Diambil dari cerita weton Jawa yang populer, dimana seseorang yang lahir di hari tersebut memiliki keistimewaan di luar nalar.
Penampilannya, sikapnya, serta daya tarik yang tidak dimiliki oleh weton-weton yang lain. Keberuntungan tidak selalu menghampirinya. Ujiannya tak main-main, orang tua dan cinta adalah sosok yang menguras hati dan airmata nya.
Tak cukup sampai di situ, banyaknya tekanan membuat hidupnya terasa mengambang, raganya di dunia, namun sebagian jiwanya seperti mengambang, berkelana entahlah kemana.
Makhluk ghaib tak jauh-jauh darinya, ada yang menyukai, ada juga yang membenci.
Semua itu tidak akan berhenti kecuali Wage sudah dewasa lahir batin, matang dalam segala hal. Dia akan menjadi sosok yang kuat, bahkan makhluk halus pun enggan melawan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia Yuni
"Wulan?"
Begitulah sepasang suami istri itu bergumam sambil memikirkan anak semata wayang mereka yang tak kunjung pulang.
Hingga menjelang ashar barulah Arif pulang dengan wajah sumringah, pun dengan orangtuanya, senang tapi juga bingung sendiri. Semuanya masih penuh teka-teki, sehingga langsung menanyakan perihal siapa yang sebenarnya calon istri anaknya.
"Sarinah Buk?" tanya Arif, sungguh ia bingung mengapa orangtuanya menanyakan Sarinah.
"Iya, kenapa dia tidak diajak saja datang ke sini?" tanya Bu Ratna memancing pembicaraan serius dengan anaknya.
"Buat apa?" tanya Arif. Sontak saja membuat kedua orang tuanya bingung.
"Begini Rif, sebenarnya kamu tadi itu darimana?" tanya pak Setyo.
"Oh, sebenarnya Arif sudah menemui anak gadis yang Arif suka. Dan Arif sudah tanyakan perihal menikah kepadanya. Dan dia setuju."
Pak Setyo dan istrinya jadi bengong, ingin berbicara tapi sepertinya banyak yang tidak nyambung dengan apa yg mereka pikirkan.
"Bu, pak. Arif ingin menikahi Wulan."
"Apa? Wulan?" serentak orangtuanya berkata.
"Iya, kami sudah dekat cukup lama, meskipun jarak dan waktu sempat memisahkan kedekatan kami, tapi Arif yakin dialah yang pantas dan paling baik untuk Arif. Arif juga yakin bapak dan ibuk tidak akan kecewa. Dia anak yang baik Buk. Wulan tidak akan membantah ibuk dan bapak, Wulan itu gadis yang penurut dan tidak banyak menuntut." jelas Arif.
"Tapi...." Bu Ratna jadi bingung sekali. "Bukankah kamu sudah dekat dengan anaknya mbak Yuni sejak lama Nak? Kenapa jadi Wulan? Apakah kamu berubah pikiran?"
"Berubah pikiran?" tanya Arif, menatap wajah kedua orang tuanya bergantian.
"Begini Nak, tadi mbak Yuni datang kemari, dia memberitahu tentang hubungan mu dengan anak gadisnya. Dia bilang kalian sudah sangat dekat sejak awal menempuh pendidikan di pondok."
"Tunggu Pak, Sarinah anaknya Bu Yuni itu maksudnya?" tanya Arif.
"Iya!" terang Bu Ratna.
Arif pun mendesah berat mendengar cerita kedua orang tuanya. "Maaf buk, pak. Sepertinya ada salah paham di sini. Arif tidak pernah dekat dengan Sarinah, atau siapapun juga. Arif hanya dekat dengan satu orang, yaitu Wulan. Arif menyukai Wulan sejak dia masih kecil Buk, aku juga selalu menanyakan kabarnya dengan teman seangkatan ku di pondok, tanpa setahu Wulan aku mengawasinya. Bahkan aku memiliki banyak sekali foto Wulan di kamarku. Jadi, Wulan lah yang akan Arif nikahi."
Tentu penjelasan Arif membuat kedua orang tuanya tercengang, terlebih lagi selembar foto ukuran kecil di berikan Arif kepada ibunya.
"Ini to? Ayu Pak." ucap Bu Ratna kepada suaminya.
Pak Setyo pun manggut-manggut melihat wajah calon menantunya yang cantik, lembut, dan menenangkan sekali memandang wajahnya. Wajarlah Arif tidak bisa berpaling dari gadis ayu bernama Wulan itu. Jika dibandingkan dengan anaknya Yuni, jauh sekali.
"Apakah bapak setuju?" tanya Arif.
Pak Setyo tersenyum memandangi anaknya. "Tentu saja setuju. Kapan bapak melamar kerumahnya Ratih itu?" tanya pak Setyo.
Kini Ariflah yang tersenyum malu-malu, tapi binar bahagia nampak jelas di wajahnya. "Lusa Pak, kalau tidak keberatan aku mau menikahi Wulan dua Minggu kemudian." kata Arif.
"Secepat itu to Le? Apa Ndak kesusu?" tanya Ratih.
"Maunya anak mu Bu, malam ini aja dia bersedia." Pak Setyo terkekeh.
Sesuai janji, Arif kembali datang keesokan harinya. Tapi bukan hanya sekedar ingin bertemu Wulan, tapi menemui kedua orangtuanya tanpa basa-basi.
"Apakah sudah di pikirkan baik-baik nak Arif? Nak Arif tahu sendiri kalau Wulan ini masih sangat muda. Mengurus rumah tangga pun entah, takutnya mengecewakan nak Arif." kata Rudy.
"Saya yakin Pak, saya sudah memikirkan ini matang-matang jauh sebelum kepulangan saya. Jadi, saya memohon kepada bapak dan juga ibu, untuk memberikan restu kepada saya, saya ingin melamar anak bapak yang bernama Wulan, saya ingin menjadikannya istri."
Usianya belumlah matang, tapi caranya melamar Wulan sudah cukup dikatakan dewasa. Dia membuktikan bahwa dia benar-benar serius, tulus dan bertanggung jawab. Bukan hanya mengagumi dan menyukai, tapi langsung kepada pernikahan yang kebanyakan ditakuti anak muda jaman sekarang ini.
"Baiklah, saya merestui kalian berdua. Kapan orangtuamu akan melamar Wulan secara resmi?" Jawab Rudy.
"Malam lusa, bapak dan ibu akan datang melamarnya secara resmi, dan aku ingin menikahi Wulan dua Minggu kemudian."
Ratih sekeluarga pun cukup terkejut dengan semua keputusan Arif, sungguh tidak ada yang ragu-ragu, semuanya tampak pasti dan meyakinkan tapi terburu-buru.
"Apa tidak terlalu buru-buru Nak Arif, kami belum memiliki persiapan?" tanya Ratih, khawatir.
"Tidak perlu mempersiapkan apapun Bu, bapak dan ibu akan datang dan mengurus semua keperluan. Termasuk mahar dan biaya syukuran."
Rudy menatap wajah anaknya yang sejak tadi hanya menunduk malu. Tidak disangka, tidak pernah berteman dengan anak laki-laki manapun, sekalinya ada yang datang langsung melamar.
Hari-haripun berjalan cepat, lamaran sudah dilaksanakan, tinggal menunggu hari H yang tidaklah lama. Ratih mempersiapkan segala sesuatu sebaik-baiknya meskipun hanya syukuran sederhana. Berbeda dengan pihak keluarga Arif, di rumah besarnya semua orang terlihat sibuk, sepertinya akan diadakan ngunduh mantu yang meriah.
Tapi kesibukan di dua rumah itu memancing amarah di rumah yang lainnya. Bude Yuni tampak duduk di depan cermin sambil mengepalkan tangannya. Dia begitu kecewa mendengar keponakannya akan di nikahi oleh orang yang di harapkan sebagai calon mantu.
Pun dengan Sarinah, gadis itu mengamuk tak henti-hentinya, dia begitu marah mendengar kegagalan ibunya. "Ibuk! Harusnya ibuk meyakinkan si Ratna itu!" teriaknya.
"Ibu sudah meyakinkannya, tapi Arif sendiri yang memilih Wulan!" kesal Bu Yuni.
"Buk! Tunjukan kepada Sarinah, dimana rumah Mbah Bongkok, Dukun sakti yang sudah...."
"Diam! Jangan sebut-sebut itu!" bentak Bu Yuni.
"Bu! Waktunya tidak banyak. Kalau tidak sekarang maka tidak akan pernah Sarinah dapatkan untuk selamanya." ucap Sarinah meyakinkan ibunya.
"Kamu tidak tahu bahayanya! Kamu tidak akan sanggup menanggung resikonya!" marah Yuni.
"Sarinah sanggup Buk, buktinya ibuk mampu mendapatkan bapak dengan cara memberi guna-guna. Artinya, aku juga bisa."
Yuni terdiam mendengarkan permintaan anaknya itu, tidak disangka sekarang Sarinah sudah besar, dan sudah tahu semua perihal dosa lamanya.
"Tapi Arif itu seorang ustadz. Beda dengan bapakmu Sar. Resikonya terlalu besar." kata sang ibu pelan.
"Mau ustadz atau apapun Bu, kalau tidak bisa Sarinah dapatkan, maka Wulan pun tidak akan mendapatkan."
Kilat dendam di wajah Sarinah membuat sang ibu ngeri, entah apa yang bisa di lakukan anaknya, yang pasti semuanya berbahaya.
Mau-tak mau Yuni memberikan alamat dukun andalan Yuni itu. Tak hanya Sarinah, Yuni pun pergi serta untuk menanyakan perihal kesehatannya yang kurang baik belakangan ini.
"Sar, sebenarnya ibu tidak mau kamu berhubungan dengan dukun. Apalagi kamu sudah pernah mondok." kata Bu Yuni, mereka sedang dalam perjalanan menuju tempat yang lumayan jauh, di pegunungan yang terpencil.
"Ibu lupa, syetan pandai mengaji, syetan ahli agama. Mengapa manusia tidak boleh memiliki dua pengetahuan seperti mereka?"
Yuni terdiam, dalam keadaan seperti ini Sarinah tidak akan mungkin dapat di cegah. Dulu dia pun demikian, sangat bersemangat mendapatkan sang suami, sampai akhirnya suaminya berhasil di dapatkan, tapi pada akhirnya jadi sedikit kurang waras akibat guna-guna yang terus-terusan di berikan. Sekarang suaminya berada di rumah mertua, dalam pengobatan yang tak kunjung berhasil. Kasihan, hanya bisa mengkonsumsi obat penenang, setelah itu kembali lagi seperti orang bodoh.
harus mengalah
g beda jauh watak nya jelek
ibu dan anak perangai nya buruk
kog Sarinah ngaku2
calon istrii arif
semoga bisa memberi pencerahan buat para readers.
pepeleng bagi orang jawa,jangan sembarangan menyebutkan weton atau hari lahir versi jawa kepada siapapun,jika tidak ingin terjadi hal hal diluar nalar dan perkiraan.
tetap eling lan waspada.
berserah pada Allah ta'alla.
tetap semangat dengan karya nya