Cinta yang terhalang restu dan rasa cinta yang amat besar pada kekasihnya membuat Alea Queenara Pradipta mau menuruti ide gila dari sang kekasih, Xander Alvaro Bagaskara. Mereka sepakat untuk melakukan hubungan suami istri di luar nikah agar Alea hamil dan orangtua mereka mau merestui hubungan mereka.
Namun di saat Alea benar-benar hamil, tiba-tiba Xander menghilang begitu saja. Bertemu lagi lima tahun kemudian, tetapi Xander telah menikah.
Lalu bagaimana nasib Alea dan anaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali Ke Rumah
"Yeay!"
Lena dan Axelio sedang bermain perosotan di dalam apartemen. Keduanya sangat heboh. Alea memang sengaja membuat playground di dalam apartemen agar Axelio tidak merasa bosan. Beruntung sekali apartemen yang mereka tinggali lumayan luas.
"Ternyata menyenangkan sekali," seru Lena.
Alea dan Nina yang sedang menyiapkan makan malam, tertawa melihat tingkah Lena dan Axelio.
"Kau mau juga playground seperti itu, Lena?" tanya Alea sembari menata piring di meja makan.
"Jika kau mau Mami akan memasang playground seperti ini di kamarmu," imbuh Nina.
"Jika Mami sampai melakukan itu, aku bisa ditertawakan oleh teman-temanku," ucap Lena.
"Termasuk pacarmu," sambung Alea.
"Kakak …." Lena mengerucutkan bibirnya sebal saat Alea menggodanya.
"Axel penasaran, laki-laki seperti apa yang mau pacaran sama Aunty Lena yang cerewet," ledek Axelio membangkitkan tawa Alea dan juga Nina.
Lena sendiri menganga, tidak percaya bocah kecil itu bisa meledeknya. Ia lantas berlari mengejar Axelio yang lebih dulu naik ke tangga perosotan. Bocah kecil itu kembali meledek Lena dengan menjulurkan lidahnya, membuat tawa Alea dan Nina semakin pecah.
Sudah terhitung dua minggu Lena dan Nina tinggal di tempat itu. Alea sangat senang karena tempat itu tidak sepi, Axelio jadi tidak kesepian karena memiliki teman bermain.
Di tengah tawa dan keseruan mereka, tiba-tiba bel apartemen mereka berbunyi. Alea meminta izin pada Nina untuk membuka pintunya. Tidak seperti biasanya, Alea langsung membuka pintu sebelum melihat layar intercom lebih dulu.
Pintu terbuka lebar, Alea tertegun, kakinya seolah terpatri di tempat itu, ketika melihat siapa yang sedang berdiri di hadapannya.
"Pa-pi," ucap Alea pelan nyaris tidak terdengar.
Romi, pria paruh baya itu sedang berdiri dengan posisi kedua tangan menyilang di belakang tubuhnya, mempertemukan pandangannya dengan Alea.
"Ada tamu kenapa dibiarkan berdiri saja di luar? Apa itu yang Papi ajarkan padamu?" tanya Romi dengan suaranya yang berat.
Alea berkedip beberapa kali saat cara bicara Romi sudah tidak formal lagi padanya.
"Kalau kau tidak mengizinkan Papi masuk. Papi akan pulang," ucap Romi membuat Alea tersadar. Romi terlihat akan berbalik, tetapi Alea lebih dulu mencegahnya, membuat Romi mengurungkan niatnya untuk pergi.
"Tunggu!" cegah Alea. "Maaf sebelumnya. Aku terlalu terkejut tadi," ucap Alea gagap. "Silahkan masuk," imbuh Alea.
Alea menggeser tubuhnya, memberikan jalan untuk Romi masuk. Setelah itu menutup pintu kembali. Bersamaan dengan itu suara Nina terdengar membuat Roni dan Alea sama-sama menoleh ke arah Nina.
"Alea, siapa yang datang?" Nina menghampiri Alea, menghentikan langkah dan langsung terdiam saat melihat Romi ada di apartemennya.
"Papi yang datang, Mam," jawab Alea.
Nina mengela napas berat dengan tatapan masih terpatri ke arah Romi. "Dari mana kau tahu kami di sini?" tanya Nina.
"Bukan hal sulit bagiku untuk menemukan keberadaan kalian," jawab Romi.
"Sebaiknya kita bicara sambil mengobrol," ucap Alea menengahi suami dan istri itu. Apalagi ketika melihat Axelio datang. Alea tidak ingin ada pertengkaran. "Makan malamnya juga sudah siap. Sebaiknya kita makan malam dulu," saran Alea.
"Papi ingin bicara lebih dulu," ucap Romi.
"Tapi Axel sudah lapar," sambung Axelio.
"Baiklah, Axel. Ayo kita makan dulu," ajak Nina. "Kalau kau ingin berdebat tunggu nanti. Jangan di depan anak-anak," ucapnya pada Romi lantas mengubah arah pandangnya ke arah Alea. "Ayo, Alea."
"Iya, Mam," sahut Alea.
"Sebaiknya kau juga ikut makan. Kita butuh tenaga untuk berdebat," ucap Nina pada dengan nada sarkas.
"Ayo, Kakek galak," ajak Axelio.
"Kau memanggil saya apa tadi?" tanya Romi, raut wajahnya berubah garang.
"Kakek galak," jawab Axelio polos.
Alea, Nina, dan Lena sama-sama melipat bibirnya untuk menahan tawa.
"Axel …," tegur Alea.
"Maaf." Axelio menutup mulutnya dengan telapak tangannya untuk menyembunyikan tawanya.
Semua orang sudah berkumpul di meja makan. Duduk dalam diam, hanya fokus pada makanan masing-masing, meksipun begitu mereka terkadang saling mencuri pandang sama lain.
"Axel, makan yang banyak ya." Nina menambahkan banyak lauk ke piring Axelio.
"No," tolak Axelio. "Axel nanti gendut Nenek," protes Axelio.
"Jika kau gendut, kau akan bertambah menggemaskan," imbuh Lena.
"Jika Axel gendut, nanti Axel akan terlihat seperti sapi," protes Axelio.
"Hahaha." Tiba-tiba Romi tertawa membuat semua pasang mata memandang ke arahnya.
Semuanya tertegun, untuk pertama kalinya setelah sekian lama Romi bisa tertawa begitu lepas. Saking herannya Alea bahkan memandang Romi dengan mulut penuh.
"Kau lucu sekali." Tangan Romi terulur untuk menarik pipi Axelio membuat bocah itu memekik.
"Kakek galak, jangan tarik pipi Axel. Sakit," pekik Axelio.
Romi menarik tangannya dari pipi Axelio sembari tertawa.
"Kakek galak, apa kau begitu membenci Axel? Awal kita bertemu kau memarahi Axel. Kedua kalinya kita bertemu kau menarik pipi Axel?" beo Axelio. Suaranya yang lucu dan wajahnya yang nampak polos semakin membuat Romi tertawa. Namun tawa itu memudar ketika Romi melihat semua orang sedang menatap dirinya dengan tatapan heran.
"Kenapa kalian melihatku seperti itu?" tanya Romi. Ekspresi wajahnya berubah garang.
"Ya ampun, kau tertawa? Apa aku sedang bermimpi?" Nina menepuk-nepuk pipinya sendiri, memastikan apakah dirinya sedang bermimpi atau tidak. "Awwww!" Tiba-tiba Nina memekik sendiri saat ia memukul wajahnya terlalu keras. "Ternyata aku tidak sedang bermimpi," gumam Nina membuat semua orang memutar bola matanya malas.
"Habiskan makanan kalian, setelah itu aku ingin bicara dengan kalian!" perintah Romi disambut anggukkan oleh semuanya.
Selesai makan malam, semuanya berpindah tempat duduk ke ruangan tengah. Di sana ada sofa yang lumayan besar. Romi duduk di sofa single, di sebelahnya ada Nina. Suami istri itu duduk berseberangan langsung dengan Alea, Lena, juga Axelio. Bocah itu tidak mau masuk ke kamar, ia memaksa untuk tetap tinggal, ingin tahu apa yang ingin Romi bicarakan.
Hening mengambil alih suasana, tidak ada yang membuka suaranya, hanya saling mencuri pandang dan bertanya dalam bahasa isyarat. Hal itu sudah terjadi selama hampir setengah jam.
"Apa kita berkumpul di sini hanya untuk saling diam?" tanya Axelio dengan suara khas anak kecil. Bocah itu duduk diapit oleh Alea dan Lena. Duduk bersandar dengan satu kaki berada di atas pangkuannya, juga dengan kedua tangan terlipat di depan dada, menunjukkan ekspresi datar. "Membosankan."
"Dasar bocah cerewet!" ejek Lena.
"Yang Axelio katakan itu benar. Mau sampai kapan kita akan saling diam seperti ini?" imbuh. "Sekarang lebih baik katakan! Apa yang membawamu datang kemari?" tanya Nina tanpa melihat ke arah Romi.
Bukannya menjawab pertanyaan dari sang istri, Romi justru mengatakan hal lain, yang membuat semua orang tertegun.
"Kalian semua ikut Papi pulang," ujar Romi tanpa melihat ke arah Nina. Pandangannya fokus pada Alea.
"Aku dan Lena tidak akan pulang tanpa Alea Axelio," balas Nina.
"Kau tidak dengar apa yang kukatakan tadi?" Romi menoleh ke arah Nina. "Aku bilang semuanya, bukan hanya kau dan Lena," ucap Romi membuat Nina menoleh ke arahnya.
Romi lebih dulu memutuskan pandangannya dengan Nina, lantas menyuruh Axelio untuk mendekat. "Sini!"
Axelio menegakkan tubuhnya, tidak langsung beranjak dari tempat duduknya, ia lebih dulu menoleh ke arah Alea, meminta pendapat dari maminya. Saat maminya mengangguk, barulah Axelio beranjak dari tempat duduknya, mengayunkan langkah ke tempat Romi. Pria paruh baya itu mendudukkan Axelio di atas pangkuannya.
"Mau maafin Kakek?" tanya Romi.
"Mau, asal Kakek tidak marah lagi sama maminya Axel," jawab Axelio.
"Baiklah, kakek tidak akan marah lagi sama maminya Axel," balas Romi. "Axel mau tinggal sama Kakek?" tanya Romi lagi.
"Axel mau tinggal di mana ada maminya Axel," jawab Axelio lagi.
"Sesuai keinginanmu, Cucuku." Romi memeluk Axelio dengan erat. Setelah itu memandang ke arah Alea, mengulurkan tangannya ke arah Alea, meminta putrinya untuk mendekat.
Tanpa berpikir, Alea beranjak dari tempat duduknya, mendekat ke tempat Romi dan langsung membawa dirinya ke pelukan sang ayah.
astaga kapan dapat karma dia
penasaran dengan ortu Xander saat tau ada cucu nya
pasti seru