NovelToon NovelToon
AWAN MERAH

AWAN MERAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:24
Nilai: 5
Nama Author: yotwoattack.

Seorang pemuda tampan yang katanya paling sempurna, berkharisma, unggul dalam segala bidang, dan yang tanpa celah, diam-diam menyimpan sebuah rahasia besar dibalik indahnya.

Sinan bingung. Entah sejak kapan ia mulai terbiasa akan mimpi aneh yang terus menerus hadir. Datang dan melekat pada dirinya. Tetapi lama-kelamaan pertanyaan yang mengudara juga semakin menumpuk. "Mengapa mimpi ini ada." "Mengapa mimpi ini selalu hadir." "Mengapa mimpi ini datang tanpa akhir."

Namun dari banyaknya pertanyaan, ada satu yang paling dominan. Dan yang terus tertanam di benak. "Gadis misterius itu.. siapa."

Suatu pertanyaan yang ia pikir hanya akan berakhir sama. Tetapi kenyataan berkata lain, karena rupanya gadis misterius itu benar-benar ada. Malahan seolah dengan sengaja melemparkan dirinya pada Sinan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yotwoattack., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

A M BAB 17 - kecintaan.

Di lain sisi. Suatu kediaman yang harusnya sudah sunyi pada jam segitu malah ribut dan penuh akan pencahayaan dari lampu-lampu yang hampir seluruhnya menyala. Pada halaman yang luas, terdapat sebuah mobil yang terparkir begitu asal.

PRANGGG!!

"Mana tuh anak!" Kata seorang wanita berpakaian glamor setelah membanting heels yang ia kenakan dengan garang. Dari raut keras dan urat-urat leher yang mengencang, memperlihatkan seberapa marah dirinya. "Bawa Seandra kesini. Bocah kurang ajar itu udah mulai berani."

Beberapa saat setelah sepasang suami-istri paruh baya datang untuk memberitahukan ketiadaan orang yang dicari. Tentu itu langsung membuat amarah si wanita jadi kian memuncak.

"GIMANA BISA GAK ADA?!! Apa saja yang kalian lakukan sampai mengawasi satu orang anak saja tidak bisa. TIDAK BECUS?!" Katanya garang. Berteriak sambil menatap penuh peringatan pada dua orang paruh baya yang ada. "Pokoknya saya gak mau tau. Cari dia sampai dapat. Atau kalian berdua bener-bener saya pecat."

"Kami pengasuhnya." Sahut pria paruh baya. Sudah terlalu muak dengan wanita semena-mena itu. "Kami mengabdi untuk keluarga ini, dan bukan orang suruhan kamu. Orang yang bisa kamu teriaki dan suruh sesuka kamu!!"

PLAK! Bugh.. tes.. tes..

"OH UDAH BERANI?!!" Jerit si wanita semakin tak terkendali. Setelah memukulkan heels pada kepala pria paruh baya itu, ia melotot menatap mereka berdua. Berdiri begitu angkuh. "Rupanya bukan cuma anak itu yang butuh di disiplinkan. Kalian juga ternyata?!! Hah?!!"

***

Beralih sisi lagi pada Sinan. Pemuda yang dari beberapa saat lalu tampak begitu murung itu masih dengan begitu manja memeluk Dinya. Menunduk dalam untuk memperdalam pelukan mereka dan menyembunyikan wajah tampannya pada ceruk leher sang gadis.

Yang dipeluk sampai segitunya memutarkan bola mata. Hembusan nafas tidak nyaman mengudara sejak tadi. Namun tidak ada yang bisa dilakukan.

"Dinya." Tiba-tiba panggilan mengudara. Pemuda tampan yang masih tampak nyaman dalam posisi tersebut mendongak untuk menatap orang yang ia panggil. Nadanya mendayu dan manja. "Kalau aku buat salah dan sejenisnya, apa yang bakal kamu lakuin ke aku."

Sungguh pertanyaan yang tiba-tiba. Apalagi dilayangkan ketika posisi mereka masih begini. Dinya hanya menggeleng sebelum ingin menjawab. Bingung dengan jalan pikir si manja ini.

"Emangnya lo bisa salah apa. Daritadi aja kita kejebak dalam posisi yang salah dan gak seharusnya, tapi lo santai-santai aja tuh. Malah kayak keenakan." Dinya menyindir. Mendengus karena korban yang disindir hanya menampilkan cengiran menyebalkan. "Tapi ya.. tergantung apa salah lo juga. By the way, ini bisa lepas dulu gak. Dipikir gak geli."

Menangkap sinyal risih yang lebih kentara. Sinan jadi dengan terpaksa melonggarkan pelukan mereka. Lalu menatap gadis yang sudah berkacak pinggang sambil menatapnya datar.

"Kamu kok kayak mau ngusir aku." Kalimat itu akhirnya lolos. Sambi bersandar Sinan memberi sorot polos dan penuh kebingungan. Mengharapkan sedikit iba dari Dinya. "Aku gamau pulang. Masih betah aku disini. Boleh ya? Boleh dong. Boleh banget."

Apa-apaan. Yang ditatap dengan begitu melas hanya memutarkan bola mata. Mana tadi yang katanya takut tidak bisa melihat dirinya karena terlalu malu. Mana tadi yang menangis sampai tersedu-sedu karena takut tak kuat menanggung malu dan tidak akan pernah bisa menatap wajahnya lagi. Buktinya Sinan sekarang sudah bisa bersikap begitu tidak tahu malu.

Sambil masih berkacak pinggang Dinya menyorot pemuda itu. Datar bercampur muak.

"Kamu gak beneran mau ngusir, kan." Kata pemuda itu sekali lagi. Seolah memastikan padahal jawabannya sudah sangat jelas. Namun ia bersikeras, mengulurkan tangan untuk menggenggam milik Dinya. Sembari menatap si gadis lebih melas. "Jangan diusir ya akunya. Aku beneran gamau pulang, janji gak bakal macem-macem juga. Ya?"

Mengusap wajah prustasi. Dinya lantas membanting dirinya untuk kembali duduk di sofa. Sejak kapan ia jadi suka mengalah.

"Kenapa gak mau pulang." Kata gadis itu. "Gak mungkin tanpa alasan."

"Masih kangen." Menyahut langsung. Sembari tangan Sinan mengarah pada wajah cantik Dinya. Mengelus pipi itu lembut. "Seharian gak ketemu kamu, rasa-rasanya aku kayak lupa cara bernafas. Lemes aku."

Ketika pupil itu memutar muak berbarengan dengan hembusan malas yang mengudara, seseorang yang bersikeras segera mendekatkan diri mereka. Pemuda tampan itu bersandar sembari menatap sang gadis. Tangannya yang besar membungkus pipi Dinya, mengelus tempat berlemak itu dengan penuh sayang.

"Aku serius. Pas aku ngurus hal-hal tadi, aku ngelakuinnya persis zombie. Gak berminat. Gak bersemangat." Terang Sinan. lebih mendekat untuk memotret wujud gadis cantik itu. "Kalau skandal tadi bukan kamu dan sama sekali gak menyangkut kamu, gak bakal mungkin aku ngelirik. Gak bakal aku perduliin. Mending aku bersikap bodo amat kayak yang biasa-biasanya, sambil main berdua bareng kamu. Ngabisin waktu sama kamu. Tapi ya.. gitu."

Melirik ke arah jam dinding. Pemuda tampan itu tersenyum sambil kembali memusatkan perhatian pada Dinya. Berkelut dengan pipi chubby itu lagi.

"Biasanya jam segini kamu ngapain." Kata Sinan. Menyelipkan rambut gadis itu ke belakang telinga. "Kegiatan kamu biasanya apa di jam-jam seg-"

"Tidur." Dinya langsung memotong. Membuat si pemuda langsung tertawa. Tertawa karena lagi-lagi menangkap usiran halus yang dilayangkan. "Huh. Tapi kalau gak tidur.. bikin puisi paling. Nulis-nulis gak jelas."

Yang mendengarkan seketika melebarkan senyum. Langsung excited akan kenyataan yang barusan si gadis lontarkan.

"Loh, kamu suka nulis?! Suka bikin puisi?! Aku baru tau. Kok bisa aku baru tau." Cerocos pemuda itu. "Kok bisa, Dinya. Kamu nih gak ngasih tau, mana liat coba puisinya, kenapa kamu baru bilang. Kebiasaan banget."

Srak.

Bangkit dari posisi bersender. Dinya lantas menepis tangan besar yang sejak tadi memainkan pipinya itu. Sebelum bangkit, melirik si pemuda sambil bersidekap dada. Menatap Sinan dan jam pada dinding bergantian.

"Besok-besok. Gue ngantuk." Katanya. Lalu dengan santai merajut langkah untuk meninggalkan ruang tamu. Sementara Sinan menatap punggung gadis itu. Bingung harus melakukan apa. "Lo mau pulang mau gak pulang terserah. Kalau laper cari makan sendiri, ke dapur, terus buat sendiri. Di kulkas banyak makanan jadi, yang instan apalagi. Udah ya."

Petuah tersebut Sinan respon dengan anggukan patuh. Melambaikan tangan penuh dramatis pada punggung gadis yang sudah menghilang di balik pintu. Meninggalkan kehampaan bercampur perasaan senang. Lalu perasaan gelisah.

Bruk.

"Ahh.." mendesah setelah menjatuhkan punggung pada sofa. Sinan lantas mendongak untuk menatap kosong pada langit-langit. Lalu bergumam pada diri sendiri. "Dinya, suka banget aku sama kamu. Udah kecintaan banget aku."

Tak bisa dipungkiri, rasa yang sudah pasti terus mendorong Sinan untuk berbuat lebih. Berperan lebih banyak. Lebih besar. Juga lebih lama.

Keinginan untuk terus melindungi gadis itu, juga dorongan yang memaksa untuk dirinya menjadi lebih kuat. Sinan yakin yang barusan terjadi hanya awalan. Hanya permulaan. Tak ada maaf yang akan diberi, tapi jelas itu belum cukup. Foto-foto tidak senonoh yang tersebar di sepanjang mading koridor, selanjutnya apalagi.

"Aku harap, semuanya aman. Kalaupun ada suatu hal lagi yang bakal terjadi, aku harus udah siap. Lebih siap lagi." Lontar si pemuda pada diri sendiri. Sorotnya melayang-layang, sebelum berkumpul menjadi suatu ketegasan dingin. Mengepalkan tangan penuh tekad. "Mimpi itu gak bakal jadi nyata, karena aku gak bakal biarin kamu padam."

***

"Mmmh.." lenguhan serak dari si pemuda mengudara. Sambil dengan samar pandangannya menatap wujud seorang gadis yang menyelimutinya. Mengelus pipinya.

"Tidur lagi." Pelan Dinya. Membawa telapak tangan kecil itu untuk menutup sepasang netra biru yang masih berusaha beradaptasi akan pencahayaan. Berkedip-kedip dengan begitu lucu. Hingga membuat pelaku sedikit tersenyum sebelum berkata lagi. "Siapa sangka beneran tidur disini, dasar."

Setelahnya, gadis yang tadi terbangun hanya untuk sekedar memeriksa itu lantas bangkit. Ingin kembali masuk ke kamar, namun cekalan sudah lebih dulu membingkai lengan kurus berbalut piyama tersebut. Membuat Dinya langsung melarikan pandangan pada Sinan.

Srek.

"Sayang mau kemana." Seraknya. Menatap gadis itu sepenuhnya sambil tersenyum. "Disini aja, aku kedinginan."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!