Mengejar Cinta Dosen Dingin

Saat tiba di ruangan dosen, Bagas menemukan seorang wanita dengan pakaian formal, tetapi lebih terkesan seksi. Semua itu terjadi karena rok yang dipakai oleh wanita itu terlalu pendek, dipadu dengan stoking, dan sepatu hak tinggi. Dia tampak sibuk meletakkan kotak bekal di atas mejanya.

Siapa dia?

Wanita itu sudah jelas bukan Raya, karena bekal dari sang istri ada di dalam tasnya.Dan lagi ... Raya sudah tidak dia izinkan untuk memakai pakaian terbuka saat ke kampus.

"Maaf, Mbak. Anda tidak salah meja, kah?" tanyanya dengan langkah terhenti dua meter dari mejanya.

Wanita itu berbalik, wajah yang sama sekali tidak asing terlihat. Wanita dengan riasan lumayan tebal, tetapi elegan itu melemparkan senyumnya ke arah Bagas.

"Kinan?" Bagas tampak kebingungan. Bagaimana wanita yang sudah tiga tahun menghilang dari kehidupannya itu kembali.

"Hai, Bagas. Apa kabar? Maaf, aku baru datang menepati janjiku. Aku bawakan sarapan kesukaan kamu. Semoga selera kamu belum berubah, ya."

"Menepati janji, maksudnya kamu ..."

"Ya. Aku membatalkan sekolah modeling, dan memilih untuk menjadi dosen seperti yang kamu mau. Aku mempertimbangkannya dalam waktu yang lama. Maaf sudah membuatmu menunggu."

Wanita bernama Kinan itu berjalan ke arah Bagas, dan menatapnya dengan tatapan mendamba. Dia merupakan kekasih Bagas yang telah lama menghilang. Belum ada kata berpisah di antara mereka. Hubungan mereka di masa lalu cukup serius walaupun belum sampai ke jenjang perkenalan orang tua. Saat itu, Kinan terpaksa pergi ke luar kota untuk sekolah modeling. Sementara Bagas tidak menyetujuinya.

Keduanya akhirnya putus kontak. Dengan alasan fokus belajar, Kinan memblokir kontak dan sosial media Bagas. Siapa sangka, gadis cantik itu kini kembali. Berdiri di hadapannya, seolah tidak ada yang terjadi.

"Kinan, kamu di sini untuk ..."

"Mulai hari ini aku ngajar juga di sini, menggantikan bu Risma. Bukankah ini yang kamu mau? Kamu ingin punya pasangan hidup yang satu profesi sama kamu, bukan? Aku minta maaf, karena saat itu aku sangat egois. Seharusnya aku nggak nurutin ego aku sendiri. Kamu pasti kecewa banget sama aku ya, Gas?"

"Kinan, semuanya sudah berlalu. Terima kasih karena pada akhirnya kamu memilih mengabdikan diri kamu sebagai pengajar, tetapi kita tidak bisa sama-sama lagi. Aku ..."

Tiba-tiba saja Kinan memeluk erat Bagas yang tidak membalas pelukannya. Gadis itu terisak.

"Aku tau, aku salah, Bagas. Tapi tolong ... jangan tinggalin aku. Aku meninggalkan duniaku buat kamu. Melepaskan mimpiku menjadi model, hanya supaya bisa tetap ada di sisi kamu. Apa kamu sudah tidak mencintai aku lagi?" tanyanya sambil menangis.

Tidak. Bukan karena tidak cinta lagi, tetapi sekarang status Bagas suami Raya. Bagaimana bisa mereka tetap menjalani hubungan, sementara Bagas sudah terikat pernikahan dengan wanita lain? Memang pernikahan itu bukan keinginan Bagas, tetapi lelaki itu tengah berusaha untuk menerima Raya di dalam hidupnya.

"Kinan, aku minta maaf. Bukan karena perasaanku yang berubah, tetapi keadaan yang sudah tidak sama lagi. Di luar sana, pasti masih banyak lelaki yang jauh lebih baik dariku, yang bisa menerima kamu. Kamu pasti akan menemukan kebahagiaan walaupun tidak bersamaku."

"Nggak, Bagas. Aku maunya sama kamu. Kamu sudah janji sama aku kalau kita akan menikah setelah kita sama-sama jadi dosen. Kita bahkan sudah membeli rumah untuk tinggal bersama nanti. Kamu masih menjaga rumah itu dengan baik kan, Gas?"

Rumah yang Kinan bahas tentu saja rumah yang sekarang Bagas tempati bersama Raya. Mereka memang dulu menabung bersama untuk membeli rumah itu. Hanya saja, setelah menikahi Raya, Bagas sudah menyiapkan uang ganti rugi yang akan dia berikan pada Kinan kalau sewaktu-waktu dia bertemu lagi dengan wanita itu.

"Kinan, soal rumah itu ... nanti uangmu akan aku kembalikan. Tolong mengertilah, kita benar-benar tidak bisa bersama lagi. Kamu harus bisa merelakan aku, Kinan."

"Kenapa, Bagas? Kenapa kita tidak bisa sama-sama lagi? Nggak! Pokoknya aku mau sama kamu. Kamu tujuan hidupku sekarang. Kalau kamu menolakku, lebih baik aku mati saja, Gas. Enggak ada gunanya aku hidup kalau kamu udah nggak mau sama aku lagi."

"Kinan, jangan ngomong begitu. Aku sebenarnya juga sudah berusaha mempertahankan hubungan kita, tetapi aku tidak bisa. Aku sudah menikah sekarang. Orang tuaku menjodohkan aku dengan anak sahabat mereka. Kita sudah tidak bisa bersama lagi, Kinan."

Perlahan Kinan membuat jarak di antara mereka. Dia menatap Bagas dengan seksama. Wanita itu masih bisa melihat cinta di mata kekasihnya. Dia tahu, Bagas terpaksa menikah dengan wanita pilihan orang tuanya.

"Aku akan bantu kamu lepas dari dia, Bagas. Aku tahu, kamu tidak mencintainya, bukan? Kita harus tetap bersama, Gas. Aku nggak mau pisah sama kamu," ucap Kinan meyakinkan Bagas.

"Tapi Kinan ..."

"Bagas, aku tahu kamu masih mencintai aku. Jadi buat apa kamu mempertahankan pernikahan kamu dengan wanita itu? Hidup kamu milik kamu. Tidak ada yang berhak mengatur, walaupun itu orang tua kamu sendiri. Percaya sama aku, aku bisa membuat wanita itu pergi meninggalkan kamu."

Kinan memang benar. Perasaan Bagas masih tertuju padanya. Selama mereka berpisah, lelaki itu masih mengharapkan kehadiran Kinan. Di mata Bagas, hanya gadis itu yang mampu membuatnya terpikat. Kinan tidak hanya cantik, tetapi dia juga memiliki kepribadian yang sesuai dengan kriterianya. Itu yang membuat Bagas jatuh cinta.

"Kinan, tolong beri aku waktu untuk berpikir. Jangan melakukan apapun sampai aku memutuskan. Bagaimanapun juga, pernikahan itu sakral. Memang bukan mauku, tetapi aku sudah berjanji di hadapan sang pencipta untuk bertanggungjawab atas wanita itu."

"Baik. Aku akan menunggu keputusan kamu. Jangan lama-lama, Bagas. Aku harap kamu tidak lupa dengan semua janji kamu ke aku. Bukankah janji itu harus ditepati? Kalau begitu, aku mau ke kelasku dulu, ya. Sampai jumpa nanti, Bagas. Oh ya, makanannya jangan lupa dimakan. Aku masak spesial buat kamu."

Kinan berjalan ke arah mejanya, mengambil beberapa buku yang dibutuhkan untuk keperluan mengajarnya. Wanita itu tersenyum, dan berjalan ke arah luar ruangan. Meninggalkan Bagas yang masih terpaku. Dia berharap, apa yang baru saja terjadi hanyalah mimpi. Lelaki itu kemudian mencubit dengannya sendiri.

Sakit.

Itu artinya apa yang baru saja terjadi merupakan sebuah kenyataan. Lalu, bagaimana dia akan bersikap? Memilih Kinan yang memang dicintainya, atau Raya, gadis yang sudah dia nikahi sekaligus terobsesi terhadap dirinya?

Entahlah!

Mendadak rasa pening menyapa Bagas. Untuk saat ini, dia tidak bisa berpikir dengan jernih.

Sementara itu, Bagas tidak tahu kalau ada sepasang mata yang sempat melihat kejadian itu. Seseorang itu tampak mengepalkan tangan, dan mengumpat.

Siapa kira-kira seseorang itu?