Keberanian tidak akan pernah absen dari ketakutan.
Orang berani bukan berarti mereka tidak pernah merasa takut, akan tetapi mereka berhasil menaklukkan rasa takut itu.
Hanya karena kau pernah gagal lalu terluka di masa lalu, bukan berarti semua yang kau hadapi sekarang itu sama dan menganggap tidak ada yang lebih dari itu.
Kau salah . . . . . !!!
Briana Caroline MC.
Yang arti nya KEBERANIAN, TANGGUH, KUAT DAN PENAKLUK DUNIA.
Tidak seperti arti dari namanya yang diberikan orang tuanya. Justru malah sebalik nya.
Bayang-bayang dari masa lalunya membuat dia TRAUMA. Itulah yang membuatnya selalu menghindari apapun yang akan masuk ke dalam hidupnya.
Dia lebih memilih untuk lari ketimbang menghadapinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fidha Miraza Sya'im, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Flash On . . .
Suasana di dalam kelas begitu hening padahal ada beberapa siswa yang sibuk dengan dirinya masing-masing. Tak ketinggalan Briana yang masih tetap fokus pada buku nya sejak ia berada di dalam kelas.
#Uwleeeek . . . Uwlleeeek . . .
Terdengar suara yang bikin enek untuk di dengar. Suara itu bersumber dari Anya yang duduk di belakang Briana. Semua mata tertuju pada Anya.
#Wuuuuuush.....
Bagaikan angin yang berhembus. Anya berlari menuju ke toilet karena sudah tak mampu menahan rasa mual yang sudah berada di kerongkongannya.
"Si Anya kenapa Ray?'. Salah satu teman sekelasnya bertanya pada Raysha.
"Lagi enggak enak badan dia, dari kemarin-kemarin sudah kayak gitu terus". Jawab Raysha.
"Mungkin masuk angin dia itu". Timpal yang lainnya.
Raysha melirik ke arah Briana yang tiba-tiba keluar dari kelas "Mungkin. Ya sudah, gue mau nyusul Anya dulu. Gue khawatir dia kenapa-kenapa".
"Iya Ray, abis ini elo bawa saja dia ke UKS atau pulang, entar makin parah dia nya".
Raysha menganggukan kepalanya kemudian berlari menyusul keluar kelas.
#Uwleeek Uwleeeeek
Anya terduduk lemas di depan toilet dan menundukkan sedikit kepalanya ke arah toilet. Tiba-tiba Anya menangis histeris sembari memegang perutnya yang rata.
#Kletek...
Anya dengan sigap menghentikan tangisannya lalu menyeka air matanya ketika ia mendengar bahwa ada seseorang yang masuk ke dalam toilet.
Anya berusaha berdiri dan merapikan dirinya. Dengan hati-hati ia membuka pintu toilet, ia berharap bahwa seseorang yang baru masuk tadi tidak melihat dirinya yang sedikit berantakan.
#Kletek...
Sontak membuat Anya terkejut lalu berpura-pura merapikan rambutnya di depan cermin. Ia melihat bahwa orang tersebut ialah Briana.
Sekilas Briana melirik ke arah dirinya yang berdiri tegak di depan cermin. Seketika mata Briana tertarik pada satu pemandangan yang terletak di lantai tepatnya berada tak jauh dari kaki Anya. Briana melihat sebuah tes pack yang bergaris dua tergeletak di lantai.
"Ck. . . .". Briana menyunggingkan senyumannya setelah ia melihat test pack tersebut. Ia paham benar apa yang sedang terjadi pada Anya.
Anya melirik senyuman Briana yang membuatnya merasa di hina oleh Briana.
"Elo ngetawain gue?". Anya menghentikan langkah kaki Briana yang ingin keluar dari toilet.
Briana membalikkan badannya lalu mendekati Anya.
"Elo memang pantas untuk ditertawakan". Tegasnya sembari tersenyum sinis.
Anya mendorong bahu Briana.
"Maksud elo apa? Ha. . .? Elo senang gue seperti ini?".
Briana memutar bola matanya dan tidak menjawab pertanyaan Anya.
#Kletek . . .
Empat mata melirik ke arah pintu yang akan di bukakan oleh seseorang yakni Raysha. Tanpa menghiraukan mereka, Briana langsung keluar dari toilet meninggalkan mereka.
"Elo enggak apa-apa kan Nya? Gue antar loe ke UKS ya?". Raysha mendekati Anya yang masih emosi karena Briana.
"Enggak usah! Gue enggak apa-apa. Gue cuma masuk angin saja". Anya menolak tawaran Raysha sebab ia takut ketahuan sama orang lain bahwa ia sedang hamil.
Tanpa sengaja Raysha melirik ke lantai, ia juga melihat test pack tersebut lalu memungutnya. Ia melihat tanda garis dua pada test pack, itu menunjukkan bahwa hasilnya positive.
"Ini. . .?". Raysha menyodorkannya pada Anya.
Sontak mata Anya terbelalak, ia shock karena ketahuan oleh Raysha.
Wajah Anya semakin pucat pasih, ia bingung harus menjawab apa.
"Ini punya elo?". Raysha langsung bertanya sembari memegang test pack itu.
"Ha. . . Enggak. . . Itu bukan punya gue. Mungkin punya siswi lain kali". Sangkalnya.
Tapi Raysha tidak percaya begitu saja.
"Hmmp, berani banget tuh orang membuang sembarangan ini benda sensitive. Enggak takut apa kalau entar kedapatan sama guru di sekolahan? Bisa-bisa entar satu sekolah bakalan di geledah, mau nyari tahu ini punya siapa".
"I iya. Sembarangan banget tuh orang he he he, untung kita yang nemuin, iya kan? Mending kita buang saja ketimbang entar kedapatan sama yang lain terus kita juga yang repot harus di periksa he he he". Anya jadi gelagapan sembari mengambil test pack itu dari tangan Raysha lalu secepat kilat ia membuangnya ke dalam tong sampah.
"Hmm". Raysha melirik wajah Anya yang terlihat jelas gugupnya.
#Teeeeet. . . . Teeeeeet. . . . .
Terdengar suara bunyi bel sekolah, itu menandakan bahwa jam sekolah telah berakhir. Semua murid berhamburan tak ketinggalan Briana yang tengah berjalan sendirian menuju ke parkiran mobil.
Bahu Briana merasakan sentuhan tangan dari seseorang. Ia menghentikan langkah kakinya lalu menoleh ke belakang.
"Don't touch me, sekali lagi loe berani nyentuh gue, gue hajar loe". Briana mengepalkan tangannya di depan wajah seseorang yang telah menyentuh pundaknya, yakni Ryo.
"He he he, sorry lah Bri. Abisnya kamu setiap gue panggil enggak mau noleh". Ryo menunjukan giginya yang putih.
"What do you want?". Briana langsung to do poin pada Ryo.
"Santai saja lah Bri. Lagian kamu enggak mau apa-apa kok dari kamu. aku cuma mau nanya sama kamu. Ntar kamu ke prom sama siapa?". Ryo terus berusaha untuk mendekatinya.
Briana mengusap wajahnya.
"Jadi elo dari tadi manggil-manggil gue dan bikin gue ngerasa terganggu itu cuma mau nanya ini doank?". Briana merapat kan giginya.
" He he he iya". Ryo melebarkan senyumannya.
"Enggak penting". Briana melangkahkan kakinya meninggalkan Ryo.
"Ehh. . . Ehh Bri, jawab dulu donk pertanyaan aku, malah main pergi saja. Kamu perginya sama siapa entar?". Ryo bergerak cepat menghadang langkah kaki Briana sehingga Ryo berada di depan Briana.
"Jawab dulu pertanyaan Aku, entar Kamu perginya sama siapa?". Ulangnya.
"Apa urusannya sama elo, gue perginya sama siapa?".
"Ya adalah urusannya sama aku". Ryo berlagak sok asyik sembari melipat kedua tangannya.
"Ck, kenapa? Elo mau memastikan siapa yang bakalan menang di taruhan ini?". Briana langsung menebaknya sembari meletakkan kedua tangannya ke pinggangnya.
"Ha? Ffffft buaha ha ha ha". Ryo tertawa terbahak-bahak mendengar tuduhan Briana.
"Ya ampun Bri Bri. . . Jadi kamu pikir aku seperti itu? Jadi kamu mikirnya selama ini aku taruhan gitu? Ha ha ha oh my god. Kenapa sih Bri, yang ada di pikiran kamu itu semua orang yang ngedeketin kamu bakalan sama niatnya? Enggak semua orang itu sama Bri. Coba deh sedikit saja kamu buka hati kamu buat percaya sama orang lain. Ya emang aku tahu setiap ada orang yang ngedeketin kamu pasti karena ada maunya dan wajar juga sih buat kamu jadi trauma seperti ini. Tapi bukan berarti sama sekali enggak ada yang benar-benar tulus ngedeketin kamu. Pasti ada Bri. Mau beribu orang pun yang bermaksud jahat sama kamu. Kamu harus yakin masih banyak bahkan lebih banyak yang tulus sama kamu. Apa yang kita lihat buruk belum tentu itu tidak baik. Kebaikan akan datang pada orang yang mau menerima kebaikan itu. Contohnya aku yang selalu tulus ke kamu hehehe". Ryo memberikan sedikit kebijaksanaannya sembari membanggakan dirinya sendiri.
Briana sedikit tertegun akan ucapan Ryo, tanpa kata Briana meninggalkan Ryo dan ia pun tidak menghalanginya lagi.
"Bri pokoknya aku tunggu kedatangan kamu di malam prom nanti". Teriakan Ryo sama sekali tidak di gubris oleh Briana.
...
Briana terdiam di halaman belakang rumahnya sambil merenungkan perkataan Ryo yang masih terngiang di telinganya. Ia sadar bahwa ucapan Ryo itu benar tapi dia hanya manusia biasa yang memiliki ketakutan yang seperti sudah mendarah daging dalam hidupnya.
Flash back...
Di atas balkon apartemen yang terletak di tengah kota yang begitu ramai terdapat seorang ibu dan anaknya yang berumur 8 tahun, yakni Bu Mona dan Briana. Mereka sedang duduk bersama sembari mengobrol santai. Bu Mona berusaha menenangkan Briana yang sedang merasa sedih karena di bully oleh teman sekelasnya karena kondisi kakinya yang cacat.
"Enggak semua orang itu sama sayang. Jika kita ingin bahagia kita pasti akan menemukan orang yang buruk terlebih dahulu sebelum kita menemukan orang-orang yang baik. Kebaikan akan datang dalam hidup kita dan kita harus percaya itu". Bu Mona memberikan kata-kata penyemangat untuk Briana.
"Tapi kalau di dalam hidup kita sama sekali enggak mendapatkan orang-orang yang baik gimana Mom?". Briana kecil bertanya dengan sedikit lirih.
"Enggak mungkin sayang. Karena Tuhan itu Maha Adil. Tuhan enggak akan pernah membuat hambanya hidup menderita. Tuhan punya caranya sendiri untuk membuat hambanya bahagia. Kita harus percaya itu. Dan kamu harus yakin kebaikan itu akan datang dan selalu datang dalam hidup kamu". Bu Mona meyakinkan putrinya agar ia percaya bahwa kebahagiaan itu pasti ada untuk setiap manusia.
Briana tersenyum menatap sang Mommy yang selalu memberikan semangat untuk dirinya di saat ia merasa terpuruk.
Flash on...
"Tapi sayangnya kepercayaan itu sudah hancur lebur hingga tak bersisa sedikit pun". Ujarnya sembari menatap langit yang masih cerah namun tidak menyengat.