Mengejar Cinta Dosen Dingin
Suasana pagi di Universitas Binadarma tampak normal seperti biasa. Berisi hiruk-pikuk mahasiswa yang memiliki kelas pagi. Pemandangan yang terlihat di area kampus tentu saja tentang beberapa aktivitas yang biasa para mahasiswa lakukan. Ada yang sedang berbincang bersama temannya, ada yang membaca buku sendirian, ada juga yang sibuk berduaan dengan sang kekasih.
Tidak berapa lama, ada seorang mahasiswi cantik memasuki area kampus menggunakan motor matic-nya yang didominasi dengan warna merah muda. Di sana-sini tertempel stiker karakter kucing yang menggemaskan. Sesuai dengan karakter sang pemilik.
"Raya! Akhirnya Lo datang juga. Sumpah, ya. Gue udah nungguin Lo dari tadi, tau nggak?!" teriak seorang gadis sambil berlari kecil ke arah gadis bermotor merah muda yang baru datang tersebut. Sementara si pemilik nama sedang sibuk membuka kaitan helm.
"Ada apaan sih, Sya? Lo heboh banget, tumben. Biasanya juga gue dateng jam segini." Raya turun dari motornya.
"Ada dosen baru, dan dia ganteng banget, Ray. Gue yakin, sekali Lo liat dia, Lo pasti bakalan langsung naksir," ucap Tasya dengan penuh antusias.
"Ganteng banget? Seganteng apa memangnya? Lo udah liat dia gimana?" tanya Raya penasaran. Dia melangkah ke arah lorong kampus, diikuti oleh Tasya. Mereka berjalan beriringan.
"Udah. Gue udah liat tadi. Itu tuh mobilnya, yang putih itu. Mobilnya keren, kan? Pemiliknya jauh lebih keren. Gue denger-denger, dia anaknya pemilik kampus ini." Tasya menunjuk ke arah mobil sedan keluaran terbaru yang terparkir di area parkir khusus dosen.
"Serius yang ini beneran keren? Seminggu lalu mahasiswa pindahan juga Lo bilang keren, tapi pas gue liat biasa aja. Cuma menang putih doang."
"Nggak. Suer, kali ini gue nggak bo'ong, Ray. Dosen baru kita itu emang ganteng. Matanya indah, hidungnya mancung, ada brewok tipisnya, gemes banget. Belum lagi badannya, ditutupin baju aja kelihatan seksi, apalagi kalau nggak pakai baju, hmm ... pasti ..."
Raya menjitak puncak kepala sahabatnya cukup keras.
"Mulai jalan-jalan otak Lo! Pokoknya gue nggak percaya kalo gue belum liat sendiri gimana rupa itu dosen." Raya bersikukuh.
"Oke, Lo boleh buktiin sendiri nanti. Kabarnya dia bakalan ngajar di kelas kita gantiin pak Broto."
"Bagus. Biar gue nanti nilai sendiri, gimana kerennya dosen baru itu. Kalau dia beneran oke, gue bakalan pepet dia."
***
Raya melongo saat melihat dosen barunya masuk ke dalam kelas. Lelaki itu bahkan lebih menarik daripada deskripsi yang disebutkan oleh Tasya sahabatnya. Sosok dosen barunya itu sangat tampan, dan mendekati sempurna. Tinggi badannya yang Raya taksir mencapai lebih dari seratus delapan puluh sentimeter didukung dengan badannya yang tegap. Raya benar-benar terhipnotis pesonanya.
Saat lelaki itu memperkenalkan dirinya, Raya begitu fokus menatapnya secara intens. Namanya Bagas Adiwangsa, usia lelaki itu terpaut enam tahun lebih tua darinya.
"Ternyata dia beneran sesuai sama selera gue. Saatnya gue beraksi. Pokoknya, gue harus dapetin dia. Berani taruhan, gue yakin dia pasti masih sendiri. Raya, ini saatnya Lo tunjukin pesona Lo yang sebenarnya," ucap Raya dalam hati.
Selama kuliah hampir empat semester ini, Raya tidak pernah sekalipun berpacaran. Bukan karena tidak laku, sebenarnya banyak sekali mahasiswa yang menyatakan perasaan pada si cantik satu ini, tetapi dia selalu menolak dengan berbagai alasan. Raya pemilih, dan dia tidak suka dikejar. Menurut gadis itu, lebih menyenangkan saat dirinya bisa mendapatkan seseorang yang memang diinginkannya. Contohnya seperti dosen barunya itu.
"Kamu dari tadi tidak mendengarkan saya?" tegur Bagas yang tiba-tiba saja sudah berada di hadapan Raya. Seketika gadis itu gelagapan. Jelas saja dia kaget, karena sejak tadi dirinya hanya fokus memandangi wajah tampan sang dosen.
"Habisnya Bapak ganteng, jadi saya salah fokus." Raya mencoba menjawab dengan tenang. Padahal dia sebenarnya sedikit gemetar. Apalagi suara berat Bagas menyapa telinganya dengan begitu jelas. Itu terdengar seksi.
Berbeda dengan reaksi Bagas yang dingin, mahasiswa lain yang mendengar jawaban Raya sontak menertawakan gadis itu.
"Astaga, Ray. Mentang-mentang dosennya ganteng, langsung salah fokus, ya!"
"Cie, cie Raya."
"Hati-hati, Pak. Raya itu diam-diam buaya betina yang lagi cari mangsa."
Celoteh beberapa mahasiswa yang otomatis membuat ruangan kelas menjadi ramai.
"Stop! Jangan ada yang bicara lagi. Sekarang mari kita lanjutkan pelajaran. Saya akan menyambung materi terakhir yang disampaikan oleh pak Broto. Untuk kamu, kalau mau nilai kamu aman di mata pelajaran saya, usahakan fokus. Saya tidak suka ada mahasiswa saya yang main-main di kelas," ancam Bagas sambil menatap tajam ke arah Raya.
Apakah itu membuat Raya takut? Tentu saja tidak. Dia akan meneruskan aksinya. Merebut perhatian Bagas, dan mencoba meraih hatinya.
"Baik, Pak." Raya berpura-pura patuh sambil menunjukkan senyum termanisnya.
Sementara Bagas langsung kembali ke tempat duduknya tanpa peduli dengan atensi yang diberikan oleh Raya untuknya. Bagi lelaki itu, sikap Raya hanyalah bentuk dari kenakalan kecil pada gadis belia seusianya. Tidak perlu ditanggapi dengan serius.
Di jam istirahat...
"Sekarang Lo setuju sama apa yang gue bilang, kan? Gue tau Lo terpesona sama pak Bagas tadi. Jadi dipepet nggak, nih?" cecar Tasya yang langsung menghampiri Raya saat pelajaran usai.
"Oke, gue kali ini setuju sama apa kata Lo. Pak Bagas emang keren, ganteng, sempurna, idaman gue banget. Soal mepetin dia, jelas jadi, dong. Tugas Lo buat bikin gue bisa lebih deket sama dia."
"Gue? Kok gue, sih? Gimana caranya?"
"Lo lupa punya om dosen? Mintain kontak pak Bagas dari om Lo."
"Ntar kalo gue ditanya mau buat apa, gue jawabnya gimana, Ray? Lagian gue sama om Rahman nggak sedekat itu," ucap Tasya ragu.
Dia memang tidak dekat dengan Rahman, adik ayahnya yang juga dosen di universitas itu. Hal itulah yang membuat Tasya ragu untuk menghubungi sang om.
"Pak Bagas itu ngajar di kelas kita, Tasya. Jadi wajar kalo Lo minta no dia. Alasan apa, kek. Gue bakalan traktir Lo makan apa aja seminggu penuh asal Lo bisa dapetin kontaknya pak Bagas," ucap Raya mengimingi sahabatnya.
Tasya berpikir sejenak. Dia tentu tidak akan melewatkan makanan gratis yang ditawarkan oleh Raya. Dengan begitu, selama satu minggu dia tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli apapun.
"Oke, deh. Gue akan usahain kontak pak Bagas. Kalo Lo bukan sahabat gue, males banget asli buat ngelakuinnya. Om Rahman itu agak galak asal Lo tau."
"Resiko Lo. Pokoknya gue mau kontaknya pak Bagas. Jangan lama-lama. Gue butuh secepatnya. Gue nggak mau keduluan sama dosen, atau mahasiswa lain."
"Iya, iya. Gue usahain. Sekarang ke kantin, yuk. Laper banget gue, Ray."
"Gaslah!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments