NovelToon NovelToon
SEKRETARIS INCARAN

SEKRETARIS INCARAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Selingkuh / Persahabatan
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Noona Rara

Febi adalah gadis cerdas dan menawan, dengan tinggi semampai, kulit seputih susu dan aura yang memikat siapa pun yang melihatnya. Lahir dari keluarga sederhana, ayahnya hanya pegawai kecil di sebuah perusahaan dan ibunya ibu rumah tangga penuh kasih. Febi tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan mandiri. Ia sangat dekat dengan adik perempuannya, Vania, siswi kelas 3 SMA yang dikenal blak-blakan namun sangat protektif terhadap keluarganya.
Setelah diterima bekerja sebagai staf pemasaran di perusahaan besar di Jakarta, hidup Febi tampak mulai berada di jalur yang cerah. Apalagi ia telah bertunangan dengan Roni, manajer muda dari perusahaan lain, yang telah bersamanya selama dua tahun. Roni jatuh hati pada kombinasi kecantikan dan kecerdasan yang dimiliki Febi. Sayangnya, cinta mereka tak mendapat restu dari Bu Wina, ibu Roni yang merasa keluarga Febi tidak sepadan secara status dan materi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noona Rara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DI PANGGIL GURU BK

Di dalam kelas...

Suasana kelas XII -2 terasa agak tegang pagi itu. Bisik-bisik masih terdengar sejakVania dan Marko masuk ke ruang kelas. Beberapa murid sempat melihat helm Vania yang retak, dan kabar soal kejadian dengan Tasya sudah menyebar dengan cepat seperti api membakar daun kering.

Rina, teman duduk Vania, langsung menghampiri dan berbisik pelan."Seriusan tadi helm lo dilempar Tasya? Astaga, itu kan helm kesayangan lo."

Vania hanya mengangguk sambil duduk dan meletakkan helm rusaknya di bawah meja. Wajahnya masih kesal, tapi ia mencoba menahan diri.

Marko duduk di kursinya yang tidak jauh dari Vania, sesekali menoleh untuk memastikan Vania baik-baik saja. Tapi hatinya ikut panas karena tindakan Tasya tadi benar-benar keterlaluan.

Tak lama kemudian, Pak Beni, guru BK, masuk ke dalam kelas.

"Vania, Marko, Tasya ikut saya ke ruang BK sekarang juga."

Suara itu memecah keheningan kelas.

Tasya yang baru masuk ke kelas, masih dengan mata sembab, menunduk dan berjalan pelan. Vania dan Marko saling pandang sebentar, lalu ikut berdiri.

Di ruang BK...

Pak Beni duduk dengan wajah serius, menyilangkan tangan. Ia menatap ketiganya satu per satu.

"Ada yang mau cerita duluan?"

Tak ada yang menjawab.

"Oke. Kalau begitu saya yang mulai. Saya dapat laporan bahwa pagi tadi terjadi keributan di halaman sekolah. Ada barang pribadi milik siswa yang dirusak, dan itu terjadi karena masalah pribadi antara kalian bertiga. Di sekolah. Di depan umum."

Tasya mulai menangis pelan. Vania menghela napas keras, mencoba menahan emosinya. Sementara Marko terlihat geram tapi memilih diam.

"Vania, kamu yang punya helm, bisa jelaskan ke saya apa yang terjadi?" tanya Pak Beni tenang.

Vania menjawab dengan nada tertahan. "Helm saya dilempar begitu saja, Pak. Pecah. Karena katanya saya nempel-nempel sama Marko. Padahal saya cuma nebeng motor dan Marko bantu lepasin helm."

Tasya menyela, "Karena lo terlalu dekat sama Marko! Lo tahu kan, gue masih sayang Marko..."

Pak Beni mengangkat tangan, meminta Tasya diam. "Tasya, perasaan pribadi tidak membenarkan kamu merusak barang orang lain. Apalagi dengan cara kasar."

Marko akhirnya angkat bicara. "Pak, saya udah bilang ke Tasya kalau hubungan kami udah selesai. Tapi dia terus datang dan cari masalah dengan Vania. Saya capek, Pak."

Pak Beni menghela napas. "Saya mengerti. Tapi masalah ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Tasya, kamu akan dapat surat peringatan pertama karena merusak barang milik teman. Juga wajib ganti rugi helm Vania. Dan kamu akan dijadwalkan untuk konseling lebih lanjut."

Tasya hanya menangis, tak berkata apa-apa.

Pak Benimenatap Vania dan Marko. "Kalian berdua, saya minta untuk tidak memprovokasi balik. Tetap fokus belajar. Kalau kejadian seperti ini terulang lagi, saya akan hubungi orang tua kalian."

Ketiganya mengangguk pelan.

**

Setelah keluar dari ruang BK...

Tasya langsung berbalik dan berjalan ke arah taman belakang sekolah, menjauh dari semuanya. Ia duduk di bangku taman, menangis sambil memeluk lututnya sendiri. Beberapa murid yang lewat hanya melirik, tak berani mendekat.

Sementara itu, di kantin...

Vania duduk sambil memandangi helmnya yang retak.

"Sayang banget." gumamnya lirih.

Marko duduk di sebelahnya. "Nanti gue gantiin. Gue yang tanggung, ya?"

Vania menatapnya. "Bukan soal helm, Ko. Gue cuma... sebel aja. Gue nggak pernah minta perhatian lo kayak gitu. Tapi gue juga nggak mau disudutkan terus kayak orang perebut cowok orang."

Marko diam sejenak. Lalu menatap mata Vania dalam-dalam.

"Lo bukan perebut siapa-siapa, Rik. Kita ini sahabatan dari dulu. Jadi wajar aja kalo gue mau pun lo saling memberi perhatian. Dan dari itu kita merasa saling aman dan nyaman kan. Tasya-nya aja yang lebay bin alay.”

Vania Tersenyum mendengar Marko mengomel seperti itu.

**

Sekitar pukul sepuluh pagi, mobil yang membawa Arkan dan Febi akhirnya memasuki area proyek pembangunan villa di Bogor. Mereka langsung menuju lokasi tanpa sempat mampir ke hotel lebih dulu. Salah satu mandor proyek dari PT FORTUNE sudah menelepon sejak pagi, katanya ada beberapa hal yang perlu diklarifikasi langsung di lapangan.

Matahari mulai meninggi saat mereka berkeliling area proyek. Debu beterbangan, para pekerja sibuk dengan tugas masing-masing. Arkan sesekali mencatat sesuatu di tabletnya, sementara Febi mengikuti dengan clipboard di tangan, mencatat, bertanya, dan sesekali melirik ke arah Arkan yang begitu fokus.

Setelah lebih dari dua jam, mereka menggelar rapat kecil di teras salah satu bangunan yang sudah setengah jadi. Beberapa pekerja duduk melingkar, mendengarkan arahan dan motivasi dari Arkan yang disampaikan dengan gaya khasnya: tegas tapi tetap membumi.

**

Pukul satu siang, mereka akhirnya tiba di hotel. Tubuh Febi terasa lengket dan pegal, sementara Arkan sudah membuka dua kancing teratas kemejanya dan memutar-mutar leher.

Namun ekspresi tenang itu berubah ketika resepsionis menyampaikan berita yang tak diduga.

“Mohon maaf, Pak, kami tidak memiliki kamar kosong lagi. Sudah full booked karena ada acara pernikahan. Semua kamar sudah diisi tamu.”

Arkanmengernyit. “Toni bilang sudah pesan dua kamar.”

Resepsionis memeriksa kembali data di layar. “Benar, Pak. Tapi hanya satu kamar atas nama Bapak.”

Febi menegang di tempat. Satu kamar? Serius?

Ia menoleh ke arah Arkan dengan pandangan gelisah. Jemarinya meremas tas selempangnya kuat-kuat.

Tidak mungkin. Tidak lucu. Tidak masuk akal. Satu kamar dengan bos sendiri?!

Arkan tampaknya juga tidak percaya. Ia menghela napas, lalu mengeluarkan ponsel. Dalam beberapa detik, panggilan tersambung.

“Toni!” suara Arkan terdengar tinggi. “Kenapa cuma satu kamar yang lo pesen?!”

Terdengar suara serak dari seberang, dibarengi desahan kesal. “Sorry bos, gue pikir gue yang pergi eh tau-taunya nggak... maaf yah bos….”

Arkan menutup telepon dengan wajah kelam.

“Gak ada pilihan lain,” gumamnya pada Febi. “Kita masuk aja dulu. Saya capek sekali.”

Febi membelalak. “Maksudnya… kita…satu kamar pak?”

Arkan menoleh cepat dan tersenyum setengah usil. “Tenang aja. Saya gak akan macam-macam… kecuali kamu yang mulai duluan.”

“APA?!” Febi spontan melotot.

Arkan tertawa renyah. “Bercanda, Febi. Bercanda…”

Febi mendengus sambil melipat tangan di dada. “Dasar Bos mesum.”

Arkan hanya terkekeh dan berjalan lebih dulu ke lift. Febi menatap punggungnya dengan kesal tapi entah kenapa, senyumnya muncul perlahan di sudut bibir.

Suasana kamar hotel itu mendadak terlalu hening. Begitu pintu tertutup di belakang mereka, Febi hanya berdiri terpaku di dekat meja, memandangi interior kamar yang terasa... sempit. Bukan karena ukuran, tapi karena hanya ada satu ranjang dan satu laki-laki, bosnya sendiri.

Arkan menaruh tasnya ke sofa, lalu dengan santai melepas jam tangan dan membuka dua kancing teratas kemejanya.

“Kamu mandi duluan aja. Saya masih mau beresin email,” katanya tanpa menoleh, suaranya datar seolah mereka memang sering sekamar.

Febimenelan ludah. “Di… sini? Maksudnya sekarang?”

1
Andriyani Lina
namanya juga suka Febu, ya gitu2 kelakuan bos kalau mau dekat2 sama karyawan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!