"Tidak ada yang namanya cinta sejati di dunia ini. Kalaupun ada, seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami." ~Liam
"Cinta sejati tak perlu dicari. Dia bisa menemukan takdirnya sendiri." ~Lilis.
Bagaimana ceritanya jika dua kepribadian yang saling bertolak belakang ini tiba-tiba menjadi suami istri?
Penasaran? Ikuti kisahnya sekarang ....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon amih_amy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Teman Dekat
...----------------...
Akhir pekan yang ditunggu akhirnya tiba. Lilis begitu semangat membawa Liam ke tempat kursusnya. Namun, semangat itu tiba-tiba menyurut lantaran kedatangan sang suami malah membuat bibirnya cemberut.
Bagaimana tidak? Ketampanan Liam malah jadi pusat perhatian. Teman-teman perempuan di kelasnya pun banyak yang mengajak berkenalan.
"Bisa nggak, sih, itu aura gantengnya ditinggal di rumah aja. Bikin hareudang, tahu!" celetuk Lilis sebelum ujiannya dimulai.
Liam mengulas senyuman tipis. "Kamu cemburu?" tanyanya sedikit mencondongkan kepala.
"Ya, iya, atuh. Gitu aja nanya!" Tanpa ada rasa gengsi, Lilis langsung mengakuinya.
Tak ayal Liam pun membeku sesaat. Wajahnya terasa panas mendengar celetukan Lilis. Walaupun sudah terbiasa mendengar Lilis menggombalinya, Liam tetap saja salah tingkah jika perempuan itu melakukannya.
Suara aba-aba dari panitia ujian menyelamatkan Liam dari rasa gugupnya. Semua peserta ujian pun bersiap dengan posisi mereka masing-masing.
Liam pasrah wajahnya dilukis oleh Lilis. Jarak yang begitu dekat membuat Liam bisa menahan istrinya dengan lekat. Pandanganya seolah terkunci dan tak mau mengelak. Untuk beberapa saat, Liam merasakan hatinya menghangat.
****
Beberapa waktu berlalu, ujian praktek Lilis pun selesai dengan baik. Riasan Lilis adalah yang paling bagus di antara peserta ujian yang lainnya. Namun, itu bukan hanya karena riasan Lilis yang sudah seperti profesional saja, melainkan karena wajah Liam yang memang sudah memesona.
Kharisma lelaki itu masih tetap menguar walaupun didandani seperti perempuan, sehingga penilaian orang-orang lebih terfokus pada modelnya dari pada teknik merias wajah yang Lilis punya.
Lilis senang mendapatkan nilai besar, tetapi dia sedikit menyesal karena menggunakan model yang tampan. "Harusnya Lilis nggak pakai Ay Ay buat modelnya Lilis," ucap Lilis ketika dia sedang duduk di samping Liam yang tengah mengemudikan mobilnya. Bibirnya mengerucut kesal dengan kedua tangan dilipat di depan dada.
Liam menoleh sejenak. "Kenapa?" tanyanya penasaran.
"Karena Ay Ay terlalu tampan. Jadinya teknik riasan Lilis nggak terlalu diperhatikan sama orang-orang. Mereka terlalu fokus sama modelnya doang."
"Hm ...." Liam hanya bergumam mendengar perkataan Lilis. Tanpa menoleh lagi pada istrinya, lelaki itu mengulas senyuman tipis yang nyaris tak terlihat.
"Jadi kamu nyesel?" ujar Liam setelah terdiam beberapa saat.
"Sedikit, sih." Lilis menyengir.
"Baiklah, lain kali aku nggak bakalan mau kalau kamu minta tolong sama aku."
"Loh, kok, gitu?" Lilis tersentak lalu memiringkan tubuhnya menghadap Liam.
"Daripada kamu menyesal pada akhirnya, lebih baik nggak memulai dari awal saja." Perkataan Liam seolah menyiratkan sebuah pernyataan yang tersimpan di dalam hatinya.
"Ay Ay, teh, ngomong apa. Lilis mah nggak akan pernah nyesel memulai apa pun sama Ay Ay. Tadi mah Lilis cuma kesel sama perempuan-perempuan genit yang mencoba cari perhatian kamu. Jangan suka menyimpulkan sesuatu yang belum tentu terjadi, Ay. Nggak baik buat kesehatan jantung dan pikiran."
Seolah paham, Lilis mengutarakan pendapatnya. Sorot matanya menyiratkan keseriusan. Hening pun tercipta beberapa saat di antara keduanya.
"Sok tahu. Memangnya kamu dokter," ujar Liam sambil membuang wajahnya ke arah kaca samping. Hanya sejenak, sebelum kembali menghadap jalan raya.
Tiba-tiba rasa canggung pun menguasai mereka. Keduanya sama-sama tak mau memulai berbicara. Kemudian, perjalanan mereka berlanjut dengan saling diam saja.
****
Beberapa waktu berlalu dengan cepat. Lilis pun berhasil mendapatkan sertifikat pelatihannya menjadi MUA. Lilis bahkan berhasil dicatut oleh seorang MUA profesional yang sudah terkenal di dunia hiburan untuk menjadi asistennya. Namanya Dania.
Perempuan yang berdarah campuran Indonesia-Belanda itu mempunyai sikap yang tegas dan terkesan keras. Membuat Lilis sedikit waswas di pertemuan pertamanya dengan perempuan itu.
"Saya memanggil kamu karena dapat rekomendasi dari seseorang. Kebetulan saya memang lagi cari asisten baru. Tapi asal kamu tahu. Walaupun orang yang merekomendasikan kamu itu orang terdekat saya, saya tetap harus menguji kamu terlebih dahulu," ujar Dania pada Lilis yang kini duduk di hadapannya, tetapi terhalang oleh meja kerja.
"Lil— ... eh, saya akan berusaha melakukan yang terbaik, Bu." Lilis berusaha mengganti kebiasaannya menyebutkan nama. Dia harus terbiasa menggunakan kata ganti nama, agar terkesan lebih formal ketika bekerja.
"Jangan panggil saya 'ibu'! Panggil saya 'Miss'!" pinta Dania. Perempuan itu tidak suka dipanggil ibu karena terkesan sudah tua.
"Iya, Miss. Maaf."
"Bagus. Kalau gitu kita mulai sekarang saja." Dania beralih pada pegawainya yang tadi mengantarkan Lilis ke ruangan Dania. "Panggilkan si Nani!" titahnya pada orang tersebut.
Tak lama orang yang bernama Nani itu pun datang. Orangnya tidak terlalu menawan, wajahnya jerawatan, dan hidungnya sedikit landai. Lilis memperhatikan orang tersebut dengan seksama. Nalurinya berkata jika Dania akan menyuruhnya untuk memoles wajah perempuan itu.
Benar saja, detik berikutnya titah itu pun turun kepada Lilis. Dengan sigap, Lilis langsung berucap, "Siap".
Melukis wajah seseorang itu harus fokus dan teliti karena itu berkaitan dengan harga diri. Seseorang tidak mungkin mau jika akan terlihat jelek setelah didandani. Oleh karena itu, Lilis selalu melakukannya dengan hati-hati. Hingga beberapa saat kemudian pekerjaannya pun selesai.
"Ehm ... hasilnya lumayan. Nggak salah kalau kamu dapat rekomendasi."
"Saya jadi kayak Putri Cinderella yang bakalan jelek lagi kalau nanti muka. Jadi sayang mau dihapusnya," celetuk perempuan yang bernama Nani yang dirias tadi. Perempuan itu senyum-senyum sendiri melihat perubahan wajahnya yang terlihat cantik sekali.
Dania pun mencebikkan bibirnya mendengar Nani berkata, lalu perhatiannya berani lagi pada Lilis. "Saya yakin rekomendasi Liam nggak pernah salah."
"Liam?" Lilis terkesiap mendengar nama Liam terlontar dari mulut Dania.
"Iya, yang merekomendasikan kamu namanya Liam. Dia teman dekat saya sewaktu SMA. Kamu itu temannya Liam juga, kan?"
Deg!
Jantung Lilis seperti ditusuk dengan tombak. Hatinya pun seolah melesak. Kenapa Liam mengakui Lilis sebagai teman kepada perempuan yang bernama Dania itu? Kenapa tidak langsung saja mengatakan jika Lilis itu adalah istrinya? Sedekat apa hubungan mereka? Begitulah pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk di pikiran Lilis.
"Eh, sebentar. Panjang umur dia. Baru aja diomongin udah telepon." Belum sempat Lilis mempertegas hubungannya dengan Liam, Dania sudah menginterupsi karena lelaki itu ternyata meneleponnya. Lilis pun menelan kembali kata-katanya dan diam saja membiarkan mereka bercengkrama, walaupun Lilis tidak bisa mendengar perkataan suaminya.
"Iya, ini orangnya udah aku terima. Lumayan juga rekomendasi kamu, Am. Cocok, lah, buat jadi asisten MUA artis terkenal seperti aku ini," ucap Dania membalas perkataan Liam yang tidak bisa didengar oleh Lilis. Terlihat jelas perbedaan sikap perempuan itu yang tiba-tiba berkata lebih lembut ketimbang kepada Lilis tadi.
Lilis benar-benar merasa tidak enak mendengarkan Dania mengobrol dengan suaminya via panggilan telepon. Dania begitu asyik berbincang dengan Liam tanpa memedulikan dirinya yang hanya menonton. Lilis tak ubahnya seperti cemilan yang selalu ada ketika seseorang sedang mengobrol.
"Kamu atur aja kapan kita bisa ketemu? Sesibuk apa pun aku, aku pasti akan meluangkan waktu buat kamu."
Kedua tangan Lilis mengepal kencang ketika mendengar Dania berkata seperti itu. Ingin sekali rasanya menyumpal mulut perempuan yang baru saja jadi atasannya tersebut, lalu melemparnya ke laut. Namun, mengingat dirinya hanyalah bawahan, niatnya pun langsung surut.
"Oke, bye."
Panggilan mereka pun berakhir. Lilis yang sudah kesal bersiap hendak melayangkan protesnya sekaligus mengungkapkan hubungannya dengan Liam.
"Jadi ... selamat, kamu sudah diterima di tim saya. Besok kamu sudah bisa mulai kerja. Sekarang, kamu boleh pulang," ujar Dania yang lagi-lagi tak membiarkan Lilis mengutarakan kalimatnya.
"Tapi, Miss. Ada yang mau saya katakan."
"Nanti saja. Saya sibuk sekarang. Silakan pulang!"
"Tapi ...." Lilis tidak berani melanjutkan perkataannya karena tatapan Dania begitu menusuk retinanya. Ludahnya terasa kelat karena saking takutnya. Oleh karenanya, Lilis memilih untuk pulang, lalu bertanya pada suaminya saja.
...----------------...
...To be continued...
Mampir thor 🙋
mimpi ternyata
pengen narik rara