Aku tidak pernah menyangka jika kisah cintaku bisa serumit ini. Berawal dari perkenalan yang tidak kusengaja dengan seorang pria yang mengaku masih singel, ternyata dia adalah seorang pria beristri.
Disaat aku mencoba untuk move on, ternyata Allah kembali menguji ku dengan seorang duda beranak satu. Lalu sanggupkah aku lepas dari jerat sang duda?
jangan lupa baca dan suscribe aku ya.. Terima kasih 😊🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terjerat Cinta Duda 14
" Ya sudah kalau begitu hari Senin kamu sudah boleh masuk. Kami tunggu kedatangan nak Zahra di sekolah kami."
Kemudian pak Indro berpamitan pulang. Aku masih termenung, papa... Mama.. Zahra rindu!
Aku menatap wajah nenek yang ceria, " Nenek senang?" Aku bertanya dengan hati-hati.
" Ya.. nenek senang." Jawab nenek sambil mengusap sudut matanya.
" Keinginan papa mu untuk menjadikan seorang pendidik di kampung ini akan terwujud." Ucap nenek lagi.
" Eh , ada apaan ini kok pada senyum-senyum?"
Tiba-tiba saja tante Lidya mengejutkan kami berdua.
" Bagi-bagi dong kabar bahagianya!" Tante Lidya menjawil dagu ku. Ia menaik turunkan alisnya menggodaku.
" Lidya, duduk sini!" Nenek menepuk bangku kosong.
Tante Lidya duduk disamping nenek, ia seperti tak sabar mendengar kabar berita yang akan disampaikan oleh kami berdua.
" Kamu kenal pak Indro?" Tanya nenek sambil mengatur napasnya yang naik turun
Tante Lidya mengangguk.
" Pak Indro mengajak Zahra untuk bergabung menjadi pendidik. Sebentar lagi keinginan almarhum abang mu akan terwujud." Ucap nenek antusias.
" Wah... Selamat ya sayang! Akhirnya... Bisa juga mengabdi sesuai keinginan almarhum papa. Kamu tahu gak setiap almarhum datang kesini selalu cerita dengan bangga bahwa anaknya akan ikut memajukan tanah kelahirannya."
Kami berpelukan bertiga dengan hati bahagia.
Aku tidak pernah mengerti, mengapa papa begitu Keukeh menyuruh untuk mengambiil gelar S.pd.
Kata papa bukan harus dengan gaji yang tinggi tetapi dengan hati yang bersih dan penuh kesabaran.
" Zah, besok kita berbelanja seragam ya?"
Aku hanya mengangguk bingung. Jujur uang yang ada di Atm ku tidak lagi banyak. Dan aku tidak ingin nantinya jadi merepotkan tante Lidya.
" Kenapa termenung? Jangan mikirin uang.
Uang papa kamu banyak sayang."
Tante Lidya mengusap pucuk kepalaku.
***********
Hari ini aku dan tante diantar oleh om Iwan pergi kekota untuk berbelanja.
" Kamu pilih yang kamu suka, nanti tante yang bayar. Ya kan mas?" Tante Lidya meminta pendapat dari om Iwan.
" Iya lah, kan kebun papa mu luas Zah. Itu semua sudah dipersiapkan untuk kamu." Jawab om Iwan santai.
Papa...mama... Jika teringat kalian aku masih suka sedih.
" Yuk turun!" Ajak tante Lidya.
Aku mengikuti Tante Lidya masuk kesebuah toko.
Aku membeli tiga pasang baju juga satu sepatu. Alhamdulillah ya Allah, aku masih punya tante yang baik banget.
Setelah mengisi kampung tengah, akhirnya kami kembali pulang.
" Zah, kenapa kok cuma ngambil sepatu satu?" Tanya tante Lidya heran.
" Di Jakarta Zahra punya sepatu lumayan banyak tan, tas juga banyak. Nanti kalau ada waktu Zahra ingin balik sebentar lihat rumah di Jakarta." Aku mengutarakan keinginanku.
***
Hari Senin sudah tiba. Ada rasa deg-degan juga gelisah. Ini pertama kalinya aku bertemu dan memulai di dunia pekerjaan.
Aku berulang kali mematut tampilanku di cermin. Bagaimana pun sku akan tampil didepan anak-anak nantinya. Aku harus bisa memberikan contoh yang terbaik nantinya.
Tak lupa aku menyemprotkan wewangian di bajuku.
" Zah?" Nenek memanggilku dari balik pintu kamar yang terbuka sedikit.
" Sudah cantik harum lagi." Puji nenek sambil tersenyum memamerkan giginya yang sudah tidak utuh lagi.
" Terima kasih pujiannya nenekku sayang."
" Ayo kita sarapan dulu! Nenek tunggu ya!" Ucap nenek sembari meninggalkanku.
" Oke nek." Aku mengangkat jempolku.
Setelah merasa yakin dengan penampilanku, aku pun bergabung di ruang makan bersama nenek, tante juga om.
" Duh anak gadisnya siapa ini wangi banget..?" Tanya om Iwan menggodaku.
" Heeee...." Aku hanya tersenyum malu.
Kami pun memulai sarapan. Alhamdulillah kenyang!
Aku hendak membereskan meja serta piring kotor bekas makan kami, namun di cegah oleh tante Lidya, " gak usah diberesi sebentar lagi mbak Tami datang kok."
Aku mengernyit heran, siapa lagi mbak Tami? Sudah sebulan lebih aku tinggal di sini namun aku belum pernah melihat wujudnya.
" Gak usah heran gitu atuh neng, mbak Tami itu pekerja dirumah ini. Sebulan kemarin ia cuti pulang kampung." Jelas tante Lidya. Seperti bisa membaca pikiranku.
" Kamu mau naik motor bekas tante atau diantar om sekalian?" Tanya tante.
" Naik motor aja tante biar pulangnya gak bingung."
" Loh mau bareng om juga gak papa kok karena kita searah." Tiba-tiba om Iwan datang menghampiri kami.
" Enggak usah om, Zahra naik motor aja. Lagian semalam Zahra uda muter-muter sama tante untuk survey jalannya. Alhamdulillah Zahra uda enggak bingung lagi." Tolakku halus
" Oh oke deh kalau begitu om jalan duluan ya."
Om Iwan berpamitan pada tante Lidya,tak lupa mereka cipika cipiki ( cium pipi kanan dan cium pipi kiri). Pasangan yang romantis batinku mengomentari mereka berdua.
Setelah berpamitan dengan nenek dan tante, aku pun segera berangkat.
" Semangat ya say..!" Tante Lidya meneriakiku.
Bismillahirrahmanirrahim semoga ini jalan terbaik untuk hambamu ini.
Aku suda tiba di sekolah yang di pimpin oleh pak Indro.
Dengan langkah pasti ku ayunkan langkahku menuju kantor.
" Assalamu'alaikum..." Aku mengucapkan salam di depan pintu.
Tampak beberapa guru sudah hadir dan menjawab salamku berbarengan,
" Waalaikumsalam."
Aku menyalami mereka satu persatu.
" Silahkan duduk mbak!" Ibu berkerudung coklat mempersilahkan aku duduk.
" Saya Zahra bu, kemarin sudah membuat janji dengan pak Indro bahwa hari ini saya sudah bisa masuk di sekolah ini." Aku pun memperkenalkan diri.
" Oh kamu Zahra yang di ceritakan pak Indro kemarin? Wah Alhamdulillah ya akhirnya ada anak kora yang mau bergabung bersama kami disini. Kenalin saya Anita."
Ah, ternyata Bu Anita sangat ramah sekali.
" Kenalin saya Jamilah" ucap ibu berkerudung hitam.
Kami pun saling berkenalan.
Ternyata di sekolah ini ada delapan guru.
Tiga laki-laki dan lima perempuan.
Yang berkulit putih dan paling ramai namanya pak Andre, masih lajang katanya.
Sementara yang berkulit hitam manis dengan hidung mancung dan kalem namanya pak Amal. Dan salah satu lagi adalah pak Indro yang menjadi kepala sekolah di sekilah ini. Mereka semua sangat ramah menyambut kedatanganku.
Sebagai awal percobaan aku di tetapkan untuk mengajar anak kelas satu. Dan kesabaran ku benar-benar di uji sekali.
Tapi aku sangat menyukai kelucuan dan kemanjaan anak-anak kecil itu. Mungkin karena aku terlahir sebagai anak tunggal.
Jam pelajaran telah usai. Anak-anak sudah pulang semua. Di kantor ini hanya ada aku,bu Jamilah, pak Andre dan pak Amal.
" Zah, dimana rumah mu? Boleh lah sekali-kali kami bertamu." Ucap buk Jamilah.
" Hah benar itu." Pak Andre menimpali ucapan buk Jamilah
" Aku masih kurang tahu alamat disini. Tapi aku tinggal di rumah tante Lidya." Aku berusaha menjelaskan tempat tinggalku.
" Tante Lidya itu yang mana?" Buk jamilah tampak kebingungan.
" Jalur 3 rumah bercat hijau." Tiba-tiba pak Amal membuka suaranya.
" Bapak tahu rumah ku?" Aku bertanya keheranan.
" Zah tak usahlah panggil bapak sama ibu, kita ini masih seumuran. Bedahal kalau berbicara dengan guru-guru yang lain. Iya enggak Ndre?" Buk Jamilah meminta pendapat dari pak Andre.
" Yup betul itu!"
Aku tertawa geli melihat ulah buk Jamilah dan pak Andre. Sekilas aku melirik pak Amal ia juga ikut tersenyum melihat sifat konyol ke dua temannya.
" Oke deh aku panggil mila dan mas aja ya?"
" Nah itu lebih bagus" si kulit putih tampak senang begitu kupanggil dengan sebutan mas.
Saat sedang asyik mengobrol dengan Mila dan mas Andre, diam-diam mas Amal keluar dan menghidupkan motornya berlalu meninggalkan kami bertiga.
Aneh! Memangnya mas Amal tidak bisa berpamitan. Aku hanya bisa menggelengkan kepala.
" Oke deh, lain waktu kami mampir ya kerumahmu. " Ucap Mila
Akhirnya kami pun pulang kerumah masing-masing.
Alhamdulillah mereka bisa menerima ku dengan baik.
pelajaran Manis Untuk Suamiku
kshan zahra
yuk ah baca....