Ikuti aturan. Dibawah 21 jangan baca.
Zhen Xi, salah satu putri kembar Dewi Angin yang hilang di langit ke enam itu harus bertahan hidup setelah kabur dari rumah orang tua angkatnya. Setelah bertahun-tahun menahan penderitaan seorang anak yang ditirikan oleh ibu angkatnya, akhirnya ia bisa keluar dari rumah itu. Yap tepatnya setelah ia membuat masalah dengan Pangeran Petinggi Hujan Wen Hua hingga toko pedang ayah dan ibunya itu menjadi sepi mendadak.
Dari situlah perjalanannya dimulai. Ia akan hidup dengan kekuatannya sendiri dengan sedikit bantuan dari pemuda-pemuda tampan berkedudukan tinggi yang tertarik padanya, bahkan melindunginya dari belakang maupun secara diam-diam.
Siapa yang akan memenangkan pertandingan cinta ini pada akhirnya? Bagaimana nasib putri hebat yang hilang ini?
Setelah berhasil mendapatkan salah satu diantaranya pun, masalah cinta masih belum lelah mengujinya. Mengembalikannya ke posisi bangsawan yang hidup di istana justru menambah masalahnya.
Kare
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon souzouzuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tuan Muda Mencium Gadis Rendahan, Aku Cemburu
A Ding dan Xing Wei masih belum bergerak dari tempatnya. Perlahan keduanya saling bertatapan untuk menggali informasi dari tatapan mata satu sama lain.
"X-xing Wei, kau lihat yang tadi itu?" Si tabib tua yang handal sampai tergagap tanpa alasan.
"Aku melihatnya." jawab Xing Wei tanpa nada. Ia bahkan sedikit membuang wajahnya dari hadapan A Ding untuk menyembunyikan wajah cemburunya.
Perlahan Xing Wei menoleh ke arah Zhen Xi yang masih terbaring dengan wajah tersenyum di ujung kamar sempit itu.
Gadis rendahan dari dunia ke enam. Lihat, dia tersenyum begitu Tuan Muda menciumnya. batin Xing Wei.
Apa gunanya mendapatkan ciuman? Setelah aku mendapat promosi tinggi sampai menjadi tabib ahli, aku masih bisa disejajarkan dengan Tuan Muda. Tuan Petinggi Dewa Hujan pasti mau menatap mataku dan mengakuiku suatu saat. yakin Xing Wei sendiri dengan pandangan ambisius dan bibir yang setengah terlipat ke dalam.
"Xing Wei, ayo cepat. Tuan Muda bisa memarahi kita lagi kalau kita tidak segera merawat Nona itu." ajak A Ding dengan alis mengerut seakan begitu taat pada atasannya, ia belum tenang kalau belum tuntas melakukan perintah Wen Hua.
Xing Wei mengubah raut kesalnya. Ia tersenyum baik dan mengangguk, lalu mengikuti A Ding dari belakang.
A Ding membungkuk, mengambil sendok yang terjatuh di lantai dekat situ, lalu menyerahkannya pada Xing Wei, juniornya. "Cuci ini."
"Baik Senior." Xing Wei menerimanya, lalu berjalan keluar dari sana.
Langkahnya itu langsung terhenti begitu melihat Tuan Petinggi Dewa Hujan dan Tuan Mudanya yang sudah bersiap pergi dari kediaman sementara itu.
"Eh Tuan dan Tuan Muda akan pulang sekarang juga?" tanya Xing Wei.
"Ya, kami tidak bisa menunggu lama. Kebetulan Wen Hua mengatakan kalau ia ingin pulang secepatnya. Lagi pula, siluman naga yang menyerang kemarin itu tidak datang bersama raja mereka. Itu artinya mereka belum mati, dan masih bisa menyerang kapan saja untuk mengejar Wen Hua-ku."
"Kalian berdua, tetaplah disini sampai gadis yang melindungi Wen Hua itu sembuh. Lalu berikan kotak hadiah itu padanya." Petinggi Dewa Hujan menunjuk ke arah peti yang mirip kotak harta karun yang ia letakkan di bawah meja ruang tengah.
"Baik Tuan." Xing Wei menunduk sok menurut.
San Qi yang awalnya berdiri di belakang Wen Hua itu segera nongol setelah mendengar suara Xing Wei. "Eh, satu bulan lagi ada upacara tahunan seribu tahun sekali untuk memaksimalkan kekuatan anggota bangsawan suci langit ke tujuh. Kau juga harus datang Xing Wei! Kekuatan medismu itu paling baik kedua setelah Tabib A Ding." pesan San Qi diikuti pujian berlebih darinya.
"Benar. Datanglah juga. Penjaga San Qi sangat tidak sabar mengikuti upacara denganmu. Kalian terlihat cocok!" sahut pelayan kecil yang ada di dekat sana untuk menggodai Xing Wei.
Xing Wei menatap tajam ke arah pelayan itu dengan tatapan intimidasi. Pelayan itu langsung menutup mulutnya dan menunduk takut.
Setelah itu, Xing Wei tertunduk malu-malu sambil menjawab. "Saya pasti datang, Tuan Muda tentu membutuhkan tenaga medis yang hebat. Saya pasti datang untuk menaikkan kualitas kekuatan medis saya."
Wen Hua tidak menanggapinya sama sekali, bahkan saat ini pikirannya masih kacau akibat perbuatannya sendiri sebelumnya.
Ia malah menjawab dengan tidak nyambung. "Xing Wei, pastikan kau menyembuhkan gadis itu. Jika kau gagal, aku terpaksa menurunkan jabatanmu." ujar Wen Hua.
Bisa-bisanya Tuan Muda mengatakan itu. batin Xing Wei. Tapi ia kembali tersenyum dan mengangguk meyakinkan. "Xing Wei belum pernah gagal mengobati orang. Apa lagi hanya manusia langit ke enam."
"Yasudah. Itu saja. Aku akan meninggalkan beberapa pelayan untuk membantu kalian. Ayo Ayah, kita pergi." Wen Hua menggandeng tangan ayahnya dan menariknya keluar seakan tak sabar dan sudah kepanasan berada di rumah sementara itu terlalu lama. Padahal ia hanya masih belum terbiasa dengan perasaan barusan, perasaan malu bercampur aneh setelah ia mencium Zhen Xi.
Begitu kedua orang penting dan penjaga-penjaga mereka sudah tak terlihat dari sana, Xing Wei segera menoleh ke belakang mencari pelayan kecil yang berani berkata tak formal layaknya sahabat padanya. "Tck. Beraninya kau." marah Xing Wei.
"Xing Wei, kau sudah lupa denganku?" Pelayan itu menyentuh telapak tangan Xing Wei.
"Aku Mu Rong... kita ikut seleksi bersama-sama waktu itu." Pelayan bernama Mu Rong itu masih belum putus asa mengingatkan Xing Wei.
"Hanya beberapa tahun tidak bertemu, masa kau sudah melupakan sahabatmu ini? Kau jadi lebih cantik ya sekarang." Mu Rong tersenyum tulus menunjukkan gigi-giginya ala teman masa kecil yang akrab.
Xing Wei terkekeh santai. "Apa? Teman?"
"Kita ini sudah beda status. Kau belum berkembang juga sampai sekarang. Dasar pelayan." Xing Wei memutar bola matanya malas dan menghentikannya pada tatapan tak percaya Mu Rong.
"Cepat cuci sendok ini." Xing Wei menyerahkan sendok yang sedari tadi ia pegang pada Mu Rong.
"Seniorku itu terus menyuruh-nyuruhku. Kalau aku menggantikan posisinya suatu saat, aku akan menyuruh-nyuruh dan membalasnya juga. Dia kira, dia siapa?" gerutu Xing Wei dengan kekehan mengejek di akhir kalimatnya.
Mu Rong masih tak percaya dengan apa yang ia lihat. Sekarang giliran dia yang merasa jijik menyebut tabib sombong di depannya ini sebagai teman.
"Xing Wei benar-benar sudah berubah." Mu Rong ikut terkekeh.
Mendengar kekehan itu, Xing Wei cukup kesal. "Kau berani tertawa seperti itu di depanku?"
"Tentu saja. Kau ternyata tidak sebaik yang ku kira. Entah bagaimana orang jahat bisa mengikuti upacara suci nanti." Mu Rong menggeleng-geleng masih dengan kekehan tak percayanya.
"Berani sekali berkata begitu!"
"Ak!" Xing Wei menjambak rambut Mu Rong, menariknya mendekat.
"Lihat saja, tidak lama lagi kau akan dipecat." bisik Xing Wei.
"Kau mau apa? Memfitnahkan sesuatu padaku? Dewa Agung yang tahu segala hal itu bisa menghukum dan melemparmu ke bumi!" ancam balik Mu Rong.
A Ding yang mendengar suara gaduh itu segera menengok ke luar. "Xing Wei! Hentikan!" tegurnya.
Xing Wei segera melepas jambakannya pada Mu Rong dan menunduk takut.
"Apa yang kau lakukan! Cepat cuci sendoknya! Nona ini harus segera meminum obatnya lagi!" marah A Ding.
"Ma-maafkan saya Senior. Dia menghina ayah ibuku. Jadi aku tidak bisa mengendalikan emosiku." Xing Wei menunduk seakan merasa bersalah.
Mu Rong melebarkan matanya dan mendongak cepat. "Saya tidak menghinanya sama sekali, ini bohong!"
"Sudah! Sudah cukup!" bentak A Ding lagi.
"Aku tidak tahu siapa yang berbohong. Lebih baik kalian berhenti membuat masalah sebelum aku membawa permasalahan bodoh kalian ke pengadilan dewa agung!" kesal A Ding.
😎😎😎