Hanabi di bunuh oleh wakil ketua geng mafia miliknya karena ingin merebut posisi Hanabi sebagai ketua mafia dia sudah bosan dengan Hanabi yang selalu memerintah dirinya. Lalu tanpa Hanabi sadari dia justru masuk kedalam tubuh calon tunangan seorang pria antagonis yang sudah di jodohkan sejak kecil. Gadis cupu dengan kacamata bulat dan pakaian ala tahun 60’an.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erika Ponpon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13
Ruang makan keluarga Moira malam itu kaku banget. Di ujung meja duduk Tuan Evander dengan tatapan tajam kayak hakim sidang, sementara Moira duduk santai di sebelah Rio yang baru pertama kali masuk ke situasi “formal nan mencekam” ini. Paula dan Stella sudah standby dengan wajah penuh drama, jelas nunggu kesempatan buat ngejatuhin Moira.
Pelayan menaruh makanan di atas meja : steak, sup, dan beberapa menu elegan ala hotel bintang lima.
Rio melongo, terus nyeletuk keras.
“Ya ampun, steak! Biasanya gue makan mie instan tabur micin aja udah anggep candle light dinner. Ini mah candle light buffet, sayang!”
Stella mendecak, “Memalukan banget bawa orang kayak gini ke meja makan keluarga besar.”
Rio pasang pose slay, mengibaskan tangan.
“Eh, jangan iri, sayang. Nggak semua orang bisa bikin suasana kaku jadi cair. Lo kayak es batu, gue kayak hair dryer. Klop, kan?”
Moira buru-buru menunduk, pura-pura sibuk motong steak biar ketawanya nggak meledak.
Paula ikut nyeletuk, nadanya menusuk.
“Moira, sejak kapan kamu berkumpul dengan… orang seperti ini?”
Rio langsung angkat tangan sopan, tapi suaranya tetap centil.
“Orang seperti ini? Ohhh, maksudnya orang yang lebih cantik dari tante dan bakat ngelawak? Itu bakat alami, tante.”
Tek! Tuan Evander meletakkan garpunya keras. Tatapannya menusuk ke arah Moira.
“Moira. Jelaskan. Siapa dia? Kenapa dia duduk di meja ini?”
Rio buru-buru mencondongkan tubuh, nyamber cepat.
“Saya, Tuan. Nama saya Rio. Sahabat Moira, sekaligus konsultan gaya hidup. Anggap saja saya tameng Moira dari energi negatif di sekitar.”
Ucapan itu bikin Stella langsung tersedak wine, Paula melotot, dan Moira nyaris keselek air putih.
Hening sejenak. Lalu Rio dengan santainya motong steak, ngunyah, dan nyeletuk lagi.
“Btw, wahyu eh wagyu-nya enak banget. Cuma sayang, kurang sambal terasi. Ada nggak ya? Kalo ada, gue makin betah nih tiap malam makan di sini.Sekalian ikan asin sama pete jengkol.”
Moira spontan injek kaki Rio di bawah meja.
“SSSTT!!!”
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tok tok tok!
Suara pintu diketuk. Rio yang lagi maskeran timun langsung lari ke depan pintu. Dia buka pintu dengan gaya dramatis, tangan masih nempel timun satu.
Di depan berdiri sosok tinggi tegap, wajah tampan dengan aura dingin yang bikin udara seolah membeku — Arland.
Rio langsung ternganga, mulutnya refleks.
“Oh. My. God…”
Arland menatap datar. “Ini rumah Moira?”
Rio buru-buru buang timun dari wajahnya, berdiri tegak lalu menata rambutnya pakai tangan.
“Ya ampun, iya bener! Lo pasti Arland, kan? Astaga… ternyata calon suaminya Moira seganteng ini. Tuhan sungguh adil tapi… agak kejam juga, karena nggak ngasih lo ke gue.”
Arland mengerutkan kening, jelas bingung dan sedikit risih.
“…Lo siapa?”
Rio pasang pose melengkung, meletakkan tangan di dada.
“Gue Riowati, sayang… sahabatnya Moira. Jangan khawatir, gue nggak akan rebut Moira dari lo. Gue cuma mau… mungkin… nyolong hati lo sedikit.”
Moira dari dalam rumah langsung teriak.
“RIOOOO!!! Jangan bikin masalah!”
Rio menoleh sambil menutup mulutnya dramatis.
“Oke, oke, gue diem. Tapi serius ya, Moira… kalo lo nggak jadi sama dia, kasih ke gue aja. Nih cowok cakepnya kebangetan.”
Arland hanya berdiri dengan wajah kaku, tapi ada urat halus muncul di pelipisnya — antara bingung atau sebel.
Dengan tatapan setajam silet, Arland akhirnya melangkah masuk, mengabaikan Rio yang masih ngelihatin dia dari kepala sampai kaki sambil berbisik lirih.
“Ya Tuhan, tolong kuatkan iman hamba dari laki-laki tampan macam Arland…”
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Arland berdiri di ruang tamu dengan jas rapi, tangannya menyelip di saku celana. Tatapannya terfokus hanya pada Moira.
“Gue ngajak lo ke Mall shopping biar semakin dekat kita.”
Moira menatapnya, sedikit ragu. “Boleh, tapi… Rio ikut ya.”
Arland spontan melotot tipis. “Apa?”
Rio langsung lompat dari sofa, tepuk tangan kegirangan.
“OH MY GOD! Double date! Gue udah siap banget. Bentar ya sayang, gue ganti baju dulu. Nggak mungkin gue biarin aura ganteng lo kebuang sia-sia tanpa ada gue di samping.”
Arland mengusap wajahnya, napasnya terdengar berat. “Moira, ini serius. Gue nggak butuh orang ketiga…”
Rio langsung nyelutuk. “Gue bukan orang ketiga pelakor ya, tapi gue orang ketiga yang jadi pencair suasana. Lo terlalu dingin, sayang. Percayalah, dengan gue, perjalanan bakal jadi lebih… berwarna.”
Moira menahan tawa, mencoba menyelamatkan keadaan. “Arland, izinin aja Rio ikut. Dia bakal diem kok… ya kan, Yo?”
Rio mengangkat tangan kayak anak sekolah.
“Diem secara verbal, tapi hati gue tetap berisik kalo liat cowok ganteng.”
Arland memijat pelipis, akhirnya menyerah. “Fine. Tapi kalau dia bikin ribut—dia pulang naik angkot.”
Moira senyum puas, Rio malah jingkrak kecil sambil teriak, “YASSS, let’s go shopping!”
Baru mereka bertiga mau jalan keluar rumah, tiba-tiba suara lembut penuh pura-pura manis terdengar.
“Eh, kalian mau pergi? Kebetulan banget. Gue boleh ikut juga, kan?”
Semua menoleh. Stella muncul dengan gaun cantik, dandanan rapi seolah sudah siap dari tadi.
Moira mendesis dalam hati. “Nih orang dari mana sih munculnya…”
Arland menatap Stella datar, dingin. “Buat apa lo ikut?”
Stella tersenyum manis, tapi matanya jelas melirik sinis ke Moira.
“Kan biar Moira nggak canggung. Lagian gue bisa nemenin, siapa tahu butuh pendapat cewek.”
Arland menatap Stella sebentar, tatapannya dingin tanpa ekspresi. Rio justru bersuara keras sambil menepuk jidat.
“Ya ampun, rombongan wisata nih lama-lama. Dari romantic date jadi arisan RT.”
Moira langsung nyubit Rio biar diam, tapi Rio malah makin drama.
“Gue nggak kuat kalo harus shopping bareng Barbie KW ini. Aura persaingannya berasa sampe ubun-ubun.”
Stella mendelik. “Apa lo bilang?”
Rio senyum manis sambil meletakkan tangan di dada. “Gue bilang lo cocoknya jadi SPG parfum kasturi sayang. Wanginya udah keburu nyebar ke seluruh kuburan.”
Arland menarik napas panjang, jelas udah hampir kehilangan kesabaran. “Udah cukup. Gue nggak mau dengar ribut-ribut. Kalian ikut, tapi jangan bikin onar.”
Stella langsung tersenyum puas, Moira ngelus dada pasrah, sementara Rio bisik ke Moira sambil melirik Arland dari samping.
“Kalau gue duduk di samping dia, jangan cemburu ya, sayang. Aura dinginnya bikin jantung gue skubidubidu…”
“RIOOOOO”
...Rio...
ini lagi si Stella, harusnya dia buktikan dong, bahwa dia bisa, bukannya malah jadi iri/Sweat/