Zahira terpaksa menerima permintaan pernikahan yang diadakan oleh majikannya. Karena calon mempelai wanitanya kabur di saat pesta digelar, sehingga Zahira harus menggantikan posisinya.
Setelah resepsi, Neil menyerahkan surat perjanjian yang menyatakan bahwa mereka akan menjadi suami istri selama 100 hari.
Selama itu, Zahira harus berpikir bagaimana caranya agar Neil jatuh cinta padanya, karena dia mengetahui rencana jahat mantan kekasih Neil untuk mendekati Neil.
Zahira melakukan berbagai cara untuk membuat Neil jatuh cinta, tetapi tampaknya semua usahanya berakhir sia-sia.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Ikuti terus cerita "100 Hari Mengejar Cinta Suami" tentang Zahira dan Neil, putra kedua dari Melinda dan Axel Johnson.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.14
...Jika akhirnya aku memilih untuk melepaskan mu, yang perlu kamu tahu adalah. Aku sudah mematahkan seluruh hatiku, sudah berdebat hebat dengan diriku sendiri....
...Dan aku sudah melangitkan, beribu doa agar Tuhan menunjukan jalan selain perpisahan. Dan pada akhirnya, aku memilih takdirNya, bahwa satu-satunya cara adalah merelakan kamu bersama dengannya....
Zahira tertawa saat melihat Ana dan Aiyla yang cemberut, hampir satu bulan lamanya. Neil dan Zahira berada di Swiss, itu semua atas permintaan Velia. Waktu begitu cepat berlalu bagi Zahira bahkan dia melupakan bahwa pernikahan mereka tinggal satu bulan lagi.
"Kenapa tertawa? Dasar jahat," omel Ana.
"Kamu ini, kenapa sih. Kalau mau ke sini ya tinggal datang," ujar Velia menatap Ana dan Aiyla.
"Salahkan saja Daddy, kenapa kita diberi tugas yang banyak. Mana yang punya cafenya aja leha-leha disitu," cibir Ana pada Neil, yang kebetulan berada di sana.
"Enak aja yah, gue gak leha-leha. Gue juga kerja disini bantuin Opa dan Oma," sahut Neil tak terima, Ello memang memiliki beberapa penginapan yang disewakan kepada turis.
"Halah bohong," kesal Ana.
"Sudahlah, aku tutup dulu. Bye!" Ana mematikan sambungan video, membuat Velia menggeleng melihat kelakuan Ana yang tak ada anggun-anggunnya.
"Kenapa, Oma?" tanya Zahira saat melihat Velia tengah mencari sesuatu.
"Ini, Oma sedang cari bahan makanan sepertinya sudah habis. Bisakah kamu membelikannya?"
"Bisa Oma," sahut Neil dengan cepat, karena dia ingin berjalan-jalan keluar walau ke supermarket.
"Ya sudah, sekalian saja pergi belanja bulanan." Titah Velia.
"Oke," jawab Neil, lalu mengajak Zahira pergi.
Entah mengapa perasaan Zahira merasa tak enak, dia terus menatap Neil. Seolah lelaki tersebut akan menghilang.
"Kenapa menatapku, seperti itu?" kekeh Neil fokus ke depan.
"Tidak apa, aku hanya sedang menikmati ciptaan Tuhan." Goda Zahira, kini mereka sudah bisa bercanda.
Tak terasa, mereka sudah sampai di minimarket. Walau kecil tapi toko tersebut sangatlah lengkap.
Zahira dan Neil terus berkeliling mencari bahan makanan yang dibutuhkan, Neil tak menyangka bahwa berbelanja seperti ini. Sangat menyenangkan, jika dulu saat Melinda memintanya untuk menemani belanja. Neil selalu menolak dengan tegas, dengan alasan akan lama dan membosankan.
Saat sedang memilih daging, ponsel Neil berdering. Namun, dia mencoba mengabaikan karena nomor tersebut tidak dikenali.
"Kenapa tidak diangkat? Mungkin, itu penting." Kata Zahira, sebab ponsel Neil terus saja berbunyi.
"Nomornya tak dikenal," sahut Neil.
"Angkat saja, siapa tahu penting."
"Baiklah."
Neil pun mengangkat panggilan tersebut dan menjauh dari Zahira, Zahira menatap Neil. Yang juga menatapnya dengan wajah tegang.
"Kenapa Neil?" tanya Zahira setelah Neil mendekat.
"Zahira, maafkan aku. Aku harus pulang sekarang," ucap Neil, membuat Zahira terkejut. Rencana mereka pulang akan tiga hari lagi.
"Tapi Neil, kepulangan kita tiga hari lagi." Zahira mencoba menolak, dan menahan tangan Neil agar tak pergi.
"Maaf Zahira, Livia membutuhkan ku." Lirih Neil, Zahira menggeleng pelan makin mengeratkan pegangan tangan Neil.
"Kamu anggap apa kebersamaan kita, selama ini Neil? Aku kira, kamu sudah jatuh cinta padaku."
"Aku hanya nyaman Zahira, aku belum jatuh cinta padamu. Cintaku ... Hanya untuk Livia," tekan Neil, kini raut wajahnya menjadi dingin.
"Jika kamu mau disini, tidak apa. Tapi ... Hari ini, aku akan tetap pergi." Ujar Neil.
"Neil." Lirih Zahira.
"Jangan pergi..." Pintanya kemudian.
Neil menggeleng, dan menjauh dari Zahira. Kini dia sadar, bahwa semuanya salah, hubungannya salah dan kedekatannya dengan Zahira salah.
"Maaf." Satu kata yang membuat hati Zahira hancur, pegangan tangan mereka terlepas. Neil meninggalkan Zahira sendiri di tempat asing.
Zahira mengerjakan matanya, berusaha agar air mata tak turun.
"Neil ..."
"Semuanya selesai, sudah selesai. Aku menyerah," isak Zahira, pergi meninggalkan minimarket tersebut.
Tapi, dia tak tahu akan pergi kemana. Dia hanya bisa duduk di depan minimarket tersebut, sementara itu Neil. Yang sudah kembali ke kediaman Velia dengan tergesa membereskan barangnya, tak banyak yang dia bawa hanya sebagian.
Memesan tiket lewat online, beruntung ada penerbangan sore ini. Tanpa pamit pada Velia, Neil pergi begitu saja tak mempedulikan bagaimana Zahira disana.
Velia dan Ello sendiri tak sadar, karena mereka tengah memanen sayur yang mereka tanam. Hingga satu jam berlalu, Velia yang merasakan Zahira dan Neil tak kunjung kembali jadi curiga.
"Kenapa, mereka belum kembali ya?" gumam Velia, sangat khawatir. Apalagi salju mulai turun.
"Kenapa sayang?" tanya Ello.
"Neil dan Zahira, mereka belum kembali. Aku jadi khawatir," ungkap Velia.
"Kita hubungi Neil."
Ello mengambil ponselnya dan menghubungi Neil, tapi nomor tersebut tidak dapat dihubungi. Begitu juga dengan nomor Zahira.
"Mereka tidak bisa, dihubungi."
"Ya Tuhan ... Lindungi mereka." Doa Velia mencoba tenang, Ello memutuskan untuk mencari Zahira ke minimarket.
Berpuluh menit kemudian, Ello sudah sampai di minimarket yang dituju oleh Neil dan Zahira. Tapi, Neil tak menemukan mobil yang dipakai oleh Neil.
"Dimana mereka?" Ello menatap sekeliling, dan masuk kedalam memastikan mereka tak ada.
Lima menit Ello mencari. Namun, dia tak menemukan keberadaan cucunya tersebut.
"Astaga, kemana anak itu?"
Menyerah Ello akhirnya meninggalkan minimarket tersebut, berharap di jalan Ello bisa menemukan Zahira dan Neil. Namun, setibanya di kediamannya. Ello tak mendapati Neil dan Zahira bahkan di sepanjang perjalanan kembali pun, dia tak menemukannya.
*****
Sementara itu
Livia tersenyum lebar menatap pesan yang dikirim oleh Neil, bahwa dia sudah akan terbang menuju Indonesia.
"Bagaimana?" tanya Miller.
"Dia mau menjemput ku, maka lepaskan aku. Sesuai janjimu Miller."
Miller tersenyum miring, demi uang dia rela melepaskan Livia untuk kembali pada Neil. Jika bukan demi perusahaannya yang hampir akan bangkrut. Mungkin, Miller tak akan mau melepaskan Livia dan anak yang ada dalam kandungannya.
"Setelah dia sampai, aku akan meninggalkanmu disini." Kata Miller, memulai rencananya.
"Baiklah, tapi ingat. Jangan ganggu aku dan Neil aku akan menyerahkan anakmu saat sudah lahir nanti." Putus Livia.
"Ya! Ya, Kamu tenang saja jangan khawatir."
Livia mengulurkan tangannya, tanda kesepakatan itu dimulai. Miller pun menerima uluran tangan tersebut, membuat mereka sama-sama tersenyum miring dengan isi pikiran mereka yang tentu saja berbeda yang diucapkan oleh lisan.
Kabar hilangnya Neil dan Zahira sudah sampai ke telinga Axel, Ello yang panik meminta sang anak untuk datang ke Swiss bersama dengan Melinda.
Agar memudahkan mereka mencari Zahira dan Neil, hari itu juga Axel dan Melinda bertolak ke Swiss.
Semua pekerjaan Axel serahkan pada Nathan, yang bisa di percaya. Melinda terus menggenggam tangan Axel selama dalam pesawat, Melinda takut terjadi sesuatu pada anak dan menantunya dia berdoa supaya Neil dan Zahira selalu dalam lindungan Tuhan.
Bersambung ...
Maaf typo
emang enak