Bianca Aurelia, gadis semester akhir yang masih pusing-pusingnya mengerjakan skripsi, terpaksa menjadi pengantin pengganti dari kakak sepupunya yang malah kecelakaan dan berakhir koma di hari pernikahannya. Awalnya Bianca menolak keras untuk menjadi pengantin pengganti, tapi begitu paman dan bibinya menunjukkan foto dari calon pengantin prianya, Bianca langsung menyetujui untuk menikah dengan pria yang harusnya menjadi suami dari kakak sepupunya.
Tapi begitu ia melihat langsung calon suaminya, ia terkejut bukan main, ternyata calon suaminya itu buta, terlihat dari dia berjalan dengan bantuan dua pria berpakaian kantor. Bianca mematung, ia jadi bimbang dengan pernikahan yang ia setujui itu, ia ingin membatalkan semuanya, tidak ada yang menginginkan pasangan buta dihidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aure Vale, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berbincang Panjang
Bianca memasuki apartement dengan pikiran kacau, ia melempar sembarangan tasnya dan mendudukkan diri di sofa depan televisi, kepalanya bersandar di sandaran sofa sehingga kepalanya melihat lurus ke atas.
Bianca tidak menyangka jika orang itu yang ternyata membocorkan semuanya, Bianca tidak tahu kenapa laki-laki itu membocorkannya, padahal dari awal mereka telah menyepakati keinginan dari mereka masing-masing, Bianca juga tidak pernah telat memberikan uang kepada laki-laki itu, ingin rasanya Bianca menghampirinya, tapi selalu saja tidak bisa karena laki-laki itu menghindar darinya.
Belum lagi teman-temannya yang banyak bertanya membuat kepalanya seperti ingin meledak, sungguh ia tidak sanggup menghadapi pertanyaan mereka yang membuat kepalanya semakin berdenyut sakit.
Ditengah pikirannya yang sedang kacau karena skripsi, sosok pria yang pernah menjadi kekasihnya tiba-tiba muncul dalam kepalanya, sedang tersenyum lembut kepadanya, senyum tulus yang sungguh, tidak pernah sekali pun Bianca melihatnya.
Tiba-tiba saja air matanya luruh, dan membasahi sandaran sofa yang menjadi tempat kepalanya bersandar.
Pikirannya menjadi berisik, ia merasa semesta berbuat tidak adil terhadapnya, suami yang cacat, skripsi yang hampir selesai harus ia ulang, belum lagi hatinya yang masih sakit hati dengan Alden.
"Ada apa?"
Mendengar suara seseorang di sekitarnya, Bianca reflek menegakkan duduknya dan menoleh, ia mendapati Kaivan yang sudah duduk di sofa yang sama dengannya.
Kaivan pria itu masuk? Bianca sama sekali tidak mendengar suara pintu terbuka dan tertutup, ia juga tidak menyadari jika Kaivan duduk di sampingnya, atau mungkin karena ia terlalu larut dalam pikirannya, ia menjadi tidak menyadari apapun di sekelilingnya? mungkin saja begitu.
"Apa yang membuatmu menangis?" tanya Kaivan lagi karena tidak kunjung mendapatkan jawaban dari Bianca.
"banyak," jawab Bianca pelan.
"Kau bisa menceritakan pada saya semua yang memenuhi kepalamu," ucap Kaivan menawarkan diri agar Bianca mau terbuka kepadanya.
Sejenak Bianca menarik napasnya, berniat agar tangisannya mereda, ia tidak ingin menangis dengan Kaivan yang duduk di sampingnya, itu akan sangat memalukan berapa lemah dirinya.
"Ingin ke rumah orang tuamu?" tanya Kaivan sedikit lembut, ia berpikir mungkin Bianca butuh pelukan dari mamanya karena Bianca tidak akan mau bercerita semua yang mengganggu pikiran wanita itu kepadanya. Jadinya Kaivan menawarkan tawaran yang pasti akan diiyakan oleh Bianca.
"Kau mengusirku?" tanya Bianca sedikit mengeraskan suaranya karena merasa jika Kaivan mengusirnya.
"Saya tidak mengusirmu, saya berpikir mungkin kamu membutuhkan sosok ibu di sampingmu untuk keadaan sekarang ini," ucap Kaivan meluruskan ucapannya agar Bianca todak lagi salah paham.
"Aku akan tetap di sini, mama dan papa akan marah jika tahu aku memakai jasa orang untuk membuat skripsi," ucap Bianca.
"Skripsi? Kamu memakai jasa orang lain untuk mengerjakan skripsimu?" tanya Kaivan sedikit terkejut, karena ia juga baru mengetahui jika Bianca memakai jasa orang lain untuk mengerjakan skripsinya.
"Jangan menghakimi dulu, aku tahu aku salah, dosbimku juga sudah mengatakan agar aku memulai lagi semuanya dari awal," sergah Bianca sebelum Kaivan menyudutkan dirinya seperti yang dilakukan dosen-dosen di kampusnya.
"Saya tidak akan menghakimi kamu, Bianca," ucap Kaivan sedikit lembut.
"Mau saya bantu?" tanya Kaivan membuat Bianca mengernyitkan dahinya bingung.
"Jangan bercanda Kaivan, keadaanmu membuatku tidak yakin kau dapat membantuku," ucap Bianca cepat.
"Kau bisa meminta bantuan kepada Nancy, dia sangat pintar, pendidikan dia juga tinggi," Kaivan memberi saran yang membuat Bianca menatap kesal kearahnya.
"Kau yakin Nancy akan membantuku?" tanya Bianca tidak percaya jika Nancy akan mau membantu dirinya.
"Kamu bisa berbicara dengannya nanti malam,"
"Malam?"
"Nancy malam nanti akan datang," beritahu Kaivan yang mengerti rasa bingung Bianca.
"Untuk apa datang ke sini?" tanya Bianca.
Kaivan menghela napas pelan sebelum menjawab pertanyaan Bianca, "Itu sudah rutin dia lakukan selama saya kehilangan kedua penglihatan saya, dia akan datang ketika pagi juga malam untuk membantu saya di sini dan merapikan apartemen," beritahu Kaivan.
"Kenapa aku tidak pernah melihatnya?" tanya Bianca penasaran, karena selama ia tinggal bersama Kaivan, belum sakali pun Bianca menemukan Nancy sedang berada di dalam apartemen waktu malam.
"Kamu selalu pulang larut malam, sedangkan Nancy akan langsung pulang setelah duanya di sini selesai,"
Bianca diam, ada perasaan tidak nyaman ketika ia mengetahui jika selama ini Kaivan selalu di bantu oleh seorang wanita bernama Nancy, Ia mulai berfikir yang tidak-tidak ketika setiap malam Nancy selalu datang ke apartemen dengan keadaan tidak ada siapa pun di dalamnya kecuali Kaivan dan Nancy.
"Jangan berpikir buruk tentang Nancy, dia wanita yang baik dan tidak ada sedikit pun memiliki pikiran untuk mengambil kesempatan saat kami hanya berdua di dalam apartemen,"
Seperti mengetahui apa yang tengah Bianca pikirkan, Kaivan langsung memperingati dirinya agar tidak ada berita miring tentang Kaivan dan asisten pribadinya.
"Sepertinya Nancy lebih mengenal dirimu,"
Mendengar itu, Kaivan tertawa, sedikit terhibur dengan ucapan Bianca.
"Bianca hanya membantuku bukan mencoba mendekatiku,"
Bianca mendengus, "Tidak ada yang tahu jika ternyata selama Nancy membantumu, ia jatuh cinta kepadamu,"
"Beberapa hari ke depan, saya tidak akan ada di apartement, kamu bisa tinggal dengan orang tuamu atau tetap di sini, terserah kamu, hanya saja saya tidak akan bisa menemanimu di sini," beritahu Kaivan sengaja ia beritahu dari sekarang agar Bianca tidak terkejut saat nanti ia tiba-tiba pergi.
"Ke mana?"
Mama dan papa meminta saya untuk pulang,"
Bianca terdiam, sudah jelas sekali jika Kaivan akan mengujungi orang tuanya tanpa dirinya, lagi pula untuk apa juga ia berharap Kaivan akan mengajaknya, mama dan papanya tidak suka dengannya, jadi tidak mungkin Bianca ikut pulang dengan Kaivan.
"Apa kamu akan pergi sendiri?" tanya Bianca sedikit penasaran, bagaimana Kaivan akan ke rumah orang tuanya jika dia saja tidak bisa melihat.
"Nancy akan ikut denganku, untuk Nancy juga akan ikut menginap selama beberapa hari, tapi kamu tetap bisa menghubunginya untuk meminta bantuan dengan skripsimu,"
Perasaan Bianca semakin tidak nyaman mengetahui Nancy akan menginap di rumah orang tua Kaivan selama beberapa hari, itu artinya dia puluh empat jam, Nancy akan selalu ada di dekat Kaivan. Dan itu sedikit membuat Bianca tidak menyukai wanita itu, entah apa alasannya, Bianca hanya merasa mulai tidak suka dengan kehadirannya di sekeliling Kaivan.
"Atau kamu ingin ikut?" tanya Kaivan menyadari ada yang tidak beres dengan Bianca karena suasana yang sangat hening.
Bianca memalingkan wajahnya ke arah depan, ia tidak ingin berbicara sambil menatap Kaivan lagi, ada perasaan aneh yang memasuki hatinya begitu ia menatap wajah Kaivan.
"Tidak, aku akan pulang ke rumah orang tuaku,"
"