing@n ini! Enak saja! Sudah menghamili anak Saya, terus sekarang Dia koma!" Kemarahan Papa Yasmin begitu menggelegar, meski Yasmin sering kaki membuat onar namun Yasmin tetap Putrinya. Ayang mana yang akan rela anaknya hamil diluar nikah dan kini malah keguguran bahkan sampai diangkat rahimnya.
"Tuan, Tolong. Jangan lapirkan Andri. Andri baru saja bebas. Kalau dia masuk penjara lagi, bagaimana Andri akan bertanggung jawab untuk Yasmin." Aisyah memohon. Berharap agar Andri jangan sampai kembali ke jeruji besi. Sekarang dalam keadaan Koma. Masa setelah siuman balik ke sel.
"Saya tidak sudi! Enak saja! Tidak akan Saya biarkan Yasmin menikah dengan B@ngs@t model anakmu!"
Amarah Aisyah tersulut," Tuan jangan seenaknya mencari maki Saya, Tuan tidak tahu siapa Saya? Saya ini Istri dari Armando, pemilik A Corp!" Dengan jumawa Ausyah memainkan pion terakhir yang Ia kira masih bisa Ia gunakan.
"Oh jadi ini, Nyonya Armando yang berita dan videonya sudah tersebar kemana-mana? Cih! Saya tidak akan sudi memungut Kamu dan Anakmu menjadi keluarga! Punya ponsel? Lihat! Bahkan A Corp sudah merilis bahwa Kamu dan Anakmu sudah bukan bagian dari Mereka! Dan perlu Saya ingatkan Nyonya, Tuan Armando diwakili oleh Putrinya akan menggugat cerai Anda! Jadi, Anda masih mau bohong soal siapa Anda!"
Papa Yasmin pergi meninggalakn Aisyah. Dengan geram Aisyah mengepal jemarinya. Tak terima dihina sebegitunya.
Aisyah melirik Andri, "Anak Si@!@n! Cuma bikin susah saja!" Aisyah meninggalkan ruang ICU tempat dimana Andri masih belum sadarkan diri.
*
Yasmin, mengusap air matanya, teringat akan kata-kata Papanya saat sebelum pergi meninggalkan ruang rawat.
"Dasar anak tidak tahu diri! Sudah bagus Kamu dibesarkan dan kuberi semua kemewahan yang bahkan tak semestinya untuk Kamu! Kamu hanya benalu! Sama seperti Mamamu! Menyesal Aku dulu memungutmu jadi anakku! Kalau bukan karena Ibumu, Aku gak akan mau menampungmu!" Sebaiknya setelah sembuh, Kamu pergi ke Luar Negeri. Aku akan tetap membiayai sekoahmu dan tinggallah disana."
happy ending... bintang lima dan bunga untuk othor ⭐️🌹😍🌹⭐️
devano. devano ada2 aja